Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Melalui Swakelola Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018

Dalam proses bimbingan teknis penyerapan anggaran dan belanja ke Kementerian atau Lembaga Pemerintah, saya menemukan banyak sekali beberapa staff yang belum memahami masing-masing metode PBJ, peran masing-masing role dalam metode tersebut serta tata cara pembayarannya. Maka dari itu, untuk kali ini saya akan menulis series artikel terkait seluk beluk pengadaan barang dan jasa menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. Namun kali ini saya akan menulis mengenai PBJ dengan Metode Swakelola.

Apa itu PBJ Metode Swakelola?

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) oleh pemerintah merupakan aspek penting dalam pengelolaan sumber daya negara. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur pelaksanaan PBJ, termasuk metode Swakelola. Dalam konteks ini, Swakelola merujuk pada proses pengadaan yang dilakukan oleh instansi pemerintah tanpa melibatkan pihak ketiga. Sehingga tipe swakelola ini merupakan pengadaan barang dan jasa yang independen dari intervensi pihak lainnya.

Tipe-Tipe Swakelola

Adapun pengadaan tipe Swakelola dibagi menjadi empat tipe:

  1. Swakelola Tipe I:
    • Dilakukan oleh instansi penanggung jawab anggaran, menggunakan pegawai internal atau tenaga ahli (maksimum 50% dari tim pelaksana).
    • Pengadaan barang/jasa melalui penyedia dilaksanakan sesuai peraturan.
  2. Swakelola Tipe II:
    • Terjadi melalui kerjasama antara instansi penanggung jawab anggaran dengan instansi lain.
    • Kontrak ditandatangani oleh PPK dan Ketua Tim Pelaksana Swakelola.
  3. Swakelola Tipe III:
    • Dilaksanakan berdasarkan kontrak antara PPK dengan pimpinan organisasi masyarakat (Ormas).
  4. Swakelola Tipe IV:
    • Berdasarkan kontrak antara PPK dengan pimpinan kelompok masyarakat.
    • Nilai pekerjaan dalam kontrak termasuk kebutuhan barang/jasa dari penyedia.

Pembayaran dan Pengawasan Swakelola

Pembayaran Swakelola diatur sesuai peraturan perundang-undangan. Pengawasan dan pertanggungjawaban melibatkan:

  • Tim Pelaksana: Melaporkan kemajuan dan penggunaan keuangan kepada PPK secara berkala.
  • Tim Pengawas: Mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik serta administrasi.

Peran Tim dalam Swakelola

  1. Tim Persiapan: Menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya.
  2. Tim Pelaksana: Melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan kemajuan pelaksanaan dan penyerapan anggaran.
  3. Tim Pengawas: Mengawasi seluruh proses, dari persiapan hingga pelaksanaan.

Perencanaan dan Biaya Swakelola

Perencanaan meliputi penetapan tipe Swakelola, penyusunan spesifikasi teknis, dan perkiraan biaya. Biaya pengadaan dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola, dan standar biaya dapat diusulkan oleh PA kepada otoritas terkait.

Keuntungan PBJ Metode Swakelola?

Keuntungan dari penggunaan metode Swakelola dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, termasuk:

  1. Kontrol yang Lebih Besar: Swakelola memberikan kontrol lebih langsung kepada instansi pemerintah dalam pengelolaan proyek, memungkinkan penyesuaian yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan spesifik dan kondisi lokal.
  2. Fleksibilitas dalam Pelaksanaan: Swakelola memungkinkan fleksibilitas dalam pelaksanaan kegiatan, terutama dalam menangani perubahan yang tidak terduga atau kondisi khusus yang mungkin muncul selama proses pelaksanaan.
  3. Peningkatan Kualitas dan Efisiensi: Karena pelaksanaan langsung oleh instansi pemerintah atau entitas lokal, ada potensi peningkatan kualitas dan efisiensi, terutama jika mereka memiliki keahlian dan sumber daya yang relevan.
  4. Penghematan Biaya: Swakelola dapat mengurangi biaya, terutama biaya administrasi dan margin keuntungan yang biasanya diperhitungkan oleh penyedia barang dan jasa swasta.
  5. Pengembangan Kapasitas Lokal: Melibatkan tenaga kerja dan sumber daya lokal dalam proyek Swakelola dapat membantu pengembangan kapasitas dan keterampilan lokal.
  6. Transparansi dan Akuntabilitas: Dengan proses yang dilakukan secara internal dan pengawasan langsung, Swakelola dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik.
  7. Pendekatan yang Lebih Terintegrasi: Swakelola memungkinkan pendekatan yang lebih terintegrasi dalam pengelolaan proyek, dengan koordinasi yang lebih baik antara berbagai aspek dan fase proyek.
  8. Peningkatan Partisipasi Masyarakat: Khusus untuk Swakelola Tipe III dan IV, ada potensi peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pelaksanaan proyek, yang dapat membantu memastikan bahwa proyek tersebut sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masyarakat lokal.
  9. Pengurangan Risiko Penundaan: Karena prosesnya lebih terkontrol dan terpusat, ada kemungkinan pengurangan risiko penundaan yang sering terjadi dalam kontrak dengan pihak ketiga.
  10. Mendukung Kebijakan Pemerintah: Swakelola membantu mendukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat lokal, sesuai dengan prioritas dan tujuan pembangunan nasional.

Meskipun memiliki berbagai keuntungan, penting juga untuk memperhatikan dan mengatasi potensi kelemahan dari metode ini agar manfaatnya dapat direalisasikan secara maksimal.

Kerugian PBJ Metode Swakelola?

Swakelola sebagai metode pengadaan barang dan jasa pemerintah memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan:

  1. Keterbatasan Sumber Daya dan Keahlian: Dalam Swakelola, terutama pada Tipe I dan Tipe II, penggunaan tenaga ahli dibatasi hingga 50% dari tim pelaksana. Ini bisa menjadi masalah jika keahlian khusus yang dibutuhkan untuk proyek melebihi kapasitas atau keterampilan yang dimiliki oleh pegawai internal.
  2. Risiko Nepotisme dan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme): Karena Swakelola sering melibatkan kerjasama antar-instansi atau dengan kelompok masyarakat, ada risiko praktik nepotisme dan KKN, terutama jika pengawasan tidak cukup ketat.
  3. Pengawasan dan Akuntabilitas: Meskipun ada mekanisme pengawasan, realitasnya pengawasan ini bisa tidak efektif, terutama di daerah-daerah dengan sistem pengawasan yang lemah. Ini meningkatkan potensi penyelewengan anggaran dan kualitas pekerjaan yang rendah.
  4. Konflik Kepentingan: Dalam Tipe III dan Tipe IV, di mana pengadaan dilakukan melalui organisasi masyarakat atau kelompok masyarakat, bisa terjadi konflik kepentingan yang mempengaruhi objektivitas dan efisiensi pelaksanaan proyek.
  5. Keterbatasan dalam Penanganan Proyek Skala Besar: Swakelola mungkin tidak efektif untuk proyek-proyek berskala besar atau yang membutuhkan teknologi tinggi, di mana keterampilan dan sumber daya yang spesifik dan canggih diperlukan.
  6. Ketergantungan pada Sumber Daya Internal: Ketergantungan pada sumber daya internal dapat membatasi inovasi dan efisiensi, terutama jika instansi yang bersangkutan tidak memiliki sumber daya atau keahlian yang cukup.
  7. Pembatasan Kompetisi: Dalam Swakelola, tidak ada proses lelang atau tender terbuka, yang bisa mengurangi peluang untuk mendapatkan harga terbaik atau kualitas layanan yang lebih tinggi dari pasar.
  8. Lambatnya Proses: Swakelola sering melibatkan banyak lapisan birokrasi dan koordinasi antar instansi, yang bisa memperlambat proses pengadaan.

Mengatasi kelemahan ini memerlukan pengawasan yang lebih kuat, transparansi dalam proses pengadaan, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam instansi pemerintah.

Kesimpulan

Swakelola menawarkan pendekatan fleksibel dan terkontrol dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Melalui tata kelola yang ketat, transparansi, dan akuntabilitas, Swakelola memastikan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana publik. Implementasi yang baik dari Swakelola dapat meningkatkan kualitas pengadaan barang dan jasa, sambil memastikan penggunaan sumber daya yang bertanggung jawab.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini