Dipotong Gaji Karena Tidak Memenuhi Target Penjualan?

Pemotongan gaji merupakan isu yang sensitif dalam hubungan ketenagakerjaan. Di Indonesia, praktik ini diatur secara ketat melalui perundang-undangan untuk menjamin hak-hak pekerja sekaligus memberikan kejelasan bagi pemberi kerja. Isu ini menjadi relevan khususnya dalam kasus-kasus seperti keterlambatan kerja atau lupa absen serta gagalnya memenuhi target penjualan oleh karyawan.

Dasar Hukum Pemotongan Gaji

Peraturan yang mengatur pemotongan gaji di Indonesia terutama berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (PP 36/2021). Pasal 81 angka 28 Perppu Cipta Kerja juga memberikan ketentuan terkait denda atas pelanggaran yang dilakukan pekerja.

Kondisi yang Memperbolehkan Pemotongan Gaji

  1. Denda: Pasal 88A ayat (7) UU Ketenagakerjaan memungkinkan denda bagi pekerja akibat pelanggaran, baik sengaja maupun kelalaian.
  2. Ganti Rugi: Jika pekerja melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
  3. Uang Muka Upah: Pemotongan untuk pembayaran uang muka yang telah diberikan sebelumnya.
  4. Sewa Rumah/Barang: Untuk pembayaran sewa rumah atau barang milik perusahaan yang digunakan oleh pekerja.
  5. Utang atau Cicilan: Pembayaran utang atau cicilan yang dimiliki pekerja kepada perusahaan.
  6. Kelebihan Pembayaran: Jika terjadi kelebihan dalam pembayaran gaji sebelumnya.

Syarat dan Batasan

  • Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB: Setiap pemotongan harus diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB) sesuai Pasal 63 ayat (2) PP 36/2021.
  • Batas Maksimal: Pemotongan gaji tidak boleh melebihi 50% dari pembayaran upah yang diterima oleh pekerja/buruh (Pasal 65 PP 36/2021).

Kasus Keterlambatan dan Lupa Absen

Dalam konteks keterlambatan atau lupa absen, pemotongan gaji dapat diberlakukan sebagai bentuk denda. Hal ini harus diatur dalam PK, PP, atau PKB. Jika tidak diatur, maka pengenaan denda mengacu pada PP 36/2021.

Penyelesaian Perselisihan Hak

Jika terjadi perselisihan terkait pemotongan gaji, langkah pertama adalah menilik kembali PK, PP, atau PKB. UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyediakan mekanisme penyelesaian perselisihan hak melalui proses bipartit, mediasi, dan jika perlu, melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

Bagaimana jika tidak ada perjanjian kerja?

Jika tidak ada Perjanjian Kerja (PK), situasinya menjadi lebih kompleks dan harus ditangani dengan hati-hati untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Intinya Dalam praktiknya, ketiadaan PK bukan berarti perusahaan memiliki kebebasan penuh untuk memotong gaji sesuka hati. Segala tindakan harus tetap dalam koridor hukum yang berlaku untuk melindungi hak-hak pekerja dan menghindari konflik hukum. Berikut beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan:

  1. Peraturan Perusahaan dan PKB: Dalam kondisi ketiadaan PK, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) menjadi lebih signifikan. Jika ada PP atau PKB yang berlaku, ketentuan-ketentuan terkait pemotongan gaji harus mengacu pada dokumen tersebut.
  2. Undang-Undang Ketenagakerjaan: Jika tidak ada PK, PP, atau PKB, praktik ketenagakerjaan termasuk pemotongan gaji harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan terkait lainnya, seperti PP 36/2021 tentang Pengupahan. Pengusaha harus sangat berhati-hati untuk tidak melanggar ketentuan-ketentuan ini.
  3. Batasan Pemotongan Gaji: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, meskipun tidak ada PK, pemotongan gaji tidak boleh melebihi 50% dari pembayaran upah yang diterima pekerja/buruh.
  4. Konsensus dan Kesepakatan Bersama: Dalam situasi tanpa PK, penting bagi pengusaha dan pekerja untuk mencapai kesepakatan bersama mengenai pemotongan gaji. Kesepakatan ini sebaiknya dicatat secara tertulis untuk menghindari kesalahpahaman di masa depan.
  5. Hak Asasi Pekerja: Pengusaha harus memastikan bahwa semua tindakannya, termasuk pemotongan gaji, tidak melanggar hak asasi pekerja seperti yang dijamin dalam peraturan perundang-undangan.

Apa sanksinya jika pemotongan melebihi 50 %?

ika pemotongan gaji oleh pemberi kerja melebihi batas 50% yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan Indonesia, seperti yang diatur dalam Pasal 65 PP 36/2021 tentang Pengupahan, pemberi kerja dapat menghadapi beberapa sanksi hukum. Sanksi ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja dan menegakkan ketentuan hukum. Berikut adalah beberapa kemungkinan sanksi yang dapat dijatuhkan:

  1. Sanksi Administratif: Pemberi kerja mungkin menghadapi sanksi administratif yang bisa mencakup peringatan tertulis, denda administratif, hingga pembekuan kegiatan usaha.
  2. Ganti Rugi kepada Pekerja: Pemberi kerja mungkin diharuskan untuk membayar ganti rugi atau mengembalikan jumlah uang yang telah dipotong secara tidak sah kepada pekerja yang bersangkutan.
  3. Tuntutan Hukum: Pekerja yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap pemberi kerja. Hal ini bisa berujung pada proses pengadilan yang dapat memerintahkan pemberi kerja untuk membayar kompensasi atau menghadapi sanksi lainnya.
  4. Kerusakan Reputasi: Melampaui batas pemotongan gaji yang diizinkan bisa menimbulkan kerusakan reputasi bagi perusahaan. Hal ini bisa berdampak pada hubungan industri dan citra perusahaan di mata publik serta para stakeholder.
  5. Intervensi dari Pemerintah atau Otoritas Ketenagakerjaan: Pemerintah atau otoritas ketenagakerjaan setempat dapat melakukan intervensi, yang bisa mencakup inspeksi atau penyelidikan lebih lanjut terhadap praktik pengupahan perusahaan.
  6. Pelanggaran Terhadap Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB: Jika pemotongan gaji yang berlebihan ini melanggar Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama, perusahaan dapat dianggap melanggar kontrak dan dapat dihadapkan pada sanksi yang sesuai.

Penting bagi pemberi kerja untuk selalu mematuhi peraturan perundang-undangan terkait pengupahan, termasuk batasan pemotongan gaji, untuk menghindari konsekuensi hukum dan negatif lainnya. Untuk menangani situasi ini dengan baik, sering kali diperlukan bimbingan dari profesional hukum yang berpengalaman dalam hukum ketenagakerjaan.

Bagaimana Dipotong Gaji Karena Tidak Memenuhi Target Penjualan?

Pemotongan gaji karena tidak memenuhi target penjualan adalah isu yang cukup kompleks dalam hukum ketenagakerjaan dan sering kali bergantung pada ketentuan yang ada dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Berikut adalah beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan:

1. Ketentuan dalam PK, PP, atau PKB

  • Ketentuan Spesifik: Apabila dalam PK, PP, atau PKB ada ketentuan spesifik yang menyatakan bahwa pemotongan gaji dapat dilakukan jika target penjualan tidak tercapai, maka praktik ini bisa dianggap sah. Namun, ketentuan tersebut harus jelas, spesifik, dan diketahui oleh pekerja saat mereka menyetujui kontrak kerja.
  • Transparansi: Penting bagi pengusaha untuk memastikan bahwa segala ketentuan terkait dengan pencapaian target dan konsekuensi kegagalannya harus disampaikan secara transparan dan jelas kepada pekerja.

2. Kepatuhan Terhadap Hukum Ketenagakerjaan

  • Batasan Pemotongan: Pemotongan gaji, dalam hal apapun, tidak boleh melebihi 50% dari total gaji pekerja, sesuai dengan Pasal 65 PP 36/2021 tentang Pengupahan.
  • Hak Dasar Pekerja: Pengusaha tidak boleh mengabaikan hak dasar pekerja. Pemotongan gaji tidak boleh membuat gaji pekerja turun di bawah upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah.

3. Pemotongan sebagai Sanksi

  • Kesepakatan Bersama: Jika pemotongan gaji diberlakukan sebagai bentuk sanksi atas tidak tercapainya target, hal ini harus disepakati terlebih dahulu oleh kedua belah pihak dan diatur dalam PK, PP, atau PKB.
  • Keadilan dan Kewajaran: Pemotongan gaji harus dilakukan dengan adil dan wajar, serta sesuai dengan tingkat kegagalan pencapaian target.

4. Pilihan Lain Selain Pemotongan Gaji

  • Insentif Berbasis Kinerja: Sebagai alternatif, banyak perusahaan menerapkan sistem insentif berbasis kinerja, di mana bonus atau tambahan penghasilan diberikan berdasarkan pencapaian target, bukan pemotongan gaji atas kegagalan mencapai target.

5. Penyelesaian Perselisihan

  • Komunikasi Internal: Jika terjadi ketidaksetujuan, langkah pertama adalah mencoba menyelesaikannya melalui dialog internal antara pekerja dan pengusaha.
  • Mediasi dan Arbitrase: Jika tidak ada kesepakatan, proses mediasi dan arbitrase dapat diikuti sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan yang ditetapkan dalam UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Apa yang harus dilakukan pekerja si gajinya dipotong secara tidak sah?

Jika seorang pekerja di Indonesia mengalami pemotongan gaji secara tidak sah, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasinya. Langkah-langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja dilindungi sesuai dengan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. Berikut adalah prosedur yang disarankan:

  1. Klarifikasi dengan Pemberi Kerja: Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengkomunikasikan masalah ini dengan pemberi kerja. Pekerja perlu meminta penjelasan tentang alasan dan dasar hukum pemotongan gaji tersebut. Ini bisa jadi kesalahpahaman atau kesalahan yang dapat diselesaikan secara internal.
  2. Periksa Perjanjian Kerja dan Dokumen Terkait: Pekerja harus meninjau Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) untuk memeriksa apakah ada ketentuan yang membenarkan pemotongan gaji. Penting untuk memastikan bahwa pemotongan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
  3. Bukti dan Dokumentasi: Kumpulkan bukti dan dokumentasi yang relevan, termasuk slip gaji, komunikasi tertulis dengan pemberi kerja, dan dokumen lain yang mendukung kasus Anda.
  4. Pengaduan ke Departemen Tenaga Kerja: Jika masalah tidak dapat diselesaikan secara internal, pekerja dapat mengajukan pengaduan ke Departemen Tenaga Kerja setempat. Pengaduan harus disertai dengan bukti dan dokumentasi yang mendukung.
  5. Mediasi: Sebagai tahap awal penyelesaian konflik, mediasi sering kali disarankan. Dalam mediasi, kedua belah pihak, dibantu oleh seorang mediator netral, akan mencoba mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.
  6. Bantuan Hukum: Jika diperlukan, pekerja dapat mencari bantuan hukum. Lawyer atau konsultan hukum ketenagakerjaan bisa memberikan nasihat hukum, membantu dalam negosiasi, atau mewakili pekerja dalam proses hukum.
  7. Gugatan Hukum: Sebagai langkah terakhir, pekerja dapat mengajukan gugatan hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Hal ini dilakukan jika mediasi gagal dan tidak ada solusi yang bisa dicapai di luar pengadilan.
  8. Serikat Pekerja atau Organisasi Buruh: Jika pekerja adalah anggota serikat pekerja atau organisasi buruh, mereka dapat meminta dukungan dan bantuan dari organisasi tersebut.

Penting untuk diingat bahwa proses hukum bisa memakan waktu dan biaya, sehingga langkah-langkah awal seperti mediasi dan negosiasi internal sering kali menjadi pilihan yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, mengikuti jalur hukum harus didasarkan pada kebijaksanaan dan pertimbangan matang terhadap situasi yang ada.

Butuh Solusi untuk Kasus Pemotongan Gaji Anda?

Jasa Konsultasi Hukum Ketenagakerjaan – Keadilan untuk Setiap Pekerja

Apakah Anda Mengalami Ini?

  • Gaji Anda dipotong tanpa alasan yang jelas atau melanggar ketentuan?
  • Khawatir akan perlindungan hak-hak Anda sebagai pekerja di masa depan?

Kami Ada untuk Anda! Dengan pengalaman luas dalam hukum ketenagakerjaan, tim kami siap memberikan:

  • Penyelesaian Kasus Pemotongan Gaji: Dapatkan solusi cepat dan efektif untuk masalah pemotongan gaji Anda.
  • Konsultasi Perlindungan di Masa Depan: Kami akan membantu Anda memahami hak-hak Anda sebagai pekerja dan cara melindungi diri dari kasus serupa di masa depan.

Mengapa Memilih Kami?

  • Ahli Hukum Berpengalaman: Didukung oleh tim ahli hukum yang berpengalaman dalam kasus ketenagakerjaan.
  • Personalisasi Pendekatan: Setiap kasus ditangani secara khusus untuk memberikan solusi terbaik sesuai kebutuhan Anda.
  • Kerahasiaan Terjamin: Kami menjamin kerahasiaan penuh atas semua informasi dan dokumen yang Anda berikan.
  • Konsultasi Awal Gratis: Mulailah dengan sesi konsultasi awal tanpa biaya untuk meninjau kasus Anda.

Layanan Kami Termasuk:

  • Analisis Kasus Pemotongan Gaji
  • Konsultasi Hukum Terkait Hak-hak Pekerja
  • Bantuan dalam Negosiasi dan Mediasi
  • Persiapan untuk Arbitrase atau Pengadilan Hubungan Industrial

Jangan Biarkan Hak Anda Terabaikan!

📞 Hubungi Kami Sekarang di 08118887270 (juga whatsapp)

📧 Email Kami di oag@gadingco.com

🏢 Kunjungi Kantor Kami di Blk. B2, ESHA Building, 4th Floor, Duta Mas Fatmawati Jl. RS. Fatmawati Raya No.39 No. 5 dan 6, Cipete Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12150

Keadilan dan Perlindungan Hak Pekerja Adalah Prioritas Kami

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini