Dokumen Pengadaan Harus mencantumkan persyaratan penggunaan TKDN pada PBJ Non APBN

Salah satu problem atau sanggahan yang sering penulis temui terkait dengan evaluasi atau reviu pelaksanaan penggunaan produk dalam negeri yang sering dicanangkan oleh pimpinan negara akhir-akhir ini adalah ketidaktahuan atau kurangnya awareness dari pengguna barang dalam pengadaan barang dan jasa Non APBN/APBD atas pencantuman syarat TKDN dalam dokumen pengadaan.

Alasannya sangat sederhana, mereka menganggap TKDN itu seharusnya tanggung jawab dari Penyedia sehingga tidak seharusnya mereka dibebankan untuk menghitung apalagi memikirkan mengenai capaian TKDN atas pekerjaan/proyek milik mereka. Penghitungan dan verifikasi TKDN merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan hanya mereka yang mempunyai skill dan pengetahuan yang mumpunilah akan mampu mengerjakan perhitungan TKDN ini.

Namun sayangnya, permasalahan TKDN ini tidaklah sesederhana itu, meskipun sebagai pengguna barang, tetap saja kewajiban untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi harus dilaksanakan oleh Pengguna Barang dengan bantuan surveyor independen tentunya.

Tidak sederhana pula memastikan persyaratan TKDN dalam tahapan perencanaan. Dalam dokumen perencanaan juga harus dimasukan. Tapi apa-apa saja dokumen perencanaan yang “diwajibkan” untuk mencantumkan persyaratan komponen TKDN/PDN ini?

Menurut Pasal 4 ayat (1) Permenperin Nomor 03 Tahun 2014 tentang Pedoman Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri yang menyatakan Pencantuman persyaratan penggunaan produk dalam negeri pada tahap perencanaan pengadaan meliputi:

  • penyusunan rencana umum pengadaan (RUP);
  • penyusunan spesifikasi teknis atau kerangka acuan (ToR atau KAK);
  • penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

Selanjutnya dalam Pasal 4 Ayat (4) ditentukan bahwa dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang tidak dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yaitu Dalam Penyusunan dokumen pengadaan, panitia pengadaan wajib mencantumkan persyaratan produk dalam negeri yang wajib digunakan.

Nah, jadi jelas ya 3 dokumen perencanaannya wajib mencantumkan persyaratan penggunaan produk dalam negeri. Jika tidak maka kondisi tersebut dapat menjadi temuan, dan terhadap ketidaklengkapan pencantuman tersebut, maka akan diberikan sanksi. Silahkan baca sanksi di artikel saya yang berjudul Ketentuan Insentif dan Sanksi TKDN yang harus diketahui.

Bagaimana Prakteknya?

Praktek di lapangan masih banyak yang tidak mencamtukan syarat penggunaan PDN dalam dokumen perencanaan. Namun berdasarkan pengamatan saya, beberapa BUMN dapat menunjukan komitmen/persyaratan TKDN/P3DN dalam lampiran dokumen pengadaan proyek atau pekerjaan dimana BUMN atau anak perusahaannya sebagai owner/pengguna.

Dimana terdapat pencantuman persyaratan persyaratan penggunaan produk dalam negeri dalam dokumen seperti rencana kerja dan syarat-syarat (RKS). Bahkan pada beberapa dokumen RKS juga ditentukan bahwa peserta pengadaan harus menyerahkan salinan sertifikat TKDN yang disahkan oleh instansi/lembaga yang berwenang yakni Kemenperin.

Selain dalam dokumen RKS, komitmen TKDN ini juga tercantum dalam dokumen Kontrak/PKS, dimana di pasal tertentu ditentukan bahwa mitra terpilih harus menerapkan TKDN berdasarkan persentase kandungan lokal atas setiap jenis barang sesuai dengan sertifikat TKDN. Akan tetapi sebenarnya kontrak/PKS ini bukanlah bagian dari dokumen perencanaan. Bahkan berdasarkan pengamatan saya, tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa persyaratan PDN/TKDN harus dicantumkan.

Akan tetapi kenyataannya dilapangan, banyak BUMN tidak dapat memperlihatkan komitmen TKDN dalam seluruh dokumen perencanaan pada satu pekerjaan khususnya dalam dokumen lelang/pengadaan seperti HPS, spesifikasi teknis, kerangka acuan dan kontrak pengadaan sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maksudnya seluruh disini, bahwa persyaratan TKDN/PDN tercantum pada ketiga dokumen perencanaan tersebut bukan hanya pada satu dokumen saja.

Mungkin sosialisasi dan bimbingan teknis mengenai pentingnya pencantuman TKDN ini penting untuk dilakukan, agar menyadarkan para perusahaan yang mengadakan barang dan jasa non APBN/APBD untuk memastikan seluruh dokumen perencanaannya mencantumkan dokumen persyaratan TKDN/PDN ini.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini