Hal-Hal Termasuk dalam Materialitas di Bidang Akuntansi dan Audit

Pada dasarnya seorang Auditor memiliki tugas untuk memberikan jaminan atau suatu guarantee terhadap kewajaran suatu laporan keuangan yang diberikan oleh subjek audit agar tidak terjadi suatu kesalahan (error) yang masih dalam batas wajar atau adanya suatu penipuan (fraud). Secara personal, penulis terkadang juga sangat sulit menentukan standar materialitas yang pasti terhadap suatu subjek audit karena dalam menentukannya harus mempertimbangkan segala faktor yang ada, tidak hanya standar itu sendiri.

Nah, dalam menentukan suatu laporan keuangan tersebut masih dalam batas wajar atau tidak, maka seorang auditor membutuhkan alat atau standar yang sering disebut dengan materialitas. Jadi jika seorang auditor menemukan suatu kesalahan yang material, maka si auditor tersebut haruslah dapat menunjukan kesalahan tersebut kepada subjek audit untuk dikoreksi dan ditindaklanjuti. Dan apabila telah diberitahukan, subjek audit menolak atau tidak melakukan koreksi, maka auditor harus dapat mengeluarkan opini wajar dengan pengecualian (qualified) atau menolak (adverse) memberikan pendapat.

Apart from improving physical health, regular use of shilajit also helps in improving bulk viagra uk the emotional health of person. Who try over here generic cheap cialis wouldn’t like to enjoy the continued manliness which you always did enjoy earlier in the golden days? It can very safely be inferred that the golden days have returned. There are no cialis sale games or gimmicks here, either the ingredients have been proven effective for generations. All of the discount here buy generic levitra above ingredients are excellent as herbal treatment for swapnadosh.

Oleh karenanya Untuk membuat suatu keputusan terhadap laporan keuangan, seorang auditor haruslah mempunyai pengetahuan mengenai penerapan materialitas Namun sayangnya tidak semua Auditor memahami konsep materialitas ini, oleh karenanya ada baiknya memahami lebih lanjut mengenai topik ini.

Sehubungan dengan itu dalam bidang akuntansi sendiri, konsep materialitas sudah diatur secara detail oleh SAFC (Statement of Financial Concept) No 2 dan juga dibuat aturan teknisnya contohnya adalah Accounting Principles Board (APB) Nomor 18 yang mengatur tentang definisi materialitas dan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan materialitas. Sedangkan konsep materialistas dalam proses Audit dapat diketahui dalam Standar Audit (SA) Nomor 320.

Konsep Materialitas dalam Accounting Principles Board (APB) Nomor 18

Adapun konsep dalam Accounting Principles Board (APB) Nomor 18, sebuah investasi senilai 20 persen atau lebih dalam saham dengan hak suara dianggap adalah suatu yang material. Selanjutnya, Menurut APB Nomor 15 tersebut, suatu penurunan dengan nilai kurang dari tiga persen atas jumlah Earning Per Share (EPS) tidak dianggap material.

Selain itu, Financial Accounting Standards Board yakni Dewan Standar Akuntansi Keuangan swasta dari Amerika Serikat juga mengeluarkan standar baru sehubungan konsep materialistas ini, dimana mereka memberikan definisi mengenai hal-hal yang dapat dilaporkan sebagai salah satu yang menyatakan bahwa 10 persen dari laba, keuntungan operasi atau aset merupakan hal yang material. Sebagian besar SFAS (Statement of Financial Accounting Standart / dokumen formal yang diterbitkan FASB) juga menganut hal berikut: “Ketetapan atas pernyataan ini tidak perlu diterapkan pada hal yang tidak material”.

Konsep Materialistas Dalam Standar Audit (SA) Nomor 320

Dalam Standar Audit (SA) Nomor 320 diatur tentang Materialitas dalam Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan Audit. Jadi menurut standar ini Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait materialitas:

  1. Membutuhkan pertimbangan profesional;
  2. Bersifat relatif (tidak absolut);
  3. Ditentukan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan audit serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor (Par. A1);
  4. Bersifat akumulatif (tidak terpisah/sendiri-sendiri);
  5. Tidak ditentukan besaran / nilainya oleh Standar Audit;
  6. Dapat berubah seiring dengan progres audit

Di samping itu, diatur pula mengenai Faktor-faktor untuk mempertimbangkan basis (tolak ukur) untuk penentuan materialitas yakni:

  1. Unsur-unsur laporan keuangan (contoh: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban);
  2. Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan keuangan suatu entitas tertentu
  3. Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;
  4. Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (contoh: jika pendanaan sebuah entitas hanya dari hutang dan bukan dari ekuitas, maka pengguna laporan keuangan akan lebih menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada pendapatan entitas);

Selain itu, perlu juga diketahui bahwa masing-masing entitas memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam menentukan acuan dalam menghitung materialitas audit, berikut ini penentuannya berdasarkan karakteristik entitas tersebut:

  1. Entitas Profit Oriented lebih cocok menggunakan earning-based atau activity-based, sedangkan entitas Non-profit oriented lebih tepat menggunakan activity-based atau capital – based;
  2. Untuk entitas yang sudah konsisten memperoleh laba setiap tahunnya (profitable) lebih cocok menggunakan earning-based, sedangkan untuk entitas yang rugi atau masih titik impas (break event or loss making) lebih cocok menggunakan activity – based atau capital – based;
  3. Untuk entitas yang sudah lama berdiri (mature) lebih cocok menggunakan earning-based atau activity-based, sedangkan untuk entitas yang baru memulai operasional (start-up) lebih cocok menggunakan activity-based atau capital-based.

Selain itu, Persentase yang pada umumnya digunakan dalam menentukan materialitas audit adalah sebagai berikut:

  • Pretax income 5% – 10%
  • EBIT 5% – 10%
  • EBITDA 2% – 5%
  • Gross Margin 1% – 4%
  • Revenues 1/2% – 2%
  • Operating Expenses 1/2% – 2%
  • Equity 1% – 5%
  • Aset 1/2% – 2%

Di samping itu, mengenai Aspek keuangan yang dijadikan fokus (user’s focus) dalam menghitung angka materialitas adalah juga ditentukan oleh standar berikut:

  • Earning – Based yaitu angka materilitas mengacu pada laba yang meliputi pretax income, normalized earning, EBIT, EBITDA, atau gross margin.
  • Activity – Based yaitu angka materilitas mengacu pada kinerja entitas yaitu pendapatan dan biaya.
  • Capital – Based yaitu angka materilitas mengacu pada permodalan yang meluputi ekuitas dan aset

Sementara itu dalam proses audit, konsep materialitas ini haruslag ditentukan oleh auditor dengan mempertimbangkan segala faktor yang ada. Tidak ada aturan dalam Standar Audit yang mengatur berapa besaran atau persenan yang dianggap material. Karena Material atau tidak material itu ditentukan sendiri oleh penilaian dari auditor.

Namun bukan berarti hal itu tidak ada standar sama sekali ya. Misalnya Berdasarkan pengalaman penulis, batas materialitas sebesar 0,1% sampai dengan 1% dari harga pembelian merupakan threshold yang banyak diterapkan dalam banyak perjanjian bisnis berdasarkan data yang didapatkan beberapa konsultan. Namun hal tersebut tidak bersifat absolut, karena di lapangan, para pihak bisa saja menentukan lebih besar maupun lebih kecil.

Terkait dengan hal itu, dalam proses pengambilan materialitas dalam akuntansi dan audit pun juga berbeda satu sama lainnya. Dalam akuntansi, materialitas diambil dengan hanya mempertimbangan akun yang berkaitan tanpa mempertimbangkan faktor eksternal seperti contohnya lingkungan, pengendalian internal, faktor pengendalian lingkungan dan faktor lainnya. Sementara konsep materialistas dalam audit faktor-faktor eksternal selain akun terkait juga dipertimbangkan dalam menentukan materialitas.

Penulis sangat memahami bahwa konsep materialistas ini terkadang abstrak dan penerapannya berbeda dalam bidang akuntansi dan proses audit, oleh karenanya pemahaman standar-standar yang bahas sebelumnya harus dipahami oleh Auditor sebelum melakukan penugasan yang memerlukan penentuan materialitas dalam konsep laporan penugasan tersebut.

Semoga bermanfaat!

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini