RUU Haluan Ideologi Pancasila Suluh Milenial Agar Tidak “Serempet Bahaya”

Akhir-akhir ini kita hendak mengoreksi apa yang dibuat berantakan oleh Orde reformasi. Yakni Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila disingkat P4.  Untuk menyelamatkannya, para politisi ideolog mengajukan RUU Haluan Ideologi Pancasila. RUU itu bukan hanya mengidupkan kembali P4, tapi juga mempertegas dukungan NKRI kepada ideologinya yang harus di ejawantah bersama.

Pergantian orde baru menuju orde reformasi pada 1998 memang menyisakan gurat-gurat hasil tawuran. Sejak 1966 setiap aksi revolusioner memang sisakan hasil kebodohan yang sama, yakni antagonisme. Menganggap semuanya jahat. Orba menganggap semua keluaran Orla jahat. Orref menganggap semua keluaran Orba jahat.

Padahal tidak semua orde jahat.  Ada hasil yang berikan manfaat. Misalkan P4. Walau P4 versi lama itu memang akan membuat setiap orang yang nyaman akan kebebasan dan multitafsir dari Pancasila meriang. Saat mereka mencoba kritis, karena bisa disebut “Anti Pancasila.” Umumnya, mereka yang dicap anti pancasila saat orde baru akan bernasib sial.  

Bisa dihilangkan paksa oleh tentara khusus. Bisa dicekal seumur hidup tidak bisa hidup tenang. Bisa dipenjarakan –alasan bisa dicari. Atau disebut Setan Gundul, di awasi kamtibmas setingkat babinsa (bintara pembina desa). Lalu mendadak tembok rumah orang yang sial itu bisa bertelinga.

Negara fasistik, begitulah demonstran menyebutnya, negara birokrat, demikian pula para ahli sosial menyebutnya. Namun di antara sematan itu, ada yang melihat bahwa Indonesia memang jadi negara Pancasila secara sloganistis akut. Orba menjadikan Indonesia menghidupkan mitos Pancasila di tengah rakyat, walau berdasar satu tafsiran Pancasila yang tunggal. Tapi serius dan konsekuen.

Apakah Orba Membuat Pancasila Tertutup

Dalam hal ini pun sejatinya Anda dapat melihat Pancasila tidak benar-benar tertutup. Tetapi terbuka, karena membuka debat. Walau dalam bisik-bisik kampus dan rumah kosong, atau secara klandestin. Karena yang selama ini dinamakan Pancasila ternyata NYATA adanya. Bisa diterapkan dengan jelas oleh para aparat negara juga kelompok pro demokrasi yang memusuhinya diam-diam.

Yang Anda lihat adalah kesejatian suatu negara yang utopian, post acolaptik yang aneh. Mirip novelnya George Orwell, The Farm. Indonesia melakukannya. Ideologi jadi pembahasan penting. Semua ini tetap berlangsung hingga detik ini, di mana Pancasila masih laku disebut-sebut sebagai suatu ideologi negara. Apakah hal yang sama terhjadi di negara lain? Seperti tinya tidak.

P4 Tidaklah Keliru!

Lalu satu hal yang mestinya Anda sadari. Penataran P4 tidaklah keliru. Para Ahli sosial dan tokoh masyarakat bersepakat, semisal Prof. Mahfud Md, Prof. Juwono Sudarsono, hingga Gusdur. bahwa tidak ada yang salah dengan penaratan P4, atau P4 nya sendiri sebagai ideologi tertutup dibandingkan Pancasila sebagai ideologi terbuka, tidak ada yang keliru dari butir-butir nilai yang berhasil diperas darinya.

Negara sedikit banyak menjadi disiplin dan fokus pada satu arah yakni pembangunan manusianya dan pembangunan fisik di mana manusia itu tumbuh. Presidennya di segani, aparatnya mendapat wibawa, pejabatnya dihormati.

Ada Yang Kurang Dari Jalinan Yang Benar Itu

Walau tentu saja, mengacu kepada pendapat Sasterawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, “ada yang kurang dari jalinan jalan yang benar itu”. Apa yang kurang, kita tahu sama tahu. Lebih arus bawah.  

Yakni tidak ada pemihakan kepada rakyat. Presidennya disegani karena show of force gaya Gajah Mada, di mana yang berbeda langsung digaruk. Aparatnya berwibawa karena berhasil menodongkan senjata pada rakyat yang disarmarment. Tidak seimbang tapi itulah fakta pahitnya.

Hal “enak” lainnya,  pejabatnya dihormati. Yang tidak enak, dihormati karena dekat dengan pejabat berati pula proyek dan proteksi bisnis lancar. Ada obligasi kasih kado persenan, yang struknya harus dengan petunjuk dari yang atas pula.

Dengan adanya fokus model seperti penerapan P4 itulah. Masyarakat Indonesia merasakan adanya kepemimpinan walau tanpa hadirnya si pemimpin. Perasaan itu sangat riil, sangat terasa hingga ke ulu hati dan bola mata. Namun, sebagai akibat disalahartikan demi kepentingan keluarganya sendiri, maka rasa hormat rakyat berubah jadi kebencian.

Ideologi Pancasila tertutup dalam pengertian tidak ada demokrasi untuk membahasnya. Kesejatian pancasila hanya untuk melakukan pergiliran berdasarkan koneksi atas-bawah. Semua sudah di atur. Kades, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Ketua DPR/MPR, posisi MA, semua sudah ada yang mengisi sebelum pemilu di mulai.

Karena tak ada poin terkejut, maka rakyat tak perlu pikir lagi politik sambil harap cemas.  Rakyat fokus pada pekerjaanya, dan kesempatan apa yang dia dapat dari segala ruang sempit yang ada, selain cari duit dan jadi kaya.

Kembalikan Pancasila pada Haluan Pancasila

Ada kelompok yang menyatakan bahwa Pancasila telah ditinggalkan rakyat Indonesia, karena rakyat muak pada Pancasila. Tentu saja kita tahu rakyat jenis mana mereka ini. Karena sejak lahirnya Indonesia memang memelihara dua jenis rakyat. Yang sepakat pada NKRI, lalu yang tidak sepakat, menjadi turunan para pembangkang yang pernah berontak, entah dalam bentuk PKI, DI/TII, atau Permesta, belum lagi separatis.

Pancasila sebagai ideologi terbuka, walau sekedar tafsiran dalam lanskap para ahli sosial mestinya dipertegas ulang. Karena akhir-akhir ini pancasila menjadi mandul dalam menghadapi merkea yang anti NKRI itu.  Pancasila menjadi sesuatu yang kosong. Gerakan kembali kepada haluan Pancasila baik Pancasila yang tertutup atau Pancasila sebagai ideologi terbuka yang penting jalan saja dahulu. Bahasa saja dahulu, dan jadikan UU HIP dengan cepat.

Karena banyak, di antara  kita yang mendambakan Indonesia yang aman, stabil, mencegah mayoritas untuk tidak diprovokasi oleh “setan gundul” yang jahat. Selain itu juga melibatkan lebih banyak suara minoritas.

Jika UU HIP ini tidak berjalan, maka dapat dikatakan, bahwa Orde baru lebih baik sedikit dari orde reformasi. Setidaknya, pengendali Orde Baru memiliki nyawa, dan nyawa itu ada masa expired. Memento mori. Setiap manusia pasti mati. Beda dengan ideologi.  Suatu ideologi tidak bernyawa. Hanya UU lah yang bisa menghidupkan suatu ideologi.

About the Author

Jurnalis asongan, pengais setiap rizki halal, penitip setiap doa baik di dunia. Politisi yang menunggu dikarbit. Kyai kantong bolong. Lahir di dusun kecil Jalancagak, tinggal di dusun kecil Jalancagak. Berharap menutup hari tua di dusun kecil Jalancagak.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini