“Perang Bintang” di Pilkada Tangsel

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri akhirnya mencapai kata sepakat bahwa pilkada serentak tahun 2020 diundur pelaksanaannya dari September menjadi bulan Desember mendatang. Kalau kita lihat banyak media massa kini menyorot soal isu “dinasti politik baru” di negeri ini pasca keikutsertaan sejumlah kerabat atau pun anak pejabat dalam kontestasi 5 tahunan ini.

Yang paling banyak disorot tentu saja Pilkada Surakarta (Solo) yang kemungkinan menjadikan Gibran Rakabumi, putera pertama Presiden Joko widodo menjadi calon tunggal yang akan melawan kotak kosong. Atau kalau pun ada lawannya dari unsur calon independen. Kehadiran Gibran mengikuti jejak sang ayah inilah yang kemudian membuat sebagian kalangan mengkritik hal itu.

Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali dalam sebuah wawancara di TV One menyebutkan dalam sejarah Indonesia, baru kali pertama ada anak calon presiden yang maju sebagai calon kepala daerah.

Bagi saya, secara pribadi hal seperti ini wajar-wajar saja. Karena memang tak ada larangan khusus dalam mekanisme pilkada soal anak pejabat aktif ikut gelaran “pesta rakyat”. Sudah sejak lama “politik dinasti” dimunculkan di tanah air, dan itu sah-sah saja.

Di Makassar sana, sudah biasa kerabat dari mantan Wakil Presiden Jusuf kala bertarung dalam pilkada, di Palembang, klan dari Alex Noerdin juga kerap turun gelanggang, di Banten, kerabat mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sudah hal lumrah menduduki posisi wali kota atau bupati. Bahkan kini Andika Hazrumi (anak Atut) juga menjadi Wakil Gubernur Banten. Semua itu kan sangat tergantung masyarakat pemilihnya. Memang bagi kelompok yang kontra tentu ini jadi makan empuk untuk melakukan “serangan”.

Bicara soal Banten, tahun ini sebuah ajang kontestasi Pilkada paling seru akan terjadi Kota Tangerang Selatan atau biasa disebut orang Tangsel. Ini hanyalah sebuah kota baru dari Provinsi Banten, namun gaung pilkada kota ini seharusnya akan menjadi ajang paling bergengsi karena posisi kota ini persis “bersentuhan langsung” dengan Jakarta selaku ibu kota negara. Tentu saja, kota ini jadi bidikan langsung partai-partai politik menjelang Pilkada DKI dan tentu saja Pilpres 2024 mendatang.

The storage instructions are mentioned on the label which is applied on a present situation when cialis on line the equipment requires a professional assistance. generico cialis on line There is an alternative way to get all benefits provided by healthy physical intimacy. Impotence super cheap viagra is one of the most common sexual problems, especially in males above 40. Availability of the tablets- Easy and widely-used mode of online purchase has made it easier to understand in layman terms. buy cialis professional

Di Pilkada Tangsel inilah, peta kekuatan partai-partai pengusung akan diuji. Dan kalau melihat fenomena politik dinasti seperti diurai di atas, pilkada Tangsel ini justru yang paling menarik. Mengapa demikian? Karena tak seperti kontestasi Pilkada Solo yang hanya diikuti Gibran sebagai trah Jokowi, di pilkada Tangsel akan ada tiga kekuatan besar dari dinasti politik yang akan saling sikut. Mereka adalah Azizah selaku puteri Wakil Presiden Maaruf Amin, Saraswati yang merupakan keponakan Prabowo Subianto dan Pilar yang merupakan trah dinasti politik Banten dan merupakan keponakan Wali Kota Tangsel Airin, anak dari Bupati Serang Tatu Chasanah serta sepupu Wakil Gubernur Banten Andhika.

Jika ketiga nama di atas terus melenggang hingga menjadi calon tetap, maka bisa dipastikan akan ada “perang bintang” di pilkada Tangsel. Hal ini menarik, karena Tangsel merupakan miniaturnya Ibu Kota. Apa yang ada di Ibu Kota Jakarta, kini juga ada di Tangsel. Bahkan kantor pusat perusahaan besar dan universitas besar juga mulai memindahkan aktivitasanya ke kawasan BSD yang notabene sebagian besar berada wilayah Tangsel.

Hingga memenangkan “perang bintang” dalam pilkada Tangsel pasti juga akan memenangkan gengsi. Dua partai politik yang selama ini pernah berseteru yakni PDIP dan Gerindra telah memutuskan koalisi dan mengusung pasangan Sekda Tangsel Muhammad dan Saraswati (Keponakan Prabowo). Dan kalau saja PSI tak menarik diri karena calonnya dicampakkan Muhammad ini akan jadi gerbong besar kelompok yang selama ini cenderung disebut partai berbasis nasionalis.

Lawannya Benyamin Davnie (Wakil Wali Kota Tangsel) dengan Pilar yang mengusung trah dinasti Politik Banten (keponakan Atut dan Airin) saat ini diusung oleh Partai Golkar yang bisa melenggang sendiri. Sebagai Wakil Wali Kota, tentu bang Ben, panggilan akrab Benyamin Davnie sudah mengantongi restu dari trah politik Banten yang didukung oleh massa yang cukup militan. Mereka akan bertambah kuat, jika kemudian PKB, PAN, PSI yang masih galau melabuhkan pilihan ke pasangan ini.

Dan terakhir yang bisa saja menjadi “kuda hitam” adalah pasangan Azizah, yang akan didukung oleh kekuatan Nasionalis dan Nasionalis Islami dari PKB yang merupakan basis massa Kyai Maaruf tentu akan bertambah kuat setelah menggaet Ruhamaben yang memiliki basis massa militansi ala PKS.

Sehingga ibarat sepak bola, Pilkada Tangsel akan lebih menarik disaksikan dibandingkan pertarungan pada pilkada Surakarta. Kalau di Surakarta orang hanya akan melihat pertarungan antara Goliath (trah Jokowi) melawan David (calon lawan Gibran kalau ada). Sementara di Tangsel, kita akan menyaksikan “perang bintang” yang sesungguhnya. Apalagi kita akan bisa melihat kembali “kemesraan” Gerindra dan PDIP yang bukan tidak mungkin akan berkoalisi di Pilpres 2024. ()

About the Author

menghabiskan sebagian karirnya sebagai wartawan dan redaktur di sejumlah media massa nasional (Sinar Harapan, MATRA dan Indopos). Konsultan Publik Relation terutama berkaitan dengan kasus lingkungan. Pemerhati dan penggiat sastera Melayu Tionghoa.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini