Peraturan Menteri Kehutanan tentang IPK Tidak Mensyaratkan Izin Lingkungan, Hakim Menjatuhkan Pidana Karena Pemohon Tidak Melengkapi Izin Lingkungan.

Perkebunan Singkong
Enhancement of contentment- Contentment is viagra no a term that defines psychology of an individual. Advice may be simple things such as improving your lifestyle by sleeping more, reducing stress or addressing excess alcohol my link levitra sale consumption and stopping smoking. While the internet itself is quite a tadalafil overnight common issue in man as they age. It may well purchase viagra greyandgrey.com be tough but it is not a futile struggle.

I.Kasus Posisi.

PT GDS mengajukan Izin pembukaan Areal Penggunaan Lain (APL), kepada  Bupati Samosir dan telah diberi izin peruntukan penggunaan lahan untuk perkebunan,  peternakan dan perikanan darat. Namun kegiatannya baru tahap penebangan dan pemanfaatan Kayu.   Karena dalam Areal tersebut ada tumbuhan kayu secara alami,   maka ada  hak – hak negara yang harus dilindungi pada kayu tersebut. Pemohon yang akan memanfaatkan kayu tersebut, berkewajiban untuk melunasi PSDH, DR dan PNT, sebagai hak negara. Untuk pemanfaatan kayu di areal penggunaan lain tersebut diperlukanlah izin yang berupa Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). 

Ketentuan mengenai IPK diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan yang telah beberapa kali diubah sebagai berikut :   Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P-14 tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2013 dan  telah diganti dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II/Tahun 2014 tentang izin Pemanfaatan Kayu, dan diganti lagi dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.62/Menlhk-Setjen/2015 tentang Izin Pemanfaatan Kayu.

Dalam perkara ini, masih memakai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P-14 tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu. Pasal 1 angka (1) nya menyebutkan : Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disebut IPK adalah “izin untuk memanfaatkan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan telah dilepas,kawasan hutan produksi dengan cara tukar menukar kawasan hutan,penggunaan kawasan hutan pada hutan produksi atau hutan lindung dengan izin pinjam pakai, dan dari Areal Penggunaan Lain yang telah diberikan izin peruntukan”.

Peraturan Menteri yang mengatur IPK tersebut, baik yang masih berlaku, maupun tidak berlaku lagi, telah menetapkan persyaratan untuk memperoleh IPK tidak perlu Izin Lingkungan. Inilah yang menjadi permasalahan hukum  yang dialami  Direktur PT.GDS yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan ancam pidana Pasal 98 Ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.  

Perkara Tindak Pidana Perusakan Lingkungan Hidup tersebut, telah diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Balige dengan perkara pidana Nomor 28/Pid.Sus/2015/PN.Blg. Terdakwa melakukan  pembukaan lahan APL dan sebelum menjadi lahan APL, Kawasan hutan tersebut merupakan  kawasan hutan register 41 Hutagalung Propinsi Sumatera Utara  yang sudah dikeluarkan dari Kawasan hutan produksi dan dialihkan  fungsikan sebagai Kawasan Areal Penggunaan Lain.

Terdakwa merupakan Direktur Utama PT GDS yang bernama JS Tempat Lahir : Samosir, Umur/tanggal lahir : 45 tahun, 05 Desember 1970 Jenis Kelamin : Laki-laki, Kewarganegaraan : Indonesia Tempat Tinggal : di Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara Agama : Kristen Protestan, Pendidikan : Sekolah Menegah Atas.

Tindak Pidana tersebut dilakukan  pada sekitar bulan Januari 2013 sampai dengan 28 Februari 2014 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 bertempat di PT. GDS dengan alamat Hutan Tele Dusun Hariara Pintu, Ds Partungko Naginjang, Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Balige.

PT. GDS telah melakukan perusakan lingkungan hidup, karena induk sungai dan anak sungai yang mengalir ke Sungai Renun yang mengalir ke Kabupaten Dairi dan Provinsi Aceh yang merupakan sumber air untuk pertanian dan juga untuk menggerakan PLTA mini Combi di Kabupaten Fakfak Bharat ditutup oleh kayu dan tanah dari kegiatan PT. GDS, padahal menurut SK Bupati Nomor 89 Tahun 2012 tentang Izin Lokasi menyebutkan bahwa dalam point d diharuskan memelihara dan menjaga jalur hijau sebagai kawasan lindung yaitu 100 meter kiri/kanan sungai, 50 meter kiri/kanan anak sungai radius dari sumber mata air serta tanah dengan kemiringan 40%.

Selain itu juga dampak dari penebangan kayu tanpa izin ini juga mengakibatkan perusakan lingkungan, karena : punahnya anggrek batak, punahnya binatang khas seperti trenggiling, tertutupnya aliran sungai, terganggunya pasokan air untuk persawahan di Kabupaten Dairi dan Pasokan air ke PLTA Combi serta daerah Aceh, dan dampak penting yang akan ditimbulkan berupa perubahan bentuk lahan dan bentang alam, eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan yang akibatnya dapat menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan Hidup.

Terdakwa di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum, karena  memerintahkan untuk menebang kayu di Kawasan APL tersebut dengan dasar  memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang tidak dilengkapi dengan dokumen Izin Lingkungan sebagai syarat untuk melakukan kegiatan pemanfaatn kayu.  Perbuatan terdakwa  telah mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien, Baku Mutu Air, Baku Mutu Air Laut Atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.

2. Pertanyaannya

Apakah Izin Pemanfaatan Hutan (IPK) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14 /Menhut-II/2011  tentang Pemanfaatan Kayu, yang tidak dilengkapi Izin Lingkungan dapat dipidana ?

3. Norma Hukum

1. Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf b UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14 /Menhut-II/20112011  tentang Izin Pemanfaatan Kayu

4.Analisa Hukum

Jaksa Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan alternatif dan Majelis Hakim memilih dan mempertimbangkan dakwaan kesatu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsur-unsurnya adaalah sebagai berikut:

Pasal 98 ayat (1) :

1.Setiap Orang
2.Dengan sengaja
3. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara  ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

ad.1. Setiap Orang.

Yang dimaksudkan dengan “Setiap Orang” dapat dibaca di pasal 1 angka (32) UU Nomor 32 tahun 2009 yang mengatakan : “Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum”.  

Selanjutnya Majelis Hakim dalam petimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut :

“Menimbang, bahwa Ahli Prof.Dr.Alvi Syahrin,S.H.,M.H., pada pokoknya menerangkan bahwa pengetahuan bersama dari sebagian besar anggota direksi atau pengurus badan usaha dapat dianggap sebagai kesengajaan badan usaha, bahkan sampai kepada kesengajaan berinsyaf kemungkinan;

“Menimbang, bahwa oleh karena dalam surat dakwaan dalam dakwaan kesatu , Jaksa Penuntut Umum mencantumkan Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka dalam mempertimbangkan frasa “Setiap Orang”, Majelis akan mempertimbangkan keterkaitan Terdakwa dengan badan usaha yang menurut fakta di persidangan adalah PT GDS;

“Menimbang, bahwa karena pengertian unsur “Setiap Orang”, dapat dimaknai dengan setiap orang atau badan usaha, …maka Majelis akan mempertimbangkan tentang apakah Terdakwa memiliki kedudukan hukum atau legal standing mewakili PT GDS untuk melakukan dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan sesuai dengan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan berdasarkan keterangan para Saksi …di persidangan …dan terdapat pula persesuaiannya dengan keterangan Terdakwa di persidangan yang membenarkan identitasnya secara lengkap sesuai Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan bersesuaian pula dengan bukti surat lampiran 1 berupa Struktur Organisasi PT GDS  dan Akta Notaris Nomor … yang dibuat di hadapan Notaris Julitri …tetang Akta Pernyataan Keputusan Rapat Luar Biasa PT GDS diperoleh fakta hukum bahwa orang yang diajukan di persidangan adalah Terdakwa selaku Direktur PT GDS yang diduga terlibat dalam tindak pidana lingkungan hidup yang berkaitan dengan dengan kegiatan pemotongan tebing untuk pembukaan jalan sejak Januari 2013 dan pemanfaatan kayu untuk dan atas nama PT GDS sejak tanggal 15 Maret 2013;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud dengan unsur “Setiap Orang” adalah Terdakwa yang memiliki kedudukan hukum selaku Direktur PT GDS sehingga dipandang sebagai orang yang patut dipertanggungjawabkan terhadap setiap tindakan operasional PT GDS termasuk didalamnya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh PT GDS;

Menimbang, bahwa dengan demikian, maka unsur ad.1 telah terpenuhi;

ad.2.  Dengan Sengaja.

“Menimbang, bahwa terkait dengan fakta-fakta di persidangan yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan perspektif terhadap pemahaman terhadap kewajiban kelengkapan dokumen izin lingkungan sebagai syarat kegiatan pemanfaatan kayu di antara pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan baik tingkat Kabupaten Samosir maupun Provinsi Sumatera Utara, sebagaimana diterangkan oleh para Saksi in casu Merry…, dan para Saksi a-de charge Ir Hatorangan…dan Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan bahwa izin lingkungan tidak diperlukan sebagai syarat penerbitan Izin Pemanfaatan Kayu karena hal tersebut tidak ada diatur di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P-14 tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu sedangkan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir ataupun Provinsi Sumatera Utara mensyaratkan izin lingkungan sebelum diadakannya kegiatan penebangan tegakan pohon untuk pemanfaatan kayu”;

“Menimbang, bahwa oleh karenanya, maka Majelis akan mempertimbangkan lebih lanjut tentang tujuan penerbitan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu dan relevansinya dengan izin lingkungan sebagai suatu syarat suatu izin usaha dan/atau kegiatan” ;

“Menimbang, bahwa menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 yang dimaksud dengan Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disebut dengan IPK adalah izin untuk memanfaatkan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan telah dilepas, kawasan hutan produksi dengan cara tukar menukar kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan pada hutan produksi atau hutan lindung dengan izin pinjam pakai dan dari Areal Penggunaan Lain yang telah diberikan izin peruntukan”;

“Menimbang, bahwa di dalam salah satu konsiderans dari Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 disebutkan bahwa penerbitan peraturan aquo sebagai perubahan terhadap ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/Menhut-II/2009 tentang Penggantian Nilai Tegakan dari Izin Pemanfaatan Kayu dan Atau Dari Penyiapan Lahan Dalam Pembangunan Hutan Tanaman, penerbitan peraturan aquo juga didasarkan kepada konsiderans “Mengingat” Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”;

“Menimbang, bahwa menurut hemat Majelis, bahwa penafsiran terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 yang dimaknai sebagai upaya untuk memperoleh penggantian nilai tegakan yang harus dibayar kepada negara sebagai akibat dari izin pemanfaatan kayu, penggunaan kawasan hutan melalui izin pinjam pakai, kegiatan penyiapan lahan dalam pembangunan hutan tanaman, dan dari areal kawasan hutan yang telah dilepas dan dibebani HGU yang masih terdapat hasil hutan kayu dari pohon yang tumbuh secara alami sebelum terbitnya HGU harus mempertimbangkan filosofi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tujuan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem”;

“Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, bahwa dalam pengajuan permohonan izin pemanfaatan kayu tersebut, Terdakwa telah melampirkan dokumen diantaranya berupa KTP Terdakwa , Akte Pendirian Perusahaan PT GDS, Izin Lokasi dan sebagainya akan tetapi Terdakwa tidak melampirkan salah satu persyaratan berupa dokumen Fotocopy Izin Peruntukan Lahan yang berkaitan dengan tujuan Terdakwa untuk memperoleh izin usaha in casu izin bidang perkebunan dan perikanan yang diterbitkan dan dilegalisir oleh pejabat yang berwenang sebagaimana disyaratkan di dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu”;

“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, ternyata bahwa pasca diterbitkannya Izin Pemanfaatan Kayu tanggal 16 Januari 2003, Terdakwa telah mengajukan permohonan rekomendasi izin lingkungan dan karena proses penyusunan AMDAL sampai dengan penerbitan izin lingkungan memerlukan waktu yang relatif lama hingga 1 (satu) tahun, maka untuk dapat mewujudkan niat atau kehendak Terdakwa untuk memanfaatkan kayu di lokasi aquo , maka Terdakwa menempuh jalan pintas dengan memanfaatkan Surat Izin Pemanfaatan Kayu Nomor 005 Tahun 2013 Terdakwa memerintahkan dilakukannya pembukaan jalan dengan melakukan pemotongan tebing setebal 2-6 meter dan penebangan tegakan pepohonan (land clearing) di lokasi aquo dengan mengabaikan terbitnya izin lingkungan yang seharusnya diupayakan Terdakwa sebelum melakukan pemanfaaatan kayu tersebut”;

“Meninbang bahwa Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi :

Ayat (1) : “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL -UPL wajib memiliki izin lingkungan”, dan Pasal 40 ayat (1) undang-undang tersebut berbunyi : “Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan”,

 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan , Pasal 2 ayat (1) berbunyi: “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan lingkungan hidup wajib memiliki Amdal”.

Pasal 1 angka 2 berbunyi : “Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup”;

“Menimbang, bahwa di persidangan, Ahli Prof. Dr. Alvi Syahrin,S.H,M.S menerangkan bahwa suatu kegiatan karena adanya aktivitas, Ahli Prof.H.Syamsul Arifin,S.H,M.H., menerangkan bahwa Izin Lokasi merupakan suatu kegiatan, sedangkan Izin Pemanfaatan Kayu merupakan suatu usaha”;

“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan dengan mengambil alih keterangan kedua Ahli tersebut di atas maka Majelis berpendapat bahwa kegiatan pembukaan jalan dan penebangan tegakan pepohonan yang dilakukan oleh Terdakwa untuk dan atas nama PT GDS merupakan suatu bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup”;

“Menimbang, bahwa di persidangan keterangan Ahli Prof.Dr.Asep Warlan Yusuf, S.H.,M.H.,dan Ahli Donny Arif Wibowo,S.Hut.,M.Sc., pada pokoknya menerangkan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan hidup wajib memiliki dokumen lingkungan dan setiap orang yang mendapatkan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) wajib untuk mendapatkan izin lingkungan sebagai syarat izin usaha dan izin usaha tersebut menjadi syarat untuk memanfaatkan kayu. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu tidak secara langsung mensyaratkan kegiatan memiliki dokumen lingkungan dan izin lingkungan, namun diatur dalam persyaratan Izin Pemanfaatan Kayu yang mewajibkan Pemohon Izin Pemanfaatan Kayu casu PT GDS mencantumkan izin peruntukan lahan, di dalam izin peruntukan lahan mewajibkan setiap kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan untuk memiliki izin lingkungan dan dokumen lingkungan”;

“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan di atas, diperoleh fakta hukum bahwa Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P-14/menhut/II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu telah mensyaratkan diperlukannya dokumen izin peruntukan penggunaan lahan yang dipandang sebagai suatu izin usaha yang di dalamnya melekat izin lingkungan dan dokumen lingkungan, sehingga oleh karenanya, seandainya, quad non penerbitan Izin Pemanfaatan Kayu tidak disertai izin peruntukan penggunaan lahan, Terdakwa tidak seharusnya melakukan pemanfaatan kayu secara langsung karena dokumen izin lingkungan yang melekat di dalam izin peruntukan penggunaan lahan belum terbit “;

“Menimbang, bahwa dengan demikian jelaslah bahwa Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/menhut/II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu tidak seharusnya ditafsirkan secara sempit dengan tujuan hanya semata-mata mencari keuntungan yang lebih besar dengan mengatasnamakan memberi pemasukan kepada negara dengan mengabaikan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya yang dipandang sebagai ancaman yang serius bagi lingkungan hidup” ;

“Menimbang, bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat bahwa dalam perkara in casu terdapat pihak lainnya sebagai pemangku kepentingan yang turut memberikan andil terjadinya perbuatan aquo diantaranya adalah Saksi …selaku Bupati Samosir yang bersikap ambivalen dan tidak konsisten menerapkan peraturan perundang-undangan dengan cara menerbitkan regulasi Surat Izin Lokasi Nomor 100 Tahun 2013 yang diterbitkan tanggal 07 Juni 2013 untuk merubah Surat Izin Lokasi Nomor 89 Tahun 2012 yang sudah habis masa berlakunya pada tanggal 01 Mei 2013 dan ternyata Surat Izin Lokasi Nomor 100 Tahun diberlakukan sejak tanggal 01 Mei 2012, selanjutnya Surat Izin Lokasi Nomor 89 Tahun 2012 tersebut dipergunakan sebagai salah satu kelengkapan syarat permohonan Izin Pemanfaatan Kayu yang dipergunakan oleh Terdakwa untuk melakukan pembukaan jalan dan penebangan kayu di lokasi aquo” ;

“Menimbang, bahwa telah ternyata pula bahwa Saksi …Ir Yunus… yang merupakan bawahan Saksi Mangindar…melakukan penafsiran terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor -14/II/Menhut/2011 secara sempit yang dipandang lebih menguntungkan dengan tidak mempertimbangkan peraturan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 ataupun peraturan pelaksananya, sejatinya , seorang kepala daerah harus memperhatikan peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional dalam setiap kebijakannya; (vide : Pasal 44 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)”;

“Menimbang, bahwa sesuai dengan keterangan Saksi …di persidangan, sebagai Bupati Samosir memiliki kewajiban untuk melakukan kordinasi terhadap tugas-tugas pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perangkat Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) di bawahnya termasuk di dalamnya melakukan kordinasi dan pengawasan terhadap penerapan peraturan perundangundangan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Badan Lingkungan Hidup, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Samosir dan monitoring terhadap setiap regulasi yang diterbitkan oleh Bupati Samosir, akan tetapi menurut fakta-fakta di persidangan, hal tersebut diabaikan oleh saksi Mangindar …”;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diperoleh fakta bahwa perspektif Saksi Ir Mangindar …, Ir Yunus …, Saksi Mery…,Ir Hatorangan … dan Terdakwa yang menerangkan bahwa tidak diperlukannya izin lingkungan bagi suatu kegiatan pemanfaatan kayu yang didasarkan kepada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 tidak beralasan hukum”;

“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut, maka Majelis berpendapat bahwa unsur Ad.2 telah terpenuhi “;

ad.3. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara  ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. (halaman 137 )

“Menimbang, bahwa berdasarkan pendapat kedua Ahli tersebut di atas yang secara keseluruhan diambil alih menjadi pendapat Majelis , maka Majelis berpendapat bahwa perbuatan pembukaan jalan dengan memotong tebing dengan ketebalan 2-6 meter dan penebangan tegakan pepohonan di areal Izin Lokasi PT GDS di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir ,Provinsi Sumatera Utara seluas + 400 (empat ratus) hektar oleh Terdakwa selaku Direktur PT GDS telah menimbulkan akibat terjadinya kerusakan tanah pada Lokasi Plot 1 koordinat : No 02032’33,2’ E 098033’19,8’ , Lokasi Plot 2 koordinat : No 02032’43,1’ E 098033’25,8’, Lokasi Plot 3 koordinat : No 02033’30,7’ E 098032’54,1’ , Lokasi Plot 4 koordinat : No 02033’56,9’ E 098032’47,0’ yang indikatornya adalah sebagai berikut :

– Hilangnya tanah top soil setebal 10-20 cm dan solum tanah setebal 4-5 m.apabila laju pembentukan tanah 25 cm selama 100 tahun , maka diperlukan waktu selama 1200-2000 tahun untuk pembentukan kembali tanah yang hilang menjadi seperti sedia kala.

– Terjadi perusakan vegetasi kawasan hutan alam yang ditandai dengan hilangnya stratifikasi tajuk pohon secara vertikal dan horizontal sehinggal kemampuan lahan dalam menyerap karbondioksida menjadi menurun atau hilang.

– Terjadi kerusakan struktur tanah, tanah menjadi labil akibat sistem perakaran pohon yang berfungsi sebagai penahan menjadi hilang, menurunnya permeabilitas tanah dan penurunan pori drainase yang menyebakan kemampuan tanah meresapkan air menjadi turun, menurunkan ketersediaan air, dan terjadinya penurunan fungsi total tanah.

– Menurunnya keanekaragaman genetik tanah mikroorganisme tanah dan penurunan bakteri pelarut P dan local respirasi.

– Terjadinya perubahan ukuran terhadap sifat fisik, kimia dan hayati tanah melebihi ukuran yang dapat ditenggang dengan menggunakan parameter erosi, ketebalan dan solum tanah, jumlah mikroba, derajat pelurusan air serta komposisi fraksi;

 – Terjadinya longsor karena tanah/batuan menunjukkan sifat yang belum kompak; Menimbang, bahwa menurut hemat Majelis, bahwa rangkaian perbuatan Terdakwa yang melakukan pemotongan tebing setebal 2-6 meter dan melakukan penebangan pepohonan di lokasi aquo dipandang sebagai suatu tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga menimbulkan akibat kerusakan tanah di lahan kering yang dimaknai sebagai kerusakan tanah untuk produksi biomassa dan memenuhi kriteria baku kerusakan ekosistem yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang yang dikonstruksikan sebagai perbuatan perusakan lingkungan hidup“;

“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Ahli di persidangan yang diambil alih menajdi pendapat Majelis, bahwa dibutuhkan waktu paling singkat 100 tahun untuk merestorasi hutan alam kembali kepada keadaan semula dan berdasarkan keterangan Ahli Dr.Ir.Basuki Wasis, M.si yang mempedomani Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup, akibat kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Terdakwa menimbulkan kerugian yang perinciannya adalah sebagai berikut:

1. Kerusakan Ekologi Rp76.510.000.000,00

2. Kerusakan Ekonomi Rp38.400.000.000,00

3. Pemulihan Ekologi Rp34.986.000.000,00 Total Kerugian Kerusakan Rp149.896.000.000,00 (seratus empat puluh sembilan milyar delapan ratus sembilan puluh enam juta rupiah)”.

“Menimbang, bahwa dengan demikian, maka unsur Ad.3 telah terpenuhi”;

5. Kesimpulan

bahwa sebelum Majelis menjatuhkan putusan pemidanaan kepada Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan tentang keadaan – keadaan yang memberatkan dan keadaan – keadaan yang meringankan yakni sebagai berikut :

Keadaan-Keadaan Yang memberatkan:

“Perbuatan Terdakwa telah menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang membutuhkan waktu sekitar 100 tahun untuk memulihkannya…”;

Keadaan- Keadaan Yang Meringankan:

“…Terjadinya Tindak Pidana Perusakan Lingkungan Hidup juga disebabkan oleh sikap dan tindakan pemangku kepentingan lainnya diantaranya Bupati Samosir yang tidak konsisten dalam menerbitkan regulasi dan telah tidak mengawasi pelaksanaan regulasi pada jajarannya termasuk di dalamnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir terkait dengan penerbitan Izin Pemanfaatan Kayu”.

M E N G A D I L I :

1.Menyatakan Terdakwa JS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Perusakan Lingkungan Hidup.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp5.000,000,000,00 (lima milyar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak membayar denda akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu)tahun.

3. Menjatuhkan pidana tambahan kepada PT GDS  untuk memperbaiki kerusakan lingkungan di areal Izin lokasi seluas + 400 (empat ratus ) hektar di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir dengan cara menanam tanaman keras di lokasi bekas tebangan pohon dan membangun dinding penahan tebing terhadap tebing yang telah dipotong oleh PT GDS.

4. Memerintahkan Terdakwa ditahan.

5. Menetapkan barang bukti berupa :…56. Analisis Dampak Lingkungan PT GDS.

6. Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp5.000,00

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi/Judex Juris menyatakan putusan Judex Facti tersebut sudah tepat dan benar dalam pertimbangan dan putusannya, yang menyatakan Pemohon Peninjauan Kembali telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Perusakan lingkungan hidup”;

M E N G A D I L I

– Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana JS tersebut;

–  Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku;

–  Membebankan kepada Terpidana untuk membayar biaya perkara pada pemeriksaan peninjauan kembali sebesar Rp2.500,00.

Sumber :

  1. Putusan Pengadilan Negeri Balige Nomor 28/Pid.Sus/2015/PN.Blg yang diucapkan pada  pada hari Rabu tanggal 19 Agustus 2015.
  2. Putusan PK MA  Nomor 110 PK/Pid.Sus-LH/2018t yang di ucapkan pada hari Selasa tanggal 31 Juli 2018.
  3. Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf b UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14 /Menhut-II/20112011  tentang Pemanfaatan Kayu.
  5. ttps://spektrumonline.com/2020/02/24/ “Dishut Maluku Tak Kaji Amdal”

About the Author

Saya bekerja sebagai ASN di salah satu Kementerian yang mengurusi Sumber Daya Alam. Sudah berkeluarga dan tinggal di Bogor. Pendidikan Sarjana Hukum dari Universitas Tanjung Pura Pontianak.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini