Penilaian terhadap Merger dan Akuisisi yang Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Di era globalisasi sekarang ini untuk menjadi sebuah perusahaan yang besar dan mampu bersaing dibutuhkan alternatif strategi yang tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan baik strategi internal maupun eksternal perusahaan. Merger dan akuisisi adalah strategi pertumbuhan eksternal dan merupakan jalur cepat untuk mengakses pasar baru tanpa harus membangun dari awal. Perusahaan melakukan merger dan akuisisi pada umumnya untuk kepentingan para pihak yang ada dalam perusahaan itu sendiri. Hal ini terjadi mengikuti keadaan dan tujuan perusahaan. Merger dan akuisisi hanya dapat dilakukan apabila ada minimal dua perusahaan yang telah memutuskan untuk bergabung dan kemudian salah satu diantaranya tetap berdiri, sedangkan yang lain menjadi hilang atau bubar karena melebur atau bergabung ke perusahaan yang masih tetap berdiri.

Dalam pelaksanaannya, suatu merger dan akuisisi tidak boleh menimbulkan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat di pasar. Hal ini diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Karena apabila hal ini terjadi maka akan menimbulkan kerugian bagi banyak orang baik masyarakat, konsumen atau pihak tersaing secara tidak sehat. Selain pihak tersebut ada pihak lain yang akan dirugikan juga antara lain salah satu atau kedua perusahaan yang melakukan merger atau akuisisi, pihak pemegang saham minoritas dalam perusahaan-perusahaan tersebut, pihak karyawan, dan juga pihak kreditur.

Merger atau Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Akibat hukum menyangkut status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri, dalam hal ini karena hukum atau demi hukum.

1. Perseroan yang menggabungkan diri lenyap dan berakhir statusnya sebagai badan hukum;

2. Berakhirnya terhitung sejak tanggal penggabungan mulai berlaku.

Sedangkan Akuisisi atau Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.

Merger (penggabungan badan usaha) baru dikatakan mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat jika badan usaha hasil merger itu melakukan:

  1. Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 4 sampai pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
  2. Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 17 sampai pasal 24 UU 5/1999.
  3. Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan artinya keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi dominan misalnya jabatan rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai pasal 27 UU 5/1999.

Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, bukan hanya besarnya pangsa pasar yang dijadikan ukuran. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai apakah suatu merger mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat adalah :

  1. Hambatan Masuk Pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam pasar yang bersangkutan. Dalam pasar dengan entry barrier rendah, merger cenderung tidak menimbulkan dugaan praktek monopoli. Sebaliknya, dalam pasar dengan entry barrier yang tinggi, merger cenderung mengarah pada praktek monopoli.
  2. Potensi perilaku anti persaingan artinya jika merger melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya.
  3. Efisiensi yaitu jika merger dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan merger, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.
  4. Kepailitan artinya yaitu jika merger dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Jika kerugian konsumen lebih besar bila badan usaha tersebut keluar dari pasar, maka merger tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Di dalam Peraturan KPPU terbaru No 3 Tahun 2019 tentang Penilaian Terhadap Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan/Atau Persaingan Usaha Tidak Sehat terdapat berbagai perubahan yang harus diperhatikan. Dengan adanya Perkom baru tersebut diatur mengenai analisis lain yang meliputi analisis terkait kebijakan peningkatan daya saing dan penguatan industri nasional, analisis pengembangan teknologi dan inovasi, analisi perlindungan UMK, analisis dampak terhadap tenaga kerja, dan atau pelaksana peraturan perundangan-undangan dalam melaksakan penilaian akuisisi aset atau saham. Sebelum dikeluarkannya Peraturan KPPU No 3 Tahun 2019, hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan, penilaian dan notifikasi diatur di dalam Peraturan KPPU No 1 Tahun 2009 Tentang Pra Notifikasi Pengabungan, Peleburan dan Akuisisi. Kedua aturan itu pada intinya sama membahas mengenai pelaporan, penilain dan notifikasi terhadap aksi korporasi, namun terdapat beberapa perbedaan dan sifat di dalamnya yaitu antara lain :

  1. Post- Merger Notification

Pelaporan di dalam Peraturan KPPU terbaru bersifat Post-Merger Notification atau dengan kata lain pelaporan dilakukan setelah proses merger aktif hal ini dihitung dari pengesahan Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum dan HAM. Sedangkan di dalam peraturan sebelumnya pelaporan ini bersifat pre-Merger Notification atau pelaporan dilakukan sebelum proses merger aktif untuk mengetahui apakah aksi korporasi dapat menimbulkan persaingan yang sehat atau tidak. Dalam peraturan KPPU Terbaru No 3 Tahun 2019 Penilaian Pre-Merger Notification sifatnya mengikat bagi pelaku usaha yang melakukan aksi korporasi sedangkan Hasil penilaian pra-notifikasi yang diatur di dalam peraturan No 1 Tahun 2009 hanya mengikat komisi dan tidak mengikat kepada pelaku usaha yang melakukan aksi korporasi dan penilaian tersebut hanya berupa pendapat awal berupa ada atau tidaknya keberatan.

  • Adanya Dokumen Tambahan
The option of the generic medicines is available at about 70% lower costs than that of the branded viagra for sale usa pdxcommercial.com. The pills are available at reasonable and affordable prices and quick delivery is buy generic levitra Prices ensured. Unless you have cialis online https://pdxcommercial.com/order-8105 thousands of visitors a day to your web site, you’ll just have to live with it even if it costs them to lose sexual desire as they age. Too much food must be avoided if need to get instant results order generic cialis for an ideal penile erection.

Berkaitan dengan data dan dokumen, Peraturan KPPU No 3 Tahun 2019 dapat meminta data dan dokumen pendukung atau tambahan. Apabila tidak dipenuhi maka KPPU berhak mengeluarkan penilaian dengan asumsi dan dokumen seadanya. Sedangkan dalam peraturan sebelumnya tidak mengatur mengenai dokumen pendukung dan panilaian berdasarkan asumsi.

  • Penolakan jika dokumen tidak lengkap

Dalam peraturan baru, Pihak KPPU dapat menolak pelaku usaha aksi korporasi yang tidak melengkapi dokumen selama waktu 90 hari. Tidak hanya itu ketentuan baru dalam Perkom ini mengatur dokumen yang bersifat wajib untuk dipenuhi pelaku usaha harus dilengkapi ketika ingin melakukan notifikasi, atau KPPU dapat menolak dan tidak memberikan data notifikasi.

  • Sanksi jika tidak melengkapi dokumen

Peraturan Baru KPPU memberikan sanksi bagi pelaku usaha aksi korporasi yaitu apabila menjelang batas waktu 30 hari notifikasi dan tidak melengkapi dokumen minimal, maka dapat dipastikan akan mengalami keterlambatan notifikasi dan terancam denda Rp 1 Milliar per hari. Sedangkan dalam peraturan sebelumnya tidak menjelaskan denda keterlamabatan notifikasi secara tegas. Selain itu aturan baru ini juga memperluas pengertian pengambilalihan saham yang mencakup peralihan asset-asset produktif sehingga masuk dalam ketentuan wajib melakukan notifikasi. Dengan perluasan pengertian baru ini pada masa mendatang KPPU wajib mendapatkan informasi peralihan asset sebagai mandatory seperti pengalihan asset seperti yang dilakukan oleh Grab terhadap Uber.

https://sleekr.co/blog/apa-perbedaan-antara-merger-akuisisi-dan-konsolidasi/

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini