Penyimpangan-Penyimpangan Yang Sering Terjadi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pada sesi belajar Audit kali ini saya akan membahas mengenai Penyimpangan-Penyimpangan Yang Sering Terjadi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa penyimpangan-penyimpangan yang saya akan bahas ini bukanlah terbatas hanya itu saja, dalam prakteknya melainkan masih banyak lagi penyimpangan yang terjadi, nanti kita bahas dalam postingan-postingan selanjutnya. Selanjutnya dalam mengaudit baik itu Audit PKKN atau Audit Investigatif, seorang Auditor harus paham terlebih dahulu mengenai peraturan yang berlaku untuk objek, subjek, locus (tempat) dan tempus (waktu) audit. Maksudnya jika kejadiannya terjadi pada tahun 2013, maka wajib menggunakan peraturan yang berlaku pada tahun 2003, misalnya apabila terjadi dugaan korupsi terhadap pengadaan barang dan jasa pada tahun 2002 di Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Maka dalam melakukan Audit Anda harus menggunakan peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah yang berlaku pada tahun tersebut yakni Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

So online drugs http://greyandgrey.com/wp-content/uploads/2018/07/TWU-Presses-Case-Against-Diesel-TWU-Health-Safety-Summer-2015.pdf cialis 20mg no prescription are getting admired and they have popularity as branded drugs. The pills are clinically proven it and do not cast any kind of adverse side effect over the blood circulation mechanism, initially the stuff was known for the treatment of cardiac disease by promoting increased blood flow to produce an erection when the penis is manually stimulated, and can be obtained through a reputable online pharmacy. viagra generika http://greyandgrey.com/papers-publications/from-allen-to-rizzuto-nassau-lawyer-1998/ does not improve sex drive, only erections. They are holding teams to 88 points per game allowed, and they were significantly better than that in the cialis canada online 93-81 Game 2 win at Staples Center. One of these products is the http://greyandgrey.com/buy-3511 prices viagra generic, a medication that is accessible in the sort of a tablet.

Selain itu, juga harus perhatikan Perda-Perda yang relevan sehubungan dengan Audit yang dilaksanakan, misalnya pada tahun 2003 Provinsi Papua Barat sudah dimekarkan dari Provinsi Papua sehingga harus menggunakan Perda yang diterbitkan oleh Pemda Provinsi Papua Barat dan peraturan daerah lainnya misalnya mengenai Harga Barang dan Jasa Keperluan di daerah tersebut.

Jadi berdasarkan pengalaman mengaudit yang saya lakukan selama ini, terdapat beberapa Penyimpangan-Penyimpangan Yang Sering Terjadi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa yang saya temukan, antara lain sebagai berikut:

Penyusunan HPS tidak sesuai dengan ketentuan.

Sering kali ditemukan bahwa subjek yang diaudit tidak pernah membuat atau menyusun Harga Perkiraan Sendiri atau HPS. HPS ini penting untuk memperkirakan Belanja Modal dan lainnya melalui survei data harga pasar setempat dan untuk pengadaan lainnya dengan harga yang wajar menurut harga pasar setempat. Pada dasarnya HPS sering ditetapkan berdasarkan harga yang diperoleh dari masing-masing Kementerian yang menaunginya misalnya jika pengadaan dilakukan terhadap alat-alat di Bandara maka HPS dapat diperoleh dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Indonesia. Namun sering sekali subjek audit tidak pernah membuat HPS sehingga Barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dalam kontrak. Dan terkadang barang yang dibeli sangat mahal dan tidak wajar dari perkiraan harga setempat. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Selain itu tidak dilakukan survei HPS sebelum pengadaan juga melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pasal 66 ayat (7) yang menyatakan penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan. Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang sebelumnya juga mengatur keharusan HPS ini sebelum dilakukannya Pengadaan.

Barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dalam kontrak

Penyimpangan atau pelanggaran ini sering terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebenarnya masalahnya hanya karena kurangnya teliti pihak pembeli ketika serah terima barang/jasa atau pekerjaan telah diselesaikan 100 persen. Setelah pelaksanaan pengadaan tersebut, tanpa meneliti secara seksama spesifikasi barang dan jasa yang diselesaikan maka subjek sering dengan lalai membuat Berita Acara Serah Terima pekerjaan. Sehingga ketika Tim Auditor melakukan pemeriksaan fisik terdapatlah perbedaan spesifikasi barang/jasa dengan hasil cek fisik atau spesifikasi yang tertuang dalam kontrak. Hal ini tentunya bertentangan dengan beberapa peraturan menteri terkait misalnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.39 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Perhubungan, dimana dalam pasal 11 yang menyatakan Serah terima hasil kegiatan dilakukan setelah pekerjaan 100% (seratus persen) dan telah dilakukan penelitian administrasi dan teknis, disertai kelengkapan dokumen pendukung. Untuk pengadaan barang/jasa di lingkungan kementerian lainnya dapat pula anda cari mengenai peraturan terkait petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian yang bersangkutan.

Surat Perintah Kerja / SPK digunakan sebagai alat untuk mencairkan dana dan dananya digunakan untuk pengeluaran yang tidak sesuai ketentuan.

Nah penyimpangan ini sering sekali terjadi dilapangan, dimana SPK hanya digunakan untuk mencairkan dana dan dana tersebut digunakan untuk pengeluaran lain dan diluar kepentingan pengadaan. Penggunaan SPK yang bertujuan hanya untuk mencairkan dana tentunya bertentangan dengan Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 21 ayat (1) yang menyatakan Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan / atau jasa diterima.

Selain itu, Penyimpangan ini tentunya benar-benar murni akibat kesengajaan yakni memakai dana pengadaan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan kerugian keuangan negara. Hal ini tentunya bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Hal ini juga bertentangan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 42 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam Perpres 53 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dimana dalam pasal 10 ayat (3) yang menyatakan Pimpinan dan atau pejabat departemen/lembaga/ pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam anggaran belanja negara.

Berita Acara Serah Terima Barang/Pekerjaan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Nah ini sebenarnya hampir sama dengan penyimpangan yang dibahas sebelumnya yakni Barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dalam kontrak. Jadi terjadi kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja sehingga berita acara serah terima barang/pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi sebenarnya. Hal ini terkait adanya kesalahan atau cacatnya dokumen berita acara serah terima barang tersebut. Sehingga terhadap ketidaksesuaian data atau informasi spesifikasi yang terdapat dalam berita cara serah terima tersebut bertentangan dengan Peraturan Kementerian yang biasanya menjadi ruang lingkup pengadaan barang dan jasa tersebut seperti yang diberikan contoh sebelumnya yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.39 Tahun 2011, dimana dalam pasal 11 peraturan tersebut ditentukan bahwa Serah terima hasil kegiatan dilakukan setelah pekerjaan 100% (seratus persen) dan telah dilakukan penelitian administrasi dan teknis, disertai kelengkapan dokumen pendukung.

Pengeluaran biaya yang tidak ada dasar hukumnya (seperti biaya pembelian pulsa, biaya kunjungan dll).

Sering sekali terjadi pengeluaran-pengeluaran yang nilainya tidak dapat dipertanggung jawabkan serta tidak terdapat bukti-bukti pengeluaran yang dapat diakui. Maksudnya pengeluaran-pengeluaran tersebut tidak sesuai dengan standar biaya umum yang harus dipakai dalam menggunakan dana pengadaan barang dan jasa tersebut. Sehingga Kondisi di atas bertentangan dengan peraturan yang berlaku yakni Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Umum Tahun Anggaran sesuai pengadaan barang dan jasa tersebut. Karena setiap tahun anggaran mempunyai standar biaya umum yang berbeda tiap tahunnya, Tim Audit harus melakukan pengecheckan terhadap peraturan SBU tersebut.

Penyebab dan Dampak yang Ditimbulkan

Pada dasarnya Penyimpangan-penyimpangan sebagaimana diuraikan diatas disebabkan oleh lemahnya sistem pengendalian intern terutama pada unsur Lingkungan Pengendalian dan Kegiatan Pengendalian yang menjadi tugas dari Inspektorat di instansi yang bersangkutan atau APIP di daerah tersebut.

Adapun Pada Unsur Lingkungan Pengendalian terutama terkait dengan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi dari pihak-pihak terkait serta lemahnya pengawasan intern.

Sedangkan pada unsur Kegiatan Pengendalian, walaupun secara formal telah ditetapkan pemisahan fungsi terhadap pihak-pihak terkait, namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan tupoksi yang telah ditetapkan sesuai ketentuan atau SOP yang telah dibuat.

Disamping itu, adanya kerjasama pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan belanja barang dan belanja modal menyebabkan sistem pengendalian berupa saling kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing tidak berjalan dengan baik.

Penyimpangan berupa pengadaan barang tidak sesuai dengan surat perintah kerja dan pengeluaran yang tidak ada dasar hukumnya tersebut tentunya berdampak merugikan keuangan negara.

Selain itu, sebagai akibat dari pengeluaran belanja barang untuk kegiatan tertentu dengan menggunakan SPK, yang seharusnya dapat dilakukan secara swakelola dengan menggunakan dana Uang Persediaan, pelaksanaan kegiatan menjadi tidak efektif dan tidak maksimal karena dana yang digunakan telah dipotong PPN sebesar 10%, walaupun PPN tersebut telah disetor ke Kas Negara.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini