Warteg Alias Warung Tegal

Warteg tidak selalu dimiliki oleh para migran asal Tegal yang bermukim di kota kota besar. Warteg tidak mutlak lagi milik orang Tegal seperti yang ada di dekat rumah. Warung nasi dengan segala lauk pauknya persis warteg, akan tetapi milik orang Sunda. Konsumen, dan Orang orang yang makan di situ menyebutnya warteg. Pemiliknya tidak menolak atau mengiyakan warungnya disebut warteg. Kira-kira dia menyebutnya, “ah tak apa yang penting warung kami laku dan pelanggannya banyak…tak apalah disebut warteg, walau kami bukan orang Tegal…” kata pemiliknya.

Warteg tumbuh subur di kota kota terutama Jakarta. Pekerja mulai dari buruh sampai dengan karyawan makan di warteg. “Di mana lagi makan dengan harga terjangkau..hanya ini yang pas dengan kantong..” begitu kata Wardi, tukang bangunan yang beli nasi bungkus di warteg dengan tempatnya bekerja di proyek rumah.

“nasi telor, tahu dan sayur sedikit buat para tukang..yang penting jangan sampai perut kosong bekerja seharian. Makan minum, terus tambah kopi…kerja dari jam, 8 sampai jam 4..”

Menu Warteg ada yang lebih variasi, dan bahkan menu seperti restoran dengan harga masih bisa dijangkay oleh konsumen. Para pekerja kantoran atau staff atau eksekutif banyak yang makan hari hari di Warteg. Menu warteg yang cukup favorite yang selalu tersedia di warteg warteg yang besar adalag Telur dadar, Sop iga buntut dan aneka sop lainnya,sambel goreng ati kentang, ati ampela balado, ayam goreng Tempe orek. Telur balado,Tongkol balado. Sayur sop. Ayam GorengTumis sayuran.

Perkedel kentang. Balado terong.Dengan menu seperti itu sudah memuaskan buat kalangan pekerja yang berangkat dari rumah harus subuh, makan sarapan seadanya, lebih sering makan dijalan, dan memuaskan makan siang di warteg dengan aneka menu. Begitulah asupan makanan bagi pekerja mulai dari rendahan sampai yang kelas tinggi.

Dari catatan keadaan pekerja di kota, hampir tujuh puluh persen asupan makan para pekerja dari luar rumah.Hal ini menunjukkan betapa pentingnya warteg atau warung lainnya dan restoran yang mendukung kebutuhan perut para pekerja.

Ya sekali sekali makan di mall, atau di tempat yang lebih bergengsi. Tetapi tidak setiap hari…Bisa bangkrut kalau makan di mall tiap hari….kadang minta office boy beli makanan bungkus dan makan di kantor bersama teman teman sekantor. Kadang cari resto, lebih sering makan pesan atau ke warteg..” begitu yang dikatakan Dino, karyawan yang kantornya dekat dengan Pondok Indah Mall.

Kalau liat dari sejarahnya, jelas bahwa warteg muncul karena kebutuhan pekerja kota, diperkirakan warteg muncul sekitar tahun 1950-60-an. Kemunculannya bebarengan dengan pembangunan infrastruktur Ibu Kota yang berjalan pesat setelah 20 tahun kemerdekaan Indonesia.

Kala itu Presiden Soekarno menginstruksikan mempercepat pembangunan Ibu Kota. Membangun sebanyak mungkin Gedung Gedung dan segala fasilitas mempercantik Ibukota. Konsekuensinya membutuhkan Tenaga buruh dan pekerja lainnya dalam jumlah banyak. Tenaga yang membutuhkan makan tiap hari, yang tidak mungkin disuplay dari rumah sebab mereka adalah para pekerja migran. Momen ini lalu dimanfaatkan oleh para migran, termasuk yang berasal dari Tegal untuk mengadu nasib di Jakarta yang saat itu kebanyakan bekerja sebagai buruh bangunan di lokasi proyek. Sementara isteri para buruh itu membuka usaha dengan buka warteg ini untuk menyediakan makanan dan minuman menu rumahan.

Warteg tidak mandeg, dan tidak akan pernah mandeg Konsumennya bukan lagi kalangan bawah. Pemilik warteg di kota (Jakarta) saling adu kreatif, menu makanan dibuat seperti restoran. Makanan enak sehat nikmat, selera rumahan dengan harga murah. Cocok bagi pekerja di kota yang 70persen kegiatannya berada di luar rumah. Interior di warteg di lebih bersih, ada wastafel, ada toilet, ada TV. Bisnis Warteg makin ketat, media online, turut serta promosi warteg favorite. Serius. Warteg punya dana promosi, dana kerjasama, ikut ambil bagian dalam event penting di kota. Pendek cerita Warteg tidak seperti gambaran dulu kala; produknya, manajemennya, konsumennya. Kami ingin tampil beda.

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini