Tanda Tanya Besar Dimundurnya Para Pegawai KPK?

Belum setahun pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilantik oleh Presiden Joko Widodo, namun Badan Kepegawaian KPK setidaknya telah mencatat ada 38 pegawai KPK yang memilih hengkang dari lembaga antirasuah ini.

Sumber : owntalk.co.id/

Terakhir tercatat nama Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dan penyidik senior Nanang Farid Syam memilih angkat kaki. Hengkang dua nama terakhir membuat publik semakin bertanya-tanya, ada apa yang sebenarnya terjadi pada lembaga super body ini?

Apalagi Febri di akun twitternya sempat menyinggung-nyinggung soal pernyataan Nanang dalam kiasan berbahasa minang yang berbunyi, “Sakali aie gadang, sakali tapian berubah’ (Sekali air besar, sekali tepian berubah) yang artinya kurang lebih ‘Setiap kali terjadi peristiwa besar, maka akan terjadi sekali perubahan tatanan”.

Sementara Nanang Farid Syam yang menduduki jabatan Penasihat Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam keterangan persnya menyatakan pengunduran dirinya dari KPK terhitung tanggal 16 Desember 2020 atau tepat 15 tahun setelah ia mengabdi di lembaga tersebut. “Dulu saya dilantik tanggal 16 Desember 2005. Jadi, saya mengajukan berhenti di tanggal 16 Desember 2020,” kata Nanang.

Nanang yang selama 15 tahun bekerja di bagian Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Sama antar Komisi dan Instansi (PJ KAKI) KPK itu merasa karirnya sudah finish di KPK. “Kalau alasan kan bisa 1001 alasan. Saya merasa sudah finish saja. Ibarat orang berlari sudah sampai tujuan. Jadi, bisa jadi perspektif tujuan kan macam-macam. Saya merasa apa yang saya jalani sudah cukup, mungkin saya membutuhkan rel baru untuk berlari lagi,” imbuhnya diplomatis.

Dua pesan tersirat yang muncul dari pentolan KPK ini, tentu saja mengundang perhatian publik yang sangat besar, sebab selama ini, publik memang sangat berharap kalau lembaga pemberantas kegiatan korupsi di Indonesia ini masih “punya gigi” dalam menumpas tikus-tikus anggaran.

Namun dengan mundurnya satu per satu pegawai yang dulu menjadi tulang punggung KPK, jelas membuat harapan itu kian memudar.
Tak heran kalau survei yang dilakukan Charta Politika menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurun. Berdasarkan survey bulan Juni 2020 lalu, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK mengalami penurunan dari 73,2 persen menjadi 71,8 persen. 

Terkait dengan mundurnya puluhan pegawai KPK, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku akan mengevaluasi sistem kepegawaian KPK. Namun, pimpinan KPK tetap menghomati apapun alasannya para pegawai tersebut mengundurkan diri. “Kami akan mengevaluasi sistem kepegawaian KPK. Namun juga kami menghormati keputusan pribadi pegawai KPK dengan apapun alasannya,” kata Ghufron dalam sebuah pernyataan yang dikutip pers.

Dia menyatakan lembaga antirasuah ini memang bukan tempat untuk berdiam diri. KPK merupakan ujung tombak melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia menyatakan tak bangga kepada mereka yang masuk dengan segala kelebihannya. Namun dia bangga kepada para pegawai KPK yang tetap memilih bertahan di dalam lembaganya. Dia juga tak memungkiri, mundurnya puluhan pegawai dari KPK imbas dari revisi Undang-Undang KPK.

You can get this medicine from any local medical store or some major channel. http://deeprootsmag.org/2020/04/13/in-the-woods-in-the-illustrators-eyes/ purchase generic viagra It is so popular because it’s a natural Aphrodisiac, yes even a Healthful Alternative to canadian pharmacies viagra. Generic manufacturers on the other hand don’t have similar costs in production of their Silagra 100mg medications as there is no need for research and development on men’s sexual health. sans prescription viagra Gupta, who is a trusted sexologist, to give you better viagra discount store satisfaction.

“Kami sangat hormat dan berbangga kepada mereka yg bertahan didalam KPK bersama kami dengan segala kekurangan KPK saat ini. Pejuang itu tak akan meninggalkan gelanggang sebelum kemenangan diraih walau kancah perjuangan anti korupsi kini berubah seperti apapun,” tandas Ghufron.
Apakah benar mundurnya para pegawai KPK ini dilandasi oleh kekecewaan pasca revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menjadi

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tersebut. Sebab sejak kurang lebih satu tahun pascarevisi UU KPK, kinerja awak KPK memang mengalami banyak penurunan yang mengangkibatkan penurunan kepuasan publik terhadap KPK.

Dengan adanya revisi itu, ada pembatasan kewenangan dalam penyadapan terhadap target yang akan dibidik. Penyadapan harus mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas, pembatasan ini pada akhirnya berdampak pada proses penanganan kasus korupsi yang di tangan KPK. Karena, semakin panjang jalur yang harus dilalui, waktu untuk prosesnya juga panjang sehingga berpotensi mementahkan upaya pengungkapan kasus dan penangkapan yang akan dilakukan.

Tapi apakah benar revisi UU KPK merupakan satu-satunya penyebab, atau ada penyebab lain?

Kalau melihat pernyataan Febri ketika memutuskan mundur, memang alasan KPK yang bertugas memberantas korupsi ini telah berubah setelah UU KPK direvisi. Namun Febri menyinggung bahwa salah satu alasannya keluar dari lembaga itu karena pemberantasan korupsi harusnya dilandasi independensi bukan intervensi. Siapa yang melakukan intervensi?

Sayangnya Febri tak merinci secara detil dan publik dibiarkan berasumsi “secara liar” mengenai pihak yang mengintervensi.
Jadi jelas revisi UU KPK bukanlah satu-satunya penyebab mundurnya para aktivis pemberantas korupsi ini dari KPK. Alasan intervensi inilah yang memang harus dibuktikan oleh para personil KPK yang telah mundur ini, agar semuanya menjadi clear dan tidak menjadi fitnah.

Alasan lain yang mundurnya para punggawa KPK kemungkinan besar adalah karena terpilihnya Firli Bahuri sebagai ketua KPK. Sebab sejak Firli Bahuri menjabat, yang bersangkutan dinilai telah mengubah kelembagaan KPK dan membuat mandul lembaga ini. Bahkan KPK yang dulu mengukir banyak prestasi, kini justru lebih banyak menuai kontroversi di tangan ketua baru ini.

Alih-alih membongkar kasus-kasus mega korupsi, Ketua KPK lebih sering mendapat pemberitaan awak media mengenai pelanggaran kode etik dan kontroversinya. Salah satu kontroversi yang paling mencolok ketika Firli sampai harus diperiksa oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena naik helikopter mewah saat berkunjung ke Sumatera Selatan.

Lembaga Indonesian Corruption Watch (IC) pun membeberkan kalau di bawah kepemimpinan Firli dan pasca revisi UU, KPK memang semakin mandul dan lemah dalam penindakan kasus korupsi sehingga lembaga itu tak lagi disegani. Sejumlah kasus besar tak lagi terdengar, sejumlah buronan korupsi tak juga tertangkap, salah satunya jelas nama politisi PDI Perjuangan Harun Masiku yang menyuap komisioner KPU beberapa waktu lalu.

Sebagai pihak luar, tentu kita tak bisa menebak apa yang sesungguhnya terjadi di lembaga ini? Tapi sebagai masyarakat kita tentu masih sangat berharap KPK dapat menangani kasus korupsi yang masih sangat kompleks dan rentan di negara ini.(WW)

About the Author

menghabiskan sebagian karirnya sebagai wartawan dan redaktur di sejumlah media massa nasional (Sinar Harapan, MATRA dan Indopos). Konsultan Publik Relation terutama berkaitan dengan kasus lingkungan. Pemerhati dan penggiat sastera Melayu Tionghoa.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini