Tenganan-Pegringsingan Melestarikan Tradisi dengan tampil beda

Tontonan tradisional tetap menjadi ikon wisata Bali. Barangkali dalam konteks itu, orang Tenganan yang tinggal salah satu desa di Bali itu berupaya melestarikan tradisinya. Melestarikan tradisinya karena menjadi tontonan menarik bagi para turis yang tak kunjung habis berdatangan ke pulau Dewata ini. Melestarikan tradisi karena nilai dan norma dari para leluhur terenkulturalisasi, melalui sejumlah upacara lingkaran hidup mereka. Beruntung karena tradisi upacara itu disukai wisatawan sehingga mendatangkan uang yang banyak yang bisa mengongkosi pemerintah daerah untuk terus menerus menyelenggarakan event event penting.

Mereka, komunitas desa Tenganan tidak menampilkan upacara upacara tradisi Bali pada umumnya, tetapi Bali berdasarkan tradisi nenek moyang mereka. Tradisi nenek moyang yang dipercaya oleh para leluhur itu bukan dari tradisi Majapahit. Konon hanya 2 desa di Bali yang mempunyai ciri tradisi yang mirip dengan Tenganan yakni, desa Trunyan di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dan desa Sembiran di Kecamatan Tejakule, Kabupaten Buleleng. Dalam literatur dikatakan bahwa 3 Desa di Bali itu digolongkan sebagai Bali Aga ialah desa yang gaya hidup masyarakatnya, masih berpedoman pada peraturan dan adat istiadat peninggalan leluhur, dari jaman sebelum kerajaan Majapahit.

Dalam tradisi Tenganan dan dua desa Bali Aga lainnya, tidak dikenal istilah kasta. Komunitasta hidup dalam system egalitarian. Perkawinan terjadi antar warga di desa. Seperti apa yang terjadi bila seorang menikah dengan orang di luar warga desa? Mesti memjadi studi yang menarik. Hal ini seperti yang terjadi di Baduy di mana perkawinan harus di antara mereka, kalau tidak harus keluar dari desa. Apakah memang demikian, mesti dicari tahu.

Warga desa yang meninggal tidak dibakar (ngaben) melainkan dikubur. Mereka berbeda dengan sebagaimana umumnya Hindu di Bali yang harus dibakar jenazah. Tiga desa itu mempertahankan ciri khas tradisinyadari pengaruh Hindu/Majapahit.

Tradisi Tenganan yang disebut Bali Aga itu membuat banyak wisatawan penasaran, apalagi kemasan promosi wisata yang menekankan keunikan yang spesifik Tenganan antara lain gadis berayunan berkemben kain geringsing yang mahal harganya. Ada beberapa tradisi yang dilestarikan oleh orang Tenganan dan sekaligus yang dianggap menjadi tontonan menarik bagi wisatawan. Tradisi itu dikenal dengan nama Ayunan dan Perang Pandan atau Mekare-kare. Kegiatannya hanya ada pada bulan kelima (menurut penanggalan di Desa Tenganan Pegringsingan), yang disebut Sasih Sambah, biasanya jatuh sekitar bulan Juni-Juli. Sasih Sambah ini merupakan salah satu bulan dimana berlangsungnya upacara-upacara adat terbesar yang diadakan di desa Tenganan Pegringsingan tersebut.

Tradisi Tampil Beda

Hari ini di bulan Juni adalah acara puncak Sasih Sambah. Para gadis gadis-gadis setempat akan bermain ayunan. Gadis-gadis itu memakai kemben dan selendang geringsing, sebanyak 6-8 orang gadis kemudian duduk bangku ayunan, lalu dua laki-laki manjat di bandulan kemudian menggoyang ayunan berputar ke atas ke bawah. Konon tradisi ayunan ini bermakna sebagai bagian dari rangkaian upacara memohon keselamatan kepada Tuhan. Ada yang mengatakan bahwa tradisi ayunan dilakukan mempererat tali persahabatan seusai perang pandan.

Menurut Jero Mangku Widia, pemangku desa adat Tenganan pegringsinan Tradisi Ayunan untuk keselamatan hidup. Ia mengakui kurang paham soal asal usul tradisi, tetapi menurutnya selama ada Usaba Sambah, maka ritual ayunan itu tetap dilakukan.

Makna religius di balik ayunan penting, tetapi nampaknya ayunan dan para gadis yang duduk dalam ayunan itu amat penting bagi wisatawan. Salah satu yang memberi kesaksian di saat gadis berayun ayun, mengatakan bahwa gadis kemben menonjolkan eksotisme. Entah apa itu artinya. Mereka ingin melihat eksotisme dari para gadis berpakeian kemben, dengan selendang geringsing bermain ayunan.Penonton sabar menunggu, terutama fotografer dari berbagai belahan dunia, acara para gadis berkemben berayunan hanya ada di sini. Karenanya mereka mereka ingin mengabadikan momen itu dalam karya foto, filem/video.

Sesungguhnya tradisi mulai dari upacara, barang, pakaian, kain dan lain sebagainya merupakan bagian dari daya Tarik wisata. Tenganan tanpa kain gringsing menjadi kurang menarik, Tenganan tanpa upacara upacara yang tampil beda, apalagi. Inilah Bali dengan aneka ragam tradisinya. Inilah Indonesia dengan keberagaman latar belakang budayanya.

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini