Public Service Obligation (PSO) Sebagai Subsidi Pemerintah kepada Rakyat

Apabila Anda pengguna transportasi publik seperti kereta api pasti Anda pernah bertanya mengapa biaya transportasi umum milik pemerintah harganya sangat murah dibandingkan dengan transportasi swasta? Hal tersebut karena pada dasarnya transportasi publik mendapatkan subsidi pemerintah yang namanya PSO atau Public Service Obligation. PSO ini apabila ditranslasikan disebut dengan kewajiban pelayanan publik, namun dalam hukum bisnis dan audit umumnya disebut dengan PSO.

Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan PSO itu sendiri?

Secara umum PSO dimaknai sebagai kebijakan pemerintah kepada perusahaan umumnya kepada BUMN untuk memberikan dan menerapkan subsidi untuk mengoperasikan transportasi publik dalam jangka waktu tertentu, pada umumnya setiap setahun sekali tergantung ketersediaan anggaran yang ditetapkan dalam APBN/APBD pada tahun anggaran tersebut.

There are secretworldchronicle.com levitra 40 mg many other benefits of such an impact of supplement D. The pediatricians will decide my link cialis without prescription the sessions and protocols for each particulate with ASD. This is necessary because each medicine contains different compound which works in different manner and relieve erectile Our shop purchase generic cialis dysfunction for long hours. The smooth flow of blood in arteries helps men to secretworldchronicle.com buy levitra viagra get harder erection.

Namun pengertian PSO ini berbeda satu sama lainnya di masing-masing peraturan. Misalnya dalam Penjelasan pasal 152 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian ditentukan bahwa yang dimaksud dengan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) adalah suatu kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau. Intinya, PSO itu adalah subsidi pemerintah kepada masyarakat.

Karena PSO sering diberikan kepada Perusahaan BUMN di bidang Perkeretaapian, maka pada pembahasan kali ini kita hanya fokus pada PSO di bidang Perkeretaapian saja, meskipun fakta di lapangan, PSO juga pernah diberikan kepada PT Pos Indonesia (jasa layanan pos), PT Pelni (perusahaan pelayaran), dan TVRI (stasiun televisi). Jadi, walaupun asal mula PSO berawal dari sektor transportasi khusus kereta api, pada perkembangan PSO juga sudah diterapkan ke sektor komunikasi dan pengiriman barang.

Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa keberadaan PSO ini sebenarnya hanya untuk kelas-kelas tertentu saja dan untuk rute-rute tertentu saja, misalnya dalam Pasal 153 ayat (1) UU No.23 Tahun 2007 ditentukan bahwa Untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif angkutan yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman penetapan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik. Nah selisihnya inilah yang disebut PSO.

Mengapa PSO perlu?

Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut adanya kita membaca PP Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Dimana dalam Pasal 149 ayat (1) ditentukan bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat menetapkan tarif angkutan apabila:

  • Masyarakat belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk angkutan pelayanan kelas ekonomi; atau
  • Dalam rangka pertumbuhan daerah baru atau dalam rangka pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas pembangunan nasional yang secara ekonomis belum menguntungkan untuk angkutan perintis.

Nah jadi intinya PSO itu diperlukan karena beberapa kondisi yakni karena kemampuan ekonomi masyarakat setempat dan merupakan upaya untuk mengembangkan daerah tersebut atau sebagai perintis dalam mengembangkan perekonomian setempat karena faktanya transportasi merupakan faktor utama untuk meningkatkan perekonomian di suatu daerah atau suatu kawasan. Secara pararel, Pemerintah juga tidak ingin perusahaan penyelenggara transportasi publik merugi karena harus menurunkan harga tarif jasanya untuk mengakomodir kedua alasan tersebut, maka diperlukannya pemberian PSO.

Ketentuan PSO ini juga diatur secara gamblang dalam Perpres Nomor 73 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 53 Tahun 2012 tentang tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara.

Dimana dalam Pasal 2 Ayat (2) peraturan tersebut ditentukan bahwa dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian, Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan menetapkan tarif angkutan penumpang kelas ekonomi. Dalam Ayat (3) ditentukan bahwa Selisih antara tarif yang ditetapkan oleh Menteri dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation).

Siapa yang menetapkan Tarif PSO?

Pada dasarnya Perpres Nomor 73 Tahun 2021 Ayat (4) ditentukan bahwa Menteri (Perhubungan) menetapkan pedoman perhitungan tarif dalam penyelenggaraan angkutan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) oleh Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian.

Selanjutnya Menteri akan menugaskan BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian untuk menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) pada jaringan jalur yang sudah dioperasikan oleh BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian. Dan dalam melaksanakan penugasan tersebut, BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian dapat bekerja sama dengan badan usaha lain. Penugasan tersebut harus ditetapkan paling lambat 90 hari sebelum berakhirnya tahun anggaran.

Anggaran PSO

Pertanyaan selanjutnya, darimanakah anggaran PSO? berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang Dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi, khususnya dalam pasal 6 ayat (4) ditentukan bahwa Kontrak pelaksanaan PSO berdasarkan DIPA PSO Perkeretaapian yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Selanjutnya, Kontrak tersebut akan ditandatangani oleh Direktur Jenderal selaku KPA PSO Perkeretaapian dengan Direktur Utama BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian segera setelah diterbitkannya DIPA. Selanjutnya Kontrak tersebut harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.

Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif PSO

Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun 2018 tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api ditentukan bahwa Tarif angkutan orang dengan kereta api sesuai dengan kelas pelayanannya terdiri atas:

  1. Tarif angkutan orang dengan kereta api pelayanan non ekonomi
  2. Tarif angkutan orang dengan kereta api pelayanan kelas ekonomi

Selanjutnya Tarif angkutan orang dengan kereta api pelayanan kelas ekonomi dapat ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kewenangannya apabila masyarakat belum mampu membayar tarif angkutan orang dengan kereta api yang ditetapkan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk angkutan pelayanan kelas ekonomi.

Dalam hal tarif angkutan orang dengan kereta api yang ditetapkan oleh pemerintah lebih rendah dari tarif yang ditetapkan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian maka selisih tarif menjadi tanggung jawab pemerintah.

Terkait dengan pelaksanaan PSO dihubungkan dengan Angkutan orang dengan kereta api pelayanan kelas ekonomi dilaksanakan melalui penugasan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) oleh pemerintah kepada Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.

Sehubungan dengan besaran tarif angkutan orang dengan kereta api harus diumumkan kepada masyarakat paling lambat tiga bulan sebelum diberlakukan.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini