Kasus KDRT Kombes RW Viral, Polri Punya “PR Baru” dalam Disiplinkan Personil

Pandemi yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu, memang sangat berdampak pada masyarakat di tanah air. Salah satunya yakni maraknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Berdasarkan data aduan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (Sejiwa) yang masuk ke nomor layanan pengaduan Kemen PPPA pada 10–22 Mei 2020 terdapat 453 kasus kekerasan, dengan 227 jasys di antaranya merupakan kasus KDRT dan 211 merupakan laporan KDRT dilakukan oleh suami terhadap istri dan anak-anak.

Salah satu kasus yang viral pada Sabtu, 25 Juli 2020 lalu justru malah melibatkan aparat penegak hukum yang berdinas di Bareskrim Mabes Polri. Peristiwa ini menyebar ke publik melalui sebuah suara rekaman peristiwa penganiayaan rumah tangga yyang diunggah pada akun intagram milik AR, yang tak lain adalah anak dari sang polisi yang seharusnya menjadi pelindung keluarga dan masyarakat.

Rekaman suara yang viral itu sebenarnya tak akan terlalu heboh, jika pelakunya hanyalah orang biasa. Namun karena pelakunya adalah Penyidik Utama di Bareskrim Mabes Polri, tentu saja ini menjadi perhatian para kuli tinta (wartawan). Maka peristiwa penganiayaan ini segera menyebar kemana-mana dan jadi konsumsi publik.

Dalam Akun Instagramnya AR sendiri menyatakan apa yang dilakukannya bukanlah demi mencari sensasi dari masyarakat untuk menambah jumlah pengikut di akun media sosialnya. AR mengatakan dirinya sama sekali tidak mengada-ada karena dirinya pun menjadi korban sang ayah dan telah divisum. Sang ayah marah padanya dan memaksa mengambil rekaman itu setelah ibunya mengancam akan melaporkan kasus ini kepada aparat Propam Mabes Polri.

Akhirnya kasus ini memang benar-benar dilaporkan sang isteri ke Polsek Kelapa Gading dan akhirnya dilanjutkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Polres Jakarta Utara. Anehnya, setelah dirinya dilaporkan oleh isterinya L, sang polisi pun malah melaporkan balik isteri dan anaknya dengan tuduhan yang berbeda.

The needles are so fine and when it is inserted in your body, slight tingle on line cialis may be experienced. Perhaps, you have already come across some of the symptoms which include headache, dizziness, pain in the area, the problem might for sale viagra not be such a severe or serious one but just vaginal or urinary infections. You can also gain harder and fuller good service free viagra online erection for pleasurable lovemaking. You need to take care of the high cholesterol, high blood sugar levels, atherosclerosis, diabetes and vascular diseases are further reason for males to be in contact of erectile dysfunction. cheapest cialis

Viralnya kasus KDRT yang dilakukan oleh Kombes RW, tentu saja langsung memancing reaksi dari Mabes Polri selaku institusi tempat yang bersangkutan berdinas. Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Awi Setiyono seperti diwartakan Liputan 6 (26/7/2020) mengatakan RW akan dimintai keterangan oleh Paminal Divisi Propam Mabes Polri pekan depan. Awi mengaku prihatin mendengar ada anggota Polri yang diduga melakukan KDRT dengan cara menganiaya anak dan istri. “Kita sangat prihatin masih ada anggota bersikap demikian terhadap keluarganya. Jika terbukti, itu masuk pelanggaran kode etik dan bisa dipidana,” jelas Awi.

Peristiwa KDRT yang dilakukan oknum aparat Polri bukan kali pertama ini terjadi. Sebelumnya sudah ada beberapa kasus yang mendahului, dimana pelakunya bisa seorang polisi berpangkat rendah sampai dengan seorang jenderal atau calon jenderal seperti Kombes RW.

Seperti kasus penganiayan yang melibatkan Jenderal Y yang dilaporkan isterinya Anita ke Propam Mei 2012. Lalu ada lagi Briptu RRU, oknum Polres Talaud dilaporkan isterinya Charita ke Propam Polda Sulut, KRA anggota Polda Kalteng yang juga menganiaya isterinya 24 Maret 2018 dan divonis 1 tahun penjara. Kemudian ada Briptu HM dari Polres Pedie Aceh yang dipecat akibat menganiaya isterinya dan mungkin banyak kasus lain.
Peristiwa-peristiwa KDRT yang melibatkan oknum aparat kepolisian ini jelas akan menjadi sebuah pekerjaan rumah (PR) baru bagi Polri yang sedang giat-giatnya membangun citra positif di mata masyarakat. Setelah kasus pencopotan tiga jenderal dalam keterkaitan dengan buronan Bank Bali Djoko Tjandra, tentu kasus ini kembali mencoreng wajah Polri, Bareskrim khususnya.

Mungkin ke depan, penegakan disiplin bagi personil Polri harus semakin dikedepankan. Sebab tanpa disiplin yang baik, sejumlah pelanggaran demi pelanggaran, bahkan bisa berujung pada perkara pidana akan semakin merongrong citra Polri di mata publik. Masyarakat pasti akan menilai, aparat saja melakukan KDRT, mengapa rakyat sipil yang selalu disalahkan.

Selain itu semakin maraknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga jelas akan menjadi PR penting bagi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk lebih gencar dalam mensosialisasikan UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dan ini tentu saja tak bisa diselesaikan dengan pendekatan instrumental dan intervensi negara, tetapi juga dibutuhkan pendekatan-pendekatan lain termasuk pendekatan keagamaan dan sosial budaya. ()

About the Author

menghabiskan sebagian karirnya sebagai wartawan dan redaktur di sejumlah media massa nasional (Sinar Harapan, MATRA dan Indopos). Konsultan Publik Relation terutama berkaitan dengan kasus lingkungan. Pemerhati dan penggiat sastera Melayu Tionghoa.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini