PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK BUAH KAPAL (ABK) INDONESIA DI KAPAL IKAN ASING

Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk dunia dan gambaran pasokan ikan dunia mendorong peningkatan permintaan pekerja di kapal ikan. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang mengirim tenaga kerja terutama dalam bidang Perikanan, khususnya Anak Buah Kapal yang selanjutnya disebut ABK Di Indonesia selama tahun 2013-2015 terdapat terbilang lebih dari dua ratus ribu ABK Indonesia bekerja di kapal ikan asing (KIA). Namun perlindungan HAM bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing masih mempunyai masalahnya tersendiri, sering kali mereka menjadi korban human trafficking dan forced labour.

Peristiwa yang terjadi kepada ABK asal Indonesia di kapal ikan asing Long Xing 629 memberikan kita gambaran bagaimana mereka menjadi korban Human Trafficking. Dari total 22 ABK Indonesia yang diberangkatkan untuk bekerja di kapal ikan Long Xing 629 dua diantaranya ipindahkan ke kapal Long Xing 630. Salah satu ABK meninggal dunia dan jenazahnya dilarungkan ke laut pada tanggal 22 Desember 2019. Selanjutnya terdapat 3 orang ABK asal Indonesia yang sakit dan salah satunya meninggal dunia, jenazahnya pun juga dilarungkan ke laut pada tanggal 27 Desember 2019, dan dua orang lainnya dipulangkan ke tanah air.

Tersisa 16 orang ABK yang berstatus WNI yang masih berada di kapal Long Xing 629. Merasa ada perlakuan yang tidak beres, ke-16 ABK tersebut meminta untuk pulang kembali ke Tanah Air. Namun kapal Long Xing 629 tidak memiliki izin untuk kembali. Lalu pada tanggal 8 Maret 2020 ke-16 ABK tersebut dipindahkan ke kapal Tian Yu 8. Dalam perjalanan salah satu ABK meninggal dunia dan jenazahnya juga dilarungkan ke laut pada tanggal 2 April 2020. Sebanyak 15 ABK akhirnya tiba di Busan, Korea Selatan dan menjalani karantina selama 14 hari untuk menjalanka protoko

kesehatan pencegahan virus covid-19. Selama masa karantina tersebut, salah satu dari mereka meninggal dunia sehingga hanya14 orang ABK asal Indonesia yang selamat kembali ke tanah air.

Kasus ini bermula dari viralnya video yang ditayangkan oleh media Korea Selatan yang memperlihatkan bagaimana jenazah ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing, dilarungkan ke laut.

Lalu bagaimanakah perlindungan hukum bagi ABK yang diduga mengalami perbudakan di kapal ikan asing? Serta bagaimanakah hukum pelarungan jenazah ABK menurut peraturan yang berlaku

Kurangnya regulasi yang ada untuk melindungi ABK yang bekerja di kapal asing meningkatkan kerentanan para ABK menjadi korban perbudakan modern. Dalam kasus kapal Long Xing 629 para ABK asal Indonesia ini mengaku diperlakukan secara tidak wajar mulai dari jam kerja yang tidak manusiawi yaitu kurang lebih 18 jam per hari, diberi makanan yang tidak layak untuk dikonsumsi, hingga mendapatkan upah yang tidak layak dan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Mereka dijanjikan upah 200 Dollar AS perbulan tetapi hanya menerima 42 Dollar AS perbulan. Hal yang dialami oleh ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing Long Xing 629 itu dirasa merupakan penghinaan terhadap kemanusiaan.

UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia telah mengatur mengenai hak dan kewajiban para Pekerja Migran Indonesia. pekerja Migran Indonesia ialah pekerja WNI yang sedang melakukan pekerjaan dengan menerima upah kerja diluar wilayah Republik Indoneisa. Hak tersebut diatur di dalam Pasal 6 ayat (1).

            Pasal 6 ayat (1) huruf d:

“memperoleh pelayanan yang profesional dan manusiawi serta perlakuan tanpa diskriminasi pada saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja”

Pasal 6 ayat (1) huruf f:

“memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan penempatan dan/atau kesepakatan kedua negara dan/atau Perjanjian Kerja”

Berdasarkan uraian pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa ABK yang bekerja di kapal Long Xing 629 itu tidak mendapatkan hak mereka sebagai pekerja Migran Indonesia sebagaimana telah diatur oleh UU Nomor 18 Tahun 2017 tersebut dikaitkan keadaan yang telah diuraikan di atas

Perlindungan terhadap tenaga kerja migran Indonesia juga terdiri dari beberapa asas, salah satunya adalah asas anti-perdagangan manusia (Pasal 2 huruf h UU Nomor 18 Tahun 2008. Namun apa yang terjadi kepada ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing Long Xing 629 tentu saja telah tidak sesuai dengan asas yang telah ditetapkan oleh UU Nomor 18 Tahun 2017.

Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 ayat (1) menyebutkan :

            “Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Pasal ini dapat digunakan untuk mengusut kasus yang dialami oleh ABK Indonesia di kapal ikan asing Long Xing 629. Mereka dapat bekerja di kapal ikan asing karena dijanjikan pekerjaan yang bergaji tinggi oleh calo, lalu calo inilah yang selanjutnya menghubungkan ABK ini kepada penyalur. Peran calo dan penyalur ini berhenti sejak para ABK ini mulai bekerja dan mereka melepaskan tanggungjawab mereka terhadap apa yang terjadi selanjutnya dengan para ABK ini.

viagra levitra viagra Your erection can for up to 4 hours depending on your level of arousal. I will tell you a very important idea; normal alkalinity of the pancreatic juice and bile become aggressive and levitra uk irritated. So that both sides can simultaneously to the other side of canadian pharmacy cialis the organ and helps the organ becoming erect after a few minutes of insertion. A nail infection usually begins as a white or yellow spot under the tip of your nail. viagra from india

Mengenai pelarungan jenazah di laut telah diatur di dalam Seafarer’s Service Regulations, International Labour Organization (telah di ratifikasi oleh Indonesia) article 30, yang berbunyi:

“Should any seaman or passenger on the voyage die, the master shall immediately report it to the employer to convey the bad news to victims’ family. The deceased who meets the following conditions shall be buried at sea under the decision of the master:

1. Vessel cruising in international waters.

2. Being dead for over 24 hours or death is caused by infectious disease and the deceased has been sterilized.

3. Unable to keep the corpse for reasons of hygiene or the port of entry forbids vessels to keep cadavers, or other legitimate reasons.

4. A death certificate shall be issued by the ship’s doctor (if available).

While conducting sea burial, the master shall hold an appropriate death ceremony and adopt measures to prevent the corpse from floating up. The ceremony shall be recorded or photographed in as much detail as possible. Relics of the deceased such as hair remains and personal belongings shall be entrusted to personnel to forward to the deceased’s spouse or immediate family members,’’

“Jika ada pelaut atau penumpang dalam pelayaran tersebut yang meninggal dunia, maka nakhoda harus segera melaporkannya kepada pemberi kerja untuk menyampaikan kabar buruk tersebut kepada keluarga korban. Almarhum yang memenuhi persyaratan berikut akan dimakamkan di laut berdasarkan keputusan majikan:

1. Pelayaran kapal di perairan internasional.

2. Meninggal lebih dari 24 jam atau meninggal karena penyakit menular dan almarhum sudah disterilkan.

3. Tidak dapat menyimpan jenazah karena alasan kebersihan atau pelabuhan masuk melarang kapal untuk menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya.

4. Sertifikat kematian harus dikeluarkan oleh dokter kapal (jika tersedia).

Saat melakukan penguburan di laut, nakhoda harus mengadakan upacara kematian yang sesuai dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah jenazah mengambang. Upacara harus direkam atau difoto sedetail mungkin. Peninggalan almarhum seperti sisa rambut dan barang-barang pribadi dipercayakan kepada personel untuk diteruskan kepada pasangan almarhum atau anggota keluarga dekat,

Pada intinya pelarungan mayat ke laut diperbolehkan dengan memperhatikan beberapa ketentuan yang tercantum di dalam article 30 Seafarer’s Service Regulations. Pelarungan yang dialami oleh ABK Indonesia yang meninggal diatas kapal selama pelayaran menjadi legal apabila semua ketentuan dalam article 30 Seafarer’s Service Regulations telah terpenuhi Namun apabila ketentuan tersebut ada yang dilanggar  dan tidak terpenuhi maka proses hukum harus ditempuh demi kedaulatan berbangsa dan bernegara

Kesimpang siuran serta kurangnya regulasi yang menajmin hak ABK yang bekerja dikapal asing membuat lemahnya perlindungan hak terhadap mereka. Tumpang tindih dan tidak adanya pembagian yang jelas dan tegas antarinstitusi mengenai kewenangan untuk mengeluarkan surat izin ABK juga membuat tata kelola ABK tidak beraturan dan terkesan berantakan serta menyebabkan kebingungan dalam pelaksanaannya di lapangan.

https://mucglobal.com/id/news/2007/perlakuan-pajak-bagi-anak-buah-kapal-asing

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini