Makna Sesungguhnya Blusukan

Ini bukan cerita tentang Jokowi, yang sekarang menjadi presiden kita. Ini cerita tentang metode memahami keluhan rakyat tentang, kebutuhan, keinginan, prestasi dalam soal ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lagi sebagainya. Sesungguhnya blusukan adalah metode menggali informasi, umumnya secara kualitatif tentang keadaan sehari-hari dari sebuah komunitas, di suatu daerah tertentu.

Bagi mereka yang mengenyam pendidikan di fakultas ilmu sosia budaya, metode menggali informasi ini sudah tidak asing lagi. Ketika mahasiswa, laboratorium mereka adalah masyarakat dengan.
Tidak dapat disangkal bahwa blusukan adalah istilah yang dipopulerkan oleh Jokowi, Presiden kita. Istilah ini berkembang sangat cepat seiring dengan gaya Jokowi yang tidak puas hanya bersandar pada laporan bawahannya. Dari pengakuannya, ia tidak betah duduk lama-lama di kantornya, ia memilih sebagian besar waktunya berada di luar kantor, di tengah-tengah masyarakatnya. Barangkali itu adalah kelebihannya, atau nalurinya yang selalu ingin dekat dengan rakyat dan mendengarkan cerita rakyatnya dan berusaha memahaminya.

Blusukan adalah istilah dalam bahasa Jawa. Seperti dikutip dari beberapa sumber, kata blusuk, mblusuk berarti mlebu ing atau bahasa Indonesianya adalah “masuk ke” kata blusuk-an artinya “masuk ke” atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang ke suatu tempat untuk mendapatkan sesuatu. Kemudian blusukan dimaknai sebagai kegiatan para pejabat atau pemimpin mendatangi masyarakat kecil, untuk menggali berbagai informasi atau permasalahan dan mencari alternatif solusinya. Blusukan sering dilakukan secara berulang-ulang untuk memahami dengan sungguh-sungguh keadaan warga, kelompok atau masyarakat.

Sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi membuat pembagian tugas dengan wakilnya, Ahok. Gubernur melakukan peninjauan ke lapangan, sementara wakilnya membenahi birokrasi. Konon gaya kepemimpinan blusukan ini sudah diterapkannya semenjak dia menjadi Walikota Solo. Ia blusukan ke bantaran sungai, pasar, terminal bis, perkampungan kumuh, waduk, untuk menemui warganya atau rakyatnya.

Yang menarik dari blusukan gaya Jokowi adalah kewajaran perilakunya. Ia tidak menunjukkan atau setidaknya tidak nampak mencolok pencitraan atas dirinya. Dalam menggali informasi itu ia tampil sejajar dengan rakyatnya, menggali dan mendengarkan informasi dari orang-orang yang diajak ngobrol. Sikapnya yang mau mendengar, menempatkan diri menjadi pihak yang sejajar dengan lawan bicaranya, mendatangi orang-orang yang akan diajak bicara bukan dibangun hanya ketika ia jadi pejabat, tetapi sikap ini sudah menyatu dengan pribadinya. Saya yakin, Jokowi sudah melakukan gaya blusukan sepanjang hidupnya.

Metode menggali informasi dari kelompok masyarakat atau mendengar suara rakyat sudah dijalankan sebelum ada istilah blusukan. Para pemimpin negeri ini mendengar suara rakyatnya dengan istilah Turun Bawah, atau TurBa. Istiah ini dikenal sejak zaman Orde Baru di mana para pejabat melakukan kunjungan langsung ke rakyat yang menjadi sasaran pembangunan.

Istilah Klompen Capir yang digagas di zaman Pak Harto juga merupakan upaya untuk mendengar keluhan dan kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok tani. Tanya-jawab antara Presiden dan rakyat dalam acara Klompen Capir itu ditayangkan di TVRI, satu-satunya stasiun televisi di Indonesia saat itu. Pak Harto mendengar keluhan dan persoalan petani, sebaliknya ia memberi penjelasan tentang program pertanian.
SBY juga melakukan kegiatan mendengar suara rakyat dengan cara Turun Bawah, seperti dinyatakan oleh juru bicara Presiden, Daniel Sparingga. Tujuan Turba adalah mengefektifkan monitoring dan evaluasi implementasi kebijakan dan program. Prabowo dan Hatta Rajasa juga menggunakan istilah Turba daripada istilah blusukan, yang dilakukan mereka ketika berdialog dengan para pedagang di pasar.

Dulu juga ada istilah WASKAT yaitu pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya. Ini pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap anak buahnya, melakukan pembandingan rencana dengan kenyataan yang telah dilakukannya.

Pada intinya menggali informasi yang telah diuraikan di atas adalah mendapatkan data kualitatif, menggali informasi seperti itu biasa dilakukan oleh kalangan ilmuwan, social budaya, LSM untuk kepentingan akademis atau praktis kemudian bilamana diperlukan melakukan focus grup diskusi untuk memastikan data yang diperoleh dari blusukan itu benar adanya. Dengan pengujian melalui metode FGD, validasi data cukup teruji.

Comments

1 Comment

Sites That Link to this Post

  1. Belitong atau Belitung - Gultom Law Consultants | April 26, 2022

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini