Memahami Financial Fraudulent Statement dan Pedoman Peraturannya

Dalam dunia audit korporasi dan bisnis, transparansi laporan keuangan merupakan pilar utama yang menopang kepercayaan investor, kreditor, dan pemangku kepentingan lainnya. Namun, Financial Fraudulent Statement atau Financial Statement Fraud, atau penyajian laporan keuangan yang sengaja dimanipulasi, menjadi salah satu tantangan terbesar yang mengancam integritas informasi keuangan dan merupakan jenis kejahatan yang sering kita selalu jumpai dalam dunia korporasi dan pasar modal. Pastinya para pembaca sering mendengar jokes (atau memang bukan jokes melainkan sudah menjadi kebiasaan) mengenai best practice pembuatan laporan keuangan suatu perusahaan; mereka akan membuat 3 versi: Laporan keuangan yang untung untuk RUPS (Pemegang saham) dan Publik, Laporan Keuangan yang rugi (untuk kepentingan perpajakan dan penghindaran pajak), dan Laporan Keuangan yang sesungguhnya untuk kepentingan pengurus perusahaan. Iya, praktek membuat 3 versi laporan keuangan tersebut merupakan bentuk Financial Fraudulent Statement.

Memahami Dengan Mudah Kejahatan Manipulasi Laporan Keuangan

Bayangkan Anda memiliki sebuah toko kue yang beroperasi di kota Anda. Sebagai pemilik, Anda ingin toko kue Anda terlihat sukses dan menguntungkan agar bisa mendapatkan pinjaman dari bank untuk memperluas usaha. Jadi, ketika Anda menyusun laporan keuangan toko Anda, Anda memutuskan untuk “mempercantik” angka-angka tersebut. Anda melaporkan bahwa toko Anda menjual lebih banyak kue daripada kenyataannya dan mengurangi biaya yang sebenarnya Anda keluarkan. Ini membuat toko Anda terlihat lebih menguntungkan daripada kenyataannya.

Dalam konteks BUMN, skenario ini mirip dengan apa yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. yang terlibat dalam skandal keuangan yang juga melibatkan auditor eksternalnya, KAP HTM. Audit yang dilakukan oleh KAP HTM gagal mengungkapkan manipulasi keuangan yang signifikan dalam laporan keuangan Kimia Farma. Skandal ini tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial bagi pemegang saham dan investor tetapi juga merusak reputasi PT Kimia Farma dan KAP HTM. Kepercayaan investor dan publik terhadap keandalan audit eksternal menjadi terganggu, yang memperburuk persepsi risiko di sektor farmasi dan pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Alhasil KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukankarena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampumelakukan review menyeluruh atas semua elemen laporankeuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen KimiaFarma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan.

Kasus heboh lainnya adalah Kasus antara Enron dan Akuntan Publik terkenal yang saat ini sudah bubar yakni Arthur Andersen di Amerika Serikat. Mereka contoh signifikan dari bagaimana manipulasi laporan keuangan dapat memiliki konsekuensi serius, tidak hanya untuk perusahaan yang terlibat tetapi juga untuk seluruh industri audit dan keuangan. Enron, yang pernah menjadi raksasa energi di Amerika Serikat, berkolusi dengan firma akuntansi Arthur Andersen untuk memanipulasi laporan keuangannya. Melalui penggunaan entitas tujuan khusus dan praktik akuntansi yang dipertanyakan, Enron berhasil menyembunyikan utang besar dan membangun laporan keuangan yang menyesatkan yang menunjukkan keuntungan yang tidak realistis. Ketika skandal ini terungkap pada tahun 2001, saham Enron anjlok, yang berujung pada kebangkrutan perusahaan. Arthur Andersen, yang pada saat itu adalah salah satu dari “Big Five” firma akuntansi di dunia, dituduh melakukan pemusnahan dokumen dan akhirnya kehilangan kredibilitasnya. Firma tersebut dinyatakan bersalah atas penghalangan keadilan dan akhirnya kehilangan lisensinya untuk mempraktikkan akuntansi, yang mengarah pada pembubaran firma tersebut.

Mengapa Financial Statement Fraud Dilakukan?

Sebenarnya tidak selalu tentang keuntungan pribadi atau golongan tertentu. Kadang, tujuannya adalah untuk membuat perusahaan terlihat lebih sehat secara finansial di atas kertas, yang bisa membantu dalam mendapatkan pinjaman, meningkatkan harga saham (untuk keperluan insider trading atau penggorengan saham), atau memenuhi ekspektasi pasar dan investor. Dalam konteks BUMN atau Badan Usaha yang terdapat saham Pemerintah di dalamnya atau perusahaan affiliasi BUMN, sebagai bentuk pemenuhan ekspektasi / target stakeholders seperti pemerintah ataupun masyarakat secara umum.

Aturan yang dapat dipakai dalam Mengaudit dugaan Financial Statement Fraud

Pasal 263 KUHP

Pasal 263 Ayat (1) dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia memberikan kerangka hukum yang jelas untuk menangani kejahatan yang berkaitan dengan pembuatan dan penggunaan dokumen palsu. Penerapan pasal ini sangat relevan dalam konteks Financial Fraudulent Statement yang sering melibatkan manipulasi dokumen untuk mengelabui atau menipu pemangku kepentingan. Ini menegaskan bahwa tindakan manipulatif dalam laporan keuangan tidak hanya merupakan pelanggaran etika bisnis, tetapi juga kejahatan yang dapat dikenakan sanksi berat.

Unsur-Unsur Pasal 263 Ayat (1) KUHP

  1. Subjek Pelaku (Barang Siapa): Pasal ini dapat berlaku kepada siapa saja, termasuk individu di dalam perusahaan seperti eksekutif atau karyawan yang terlibat dalam penyusunan atau penggunaan dokumen keuangan. Termasuk juga KAP yang digunakan perusahaan dalam membuat Laporan Keuangan.
  2. Tindakan (Membuat Surat Palsu atau Memalsukan Surat): Ini mencakup tindakan menciptakan atau mengubah dokumen, termasuk laporan keuangan, untuk membuatnya tampak sah padahal sebenarnya tidak. Misalnya, mengubah angka dalam laporan keuangan untuk memperlihatkan profit yang lebih tinggi atau kerugian yang lebih rendah.
  3. Objek (Surat): Di konteks keuangan, ‘surat’ bisa diinterpretasikan sebagai laporan keuangan atau dokumen terkait lainnya seperti bukti transaksi, catatan akuntansi, kontrak, atau dokumen keuangan lainnya.
  4. Kapasitas (Yang Dapat Menimbulkan Suatu Hak, Perikatan/Pembebasan Utang, atau untuk Bukti Suatu Hal): Dokumen keuangan yang dimanipulasi dapat menciptakan hak-hak tidak sah, seperti hak atas bonus atau insentif berdasarkan kinerja perusahaan yang dilaporkan, atau bisa juga mempengaruhi perikatan dan pembebasan utang perusahaan secara tidak sah.
  5. Intensi (Dengan Maksud untuk Memakai/Menyuruh Orang Lain Memakai Surat Tersebut Seolah-olah Benar dan Tidak Palsu): Hal ini menekankan pada niat untuk menipu, yang merupakan inti dari fraudulent financial statements.

Implikasi Hukum

Ancaman Pidana Bagi mereka yang terbukti melakukan kecurangan seperti yang diatur dalam Pasal 263 Ayat (1) KUHP, ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal enam tahun, yang menunjukkan seriusnya tindak pidana ini.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal di Indonesia memberikan kerangka hukum yang sangat penting untuk mengatur dan mengawasi pasar modal, serta menjaga integritas dan keadilan dalam aktivitas pasar. Berikut ini adalah penjelasan terkait Pasal 80 ayat (1) dan (3), serta Pasal 107 dari Undang-Undang tersebut:

Pasal 80 ayat (1) dan (3)

  • Ayat (1): Pasal ini menekankan tanggung jawab akuntan publik dalam pemberian pendapat audit. Akuntan publik harus memberikan pendapat yang objektif dan tidak bias, yang sepenuhnya didasarkan pada standar profesional dan kode etik akuntansi. Pendapat ini harus bebas dari konflik kepentingan, yang berarti bahwa akuntan tidak boleh memiliki kepentingan pribadi atau keuangan yang bisa mempengaruhi objektivitas atau independensinya. Ini penting untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang diaudit memberikan gambaran yang benar dan adil tentang keadaan keuangan perusahaan.
  • Ayat (3): Ayat ini menambahkan bahwa jika pendapat audit yang diberikan ternyata manipulatif atau menyesatkan, dan tidak didasarkan pada bukti audit yang sah atau standar profesional, akuntan publik dapat dituntut secara hukum. Hal ini bertujuan untuk mendorong akuntan publik agar selalu berpegang pada standar etika tertinggi dan menjalankan tugas mereka dengan integritas.

Selain itu Pasal 66 juga mengatur tentang kewajiban pelaporan oleh emiten dan pengawasan oleh auditor dalam pasar modal. Pelanggaran terhadap pasal ini berhubungan dengan gagalnya auditor dalam melakukan pengawasan dan pelaporan yang benar dan akurat.

Sanksi Hukum (Pasal 107)

Pasal ini menetapkan sanksi hukum bagi akuntan publik yang terbukti memanipulasi pendapat audit. Jika seorang akuntan publik memberikan pendapat yang menyesatkan atau tidak benar tentang laporan keuangan sebuah perusahaan, ia bisa dijatuhi hukuman pidana penjara hingga tiga tahun dan/atau denda maksimal lima miliar rupiah. Sanksi ini mencerminkan keseriusan pelanggaran tersebut dan bertujuan untuk mencegah manipulasi dalam laporan keuangan yang bisa merugikan investor, kreditor, dan pemangku kepentingan lain di pasar modal.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan standar dan integritas profesi akuntan publik, serta memperkuat regulasi terhadap praktik akuntansi dan audit di negara ini. Pasal 55 dari undang-undang ini secara khusus menangani isu manipulasi pendapat audit yang dilakukan oleh akuntan publik, tetapi dengan fokus pada kegiatan yang terjadi di luar pasar modal.

Pasal 55

Pasal ini secara eksplisit mengatur akuntan publik, yang memiliki peran penting dalam memberikan pendapat yang independen dan objektif tentang keadaan keuangan suatu entitas. Akuntan publik yang terbukti memanipulasi pendapat audit dapat dianggap melanggar hukum ini. Manipulasi pendapat audit mencakup segala bentuk pengubahan, pemalsuan, atau penyajian yang tidak benar dari fakta keuangan dalam laporan audit, yang dimaksudkan untuk menyesatkan atau menipu pihak yang menggunakan laporan tersebut. Hal ini bisa termasuk mengabaikan bukti penting, menerapkan standar akuntansi yang salah, atau sengaja menginterpretasikan fakta keuangan secara tidak benar.

Sanksi Hukum

Pasal ini menetapkan sanksi yang cukup berat bagi akuntan publik yang terbukti melakukan manipulasi pendapat audit. Ancaman pidana penjara mencapai hingga lima tahun dan denda maksimal sebesar tiga ratus juta rupiah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini. Sanksi ini diharapkan dapat mencegah akuntan publik dari terlibat dalam kegiatan manipulatif dan memperkuat kepercayaan publik terhadap profesi ini.

Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017

Peraturan ini menetapkan standar dan prinsip pengauditan yang harus dipatuhi oleh auditor, termasuk tanggung jawab auditor untuk melakukan identifikasi dan penilaian risiko kesalahan material dalam laporan keuangan.

Standar Audit (SA) 315 Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) tentang Pengidentifikasian & Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material

Standar ini menekankan pentingnya pemahaman auditor atas entitas dan lingkungannya untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan, yang terdiri dari:

  1. SA 500 SPAP tentang Bukti Audit: Menunjukkan persyaratan untuk auditor dalam pengumpulan bukti yang cukup dan tepat selama proses audit, yang merupakan dasar bagi auditor untuk menyimpulkan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar.
  2. SA 560 SPAP tentang Peristiwa Kemudian: Mengatur tanggung jawab auditor terkait dengan peristiwa yang terjadi antara tanggal laporan keuangan dan tanggal laporan auditor, serta tindakan yang harus diambil jika peristiwa tersebut mempengaruhi laporan keuangan.
  3. SA 700 SPAP tentang Perumusan Suatu Opini dan Pelaporan atas Laporan Keuangan: Menetapkan standar bagi auditor untuk merumuskan opini audit dan pelaporan atas hasil audit.

Sebagai konsekuensi dari pelanggaran ini, STTD auditor dibekukan selama satu tahun, yang menghentikan kemampuan auditor untuk melakukan audit legal di pasar modal Indonesia selama periode tersebut seperti halnya dalam kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018.

Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016

Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik mengatur sanksi berat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena pelanggaran dalam penyusunan dan penyajian Laporan Tahunan. Sanksi ini tidak hanya berdampak pada perusahaan secara keseluruhan tetapi juga secara individu terhadap anggota direksi dan dewan komisaris yang terlibat. Sesuai peraturan tersebut OJK akan mengenakan denda sebesar Rp100 juta yang ditanggung secara tanggung renteng oleh seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang menandatangani laporan tahunan tersebut. Tanggung renteng berarti setiap anggota direksi dan dewan yang menandatangani laporan tersebut bertanggung jawab secara penuh atas pembayaran denda, tidak terbatas pada bagian proporsional dari kesalahan individu, melainkan seluruh jumlah denda sebagai satu kesatuan.

Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 jo. SPAP Standar Pengendalian Mutu (SPM 1)

Regulasi ini menetapkan pedoman tentang pengendalian mutu audit yang harus diikuti oleh KAP. Ini termasuk persyaratan untuk memastikan bahwa audit dilakukan dengan standar tinggi untuk menjaga integritas informasi keuangan. Standar ini spesifik mengatur tentang pengendalian internal dan prosedur yang harus diikuti oleh KAP untuk memastikan kualitas audit yang tinggi dan konsisten.

Apabila terdapat masalah manipulasi laporan keuangan, suatu KAP dapat dilaporkan kepada Pusat Pembinaan Profesi Keuangan di Kementerian Keuangan. Ini menunjukkan adanya mekanisme pengawasan dan laporan yang ketat dalam sistem pengendalian mutu keuangan di Indonesia. Selanjutnya, OJK akan mengirimkan perintah agar KAP diminta untuk meninjau dan memperbaiki kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mereka. Ini mencakup evaluasi sistematis terhadap keefektifan prosedur yang ada dan penerapan perbaikan yang diperlukan untuk memenuhi standar yang ditetapkan.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

1 Comment

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini