BAYANG BAYANG HOAX MASIH MENGINTAI PILPRES 2024

Konstentasi politik paling jahat, paling kotor, paling nggilani yang pernah muncul di era Otda sejak 2005 ini. Pilkada Jakarta 2017 ternyata bukan akhir dari kebrutalan. Melainkan menjadi pembuka dari kebrutalan politik lainnya.

Skala pertarungan yang hanya dibatasi oleh sekeping Ibu Kota, meluas dan mempengaruhi seluruh arsiran tanah air kita. Yang membedakan kali ini, adalah tingkatan kejahatan politik yang akan diumbar untuk jadi pemenang dalam pemilihan presiden.

Bagaimana tidak, ketika Petahana di era pertamanya, yang didukung oleh berbagai kelebihan dan sumber daya. Pula unggul dalam popularitas serta dinilai berkinerja baik. Dikalahkan oleh penyebaran ancaman, fitnah, dan isu-isu kepada pendukung dan calon pemilihnya.

Apa yang bisa kita pelajari di Jakarta yang konon kota paling “rasional” se Indonesia? Mengingat tingkat melek huruf dan pesatnya pembangunan, hingga update teknologinya, justru kekalahan kampanye rasional melawan kampanye irasional. Sebagaimana pengkabaran dari survei Median dikutip dari Katadata (11/04), bahwa pilihan emosional menentukan terpilihnya gubernur baru di Jakarta.

Pilihan Emosional Tidak Haram, Tapi Tidak Bertanggung Jawab

Pilihan emosional karena seagama, atau asal bukan Ahok sangat ironis dan miris tapi itu fakta empiris. Bilamana telah menjadi fakta empiris, maka upaya mengejar pilihan irasional tersebut dapat diduplikasi. Sehingga cara yang sama bisa memenangkan calon-calon “lemah”  lainnya di tanah air ini.

Jika publik Jakarta memilih secara irasional, dan mengindahkan kampanye rasional berupa program-program berkenaan dengan tujuan pembangunan, melanjutkan estafet kepemimpinan kota demi keadaban kota itu sendiri, maka daerah lain yang serba kekurangan segala sesuatunya dari Jakarta akan mengikuti nasib yang sama, yang artinya otonomi daerah salah arah, sehingga daerah tidak dapat lagi menyejahterakan penduduknya.

Lebih dari itu, kekalahan calon yang lebih mengedepankan rasionalitas pada Pilgub DKI Jakarta 2017 tersebut akan mengancam keberlangsungan sistem Merit berdasarkan progam dan prestasi yang selama era reformasi ini kita jalankan, puncaknya adalah perebutan kursi Presiden yang juga terancam oleh kemungkinan terpakainya cara kotor serupa.

Moral Demokrasi, Moral Terkorupsi

Demokrasi memang dijalankan dengan baik, orang-orang memilih dengan tertib tapi moralnya dikorupsi, pilihannya dibajak oleh rasa ketakutan yang irasional. Bukankah, sejauh mana pilihan rakyat berkualitas adalah esensi dari demokrasi. Jika rakyat terus-menerus digiring untuk memilih calon yang mengedepankan cara-cara kotor dengan intrik-intrik yang irasional, alih-alih bertarung program yang riil.

Lama-kelamaan sendi-sendi kebangsaan kita akan rusak, nasionalisme memudar, rasa memiliki hilang, sehingga siapapun pemimpin yang terpilih akan lemah dan tidak ada arti, pada akhirnya dari krisis politik, muncul krisis ekonomi, dari krisis ekonomi muncul krisis sosial berupa chaos, perang saudara, dan akhirnya menjadi negara gagal yang nasibnya bergantung pada kekuatan internasional.

Nasib Jokowi (Sejauh Ini)

So what are you waiting for? Buy Kumara now and enjoy intimate moments with your partner. free sample of viagra djpaulkom.tv But if your feelings of anxiety are not instead manifestations of the physical ailment or illness. buying viagra from india All of these forms are available at a medical online ordering viagra pharmacy; you can also buy kamagra online trough internet-based retailers. Physical causes include, heart diseases, diabetes, hormonal buying viagra in india imbalance, depression, stress and smoking.

Praktik demokrasi yang melakukan demoralisasi pada rakyat tersebut juga cepat atau lambat akan menggerus ketahanan dan kekuatan Presiden Jokowi. Artinya, segala kebaikan, pembangunan, upaya kesejahteraan yang dilakukan oleh presiden koppig itu tidak akan ada artinya dihadapan para pemilih irasional.

Bagi pemilih irasional kesejahteraan duniawi bukan segalanya, melainkan Tuhan, dan apabila Tuhan sudah diwakilkan suatu kelompok lawan Jokowi di tanah air dan orang-orang itu percaya demikian adanya, Jokowi “selesai”. Bahkan upaya kampanye positif yang digalang tidak akan bisa mengalahkan massifnya kampanye hitam yang disebarkan massif di luar kemampuan dan penanganan Jokowi dan aparatnya.

Akhirnya pemerintahan ini akan jalan terus dengan mengabaikan para hoaxer. Walau begitu, itulah yang memang secara strategis layak dicoba. Biarkan para hoaxer mendengung hingga bosan dan aral sendiri, karena tidak ditanggapi. Biarkan Polisi lakukan tugasnya dengan Cherry Picking, dengan alur sendiri hingga ke 2024.

Berkaitan dengan massifnya kampanye hitam, saat ini, saluran sosial media Whats Up (WA) memang menjadi alat paling strategis dan efisien dalam menyebarkannya. Pemerintah tidak dapat menyadap WA, para relawan politik anti hoax, tidak bisa berpindah saluran seenak hati atau mengintip ruang relawan lain, kecuali menjadi mata-mata. Sekedar mata-mata pun tidak dapat mempengaruhi penyebaran kampanye hitam, dengan kata lain upaya tabayun atau verifikasi kelompok anti hoax.

Pilpres 2024

Kepandaian para pelaku fitnah dan hoax politik makin canggih. Mereka sangat mengetahui sifat dasar manusia Indonesia, yang malas baca. Akhirnya upaya verifikasi menjadi amat sangat berat. Sebagai contoh : Apabila telah di “fatwa” kan oleh “orang terpercaya” bahwa seseorang yang berkulit hitam itu ternyata berkulit kuning, maka berkulit kuninglah dia, alasan pendukung bahwa si hitam itu kuning memang bisa dicari tapi biasanya telat disampaikan.

Hoax. Semakin mengada-ngada justru semakin baik, karena pada dasarnya masyarakat Indonesia menyukai hal mistis dan gaib.

Misalkan kelak pada 2024 Ganjar Pranowo juga difitnah keturunan china, kulit sawo matangnya didapat dari teknologi salep, atau dimandikan lewat air khusus penuh mantra oleh dukun dan melalui pertapaan panjang di gunung Chenlung China (entah di mana gunungnya itu tidak penting), yang membuat Ganjar dan keturunannya menjadi berkulit galibnya orang Jawa.

Atau Anies Basweda, sudah jadi orang jawa sejati yang telah diurapi oleh Sang Hyang Jawy di bukit kemukus, darahnya sudah di isi darah gabungan Brawijaya dan Nyi Roro Kidul, serta diberikan amanat oleh Dewi Sri, dan seterusnya.

Orang Indonesia mudah percaya dengan isu tersebut, masyarakat Indonesia masih simpel, tidak ingin terlibat hal-hal rumit seperti memadukan fakta, merangkai logika, atau membangun silogisme. Mereka akan ambil yang jamaknya saja, mereka mudah percaya sesuatu yang mistis, khayali, imajiner. Imajinasi ini sangat ekonomis dan tidak membutuhkan bayaran seperti membaca buku yang harus membayar mahal. Tidak mesti sekolah yang mesti diperas kantung orang tuanya, oleh para pejabat sekolahnya untuk jadi pintar.

Tiap yang melawan Anies Baswedan pun bisa saja dibuat-buat mendukung kelompok terlarang, sebut saja kelompok bakekok yang pernah kudeta di Indonesia, isu-isu berkaitan dengan kedekatan tersebut bisa diproduksi masal, massif, dan tanpa bisa dicegah

kecuali ada yang meledakkan seluruh gardu PLN se-Indonesia yang membuat negeri ini kembali ke era kode morse. Rakyat tentu malas belajar kode morse. Tapi yang penting, demokrasi kita bisa diselamatkan.

About the Author

Jurnalis asongan, pengais setiap rizki halal, penitip setiap doa baik di dunia. Politisi yang menunggu dikarbit. Kyai kantong bolong. Lahir di dusun kecil Jalancagak, tinggal di dusun kecil Jalancagak. Berharap menutup hari tua di dusun kecil Jalancagak.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini