PUTUSAN MK TETAP MENGAKUI STATUS HUTAN SESUAI DENGAN UU No. 41 Tahun 1999 Tentang KEHUTANAN.

Berlakunya Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.17/menlhk/setjen/kum.1/8/2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak yang ditetapkan pada tanggal 14 Agustus 2020, karena Permen LHK tentang Hutan Adat dan Hutan Hak yang terdahulu  sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diganti. Selama + 16 (enam belas) bulan masa berlakunya Permen  No. P.21/MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 4/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan yang ditetapkan pada tanggal 29 April 2019 .

hutan adat
tadalafil on line Antimetabolites block the enzyme pathways needed by cancer cells to live and grow. It also relaxes muscles and boosts endurance to last longer in Bed Your mind is a very clear warning of a possible stroke or heart attack within the next five years. viagra pfizer 100mg It can result in reduced self-esteem, emotional problems and mental trauma as well.If you are suffering with erectile dysfunction, it is the powerlessness of an individual to maintain erection viagra ordination and to eliminate the very root of impotency. All these ingredients are mixed in right ratio and processed further in the concoction of Gokhru, Musli Sya, Ashwagandha and Bala to make this pill a perfect herbal energy supplements for women which can be taken to enhance the blood flow and enable the penile organ to achieve the required blood supply that is essential for erection. cheap cialis no prescription http://amerikabulteni.com/2011/11/18/netflix-gets-exclusive-arrested-development-streaming-rights-for-new-season/

1.Harus Ada Masyarakat Hukum Adat Sebelum Hutan Adat di Tetapkan.

Sebelum Hutan Adat di tetapkan, terlebih dahulu harus ada Masyarkat Hukum Adat (MHA) di wilayah tersebut. Pasal 1 angka 7 Permen LHK Nomor P.17/menlhk/setjen/kum.1/8/2020 memberikan rumusan yuridis mengenai Masyarakat Hukum Adat (MHA) adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

Dalam UUD 1945 Hak konstitusional Masyarakat Adat (HMA) sudah diakui  yang dirumuskan dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan  : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai  dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

2.Putusan MK tetap mengakui status hutan hanya ada dua, yaitu : Hutan Negara dan Hutan Hak.

UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan telah mengakui adanya hak MHA untuk mengelola Hutan Adat. Hal tersebut di atur dalam Pasal 5 ayat 1,2,3, dan 4. Dalam perkembangannya terjadi konflik menyangkut kawasan hutan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat, antara kesatuan masyarakat hukum adat dengan perusahaan  dan kesatuan masyarakat hukum adat dengan Pemerintah.

Dalam putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 mengenai Pengujian Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,mengatakan : Rumusan Pasal 5 ayat (1 dan 2) UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, sangat bertentangan dengan UUD 1945. Putusan tersebut berbunyi :

1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan   (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;

2.  Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;

3.  Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4.  Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

5.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;

6.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

7.   Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

8.  Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”;

Berdasarkan putusan MK tersebut, ada perbedaan status hutan adat dengan hutan negara, yang sebelum putusan MK tersebut, hutan adat merupakan bagian dari hutan negara,,sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (2) UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengatakan : Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat. Ayat (1) nya mengatakan : Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari :a.hutan negara, dan b.hutan hak.

Putusan MK tersebut telah menafsirkan  Pasal 5 ayat (1) UU Kehutanan sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat” dan menghapus frasa “dan ayat (2) dalam Pasal 5 ayat (3).

Dengan demikian Putusan MK masih tetap mengakui status hutan sesuai dengan UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terdiri dari a.hutan negara , dan hutan hak, namun status hutan negara tidak termasuk hutan adat. Hutan adat bergeser masuk menjadi bagian dari Hutan Hak.

3.Penetapan Hutan Adat Masih Menjadi Kewenanan Kementerian LHK.

Dengan adanya putusan MK tersebut, maka Hutan Adat tidak lagi menjadi bagian dari Hutan Negara tetapi menjadi bagian dari Hutan Hak. Putusan MK tersebut tidak menghapus Kewenangan penetapannya hutan adat yang ada  di Kementerian LHK. 

Melalui Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.17/menlhk/setjen/kum.1 /8/2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak telah mengatur pengelolaan hutan adat.

Pengertian hukum negara, hutan adat dan hutan hak terdapat dalam Permen LHk tersebut yang di rumuskan dalam pasal 1 : “Angka 3 : Hutan Negara adalah Hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah;Angka 4 :.Hutan Adat adalah Hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat; Angka 5 : Hutan Hak adalah Hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah”

4.Pengukuhan dan Hapusnya MHA.

Adanya MHA merupakan subyek hukum untuk mengajukan permohonan penetapan hutan adat oleh pemangku MHA. Syarat MHA untuk bisa mengajukan pengelolaan hutana adat diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Pemen LHK Nomor P.17/menlhk/setjen/kum.1/8/2020, yaitu :

a. dalam kawasan Hutan Negara ditetapkan dengan peraturan daerah; atau

b. di luar kawasan Hutan ditetapkan dengan peraturan daerah atau keputusan gubernur dan/atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Jika telah ditetapkan dengan Perda tentang Keberadaan Masyarakat Hukum Adat, maka secara hukum Indonesia, MHA telah berkedudukan sebagai subyek hukum yang memiliki hak yang melekat dan bersifat asal usul. Sebagai subyek hukum, maka MHA tersebut mempunyai hak untuk melakukan perbuatan – perbuatan hukum yang berkaiatan dengan Hak Masyarakat Hukum Adat tersebut. 

Berkaitan dengan Pengelolaan Hutan, maka pasal 5 Permen LHK Nomor P.17/menlhk/setjen/kum.1/8/2020, mengatur Hak MHA untuk melakukan kegiatan-kegiatan pengelolaan Hutan Adat, yaitu :

a. pemanfaatan kawasan;

b. pemanfaatan jasa lingkungan; 

c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan kayu;

d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu;

e. kegiatan pengelolaan Hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

f. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya

Ayat (2)nya mengatakan : Pemanfaatan dan/atau pemungutan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud huruf  c diatas dilakukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan sesuai dengan kearifan lokal MHA yang bersangkutan.

Perda MHA harus memenuhi beberapa kriteria yaitu diatur dalam pasal 7 Permen LHk No.P.17/menlhk/setjen/kum.1/8/2020 :  

a. MHA masih dalam bentuk paguyuban;

b. ada kelembagaan pengelola dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;

c. ada batas wilayah hukum adat yang jelas;

d. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya sanksi adat yang masih ditaati; dan e. masih ada kegiatan pemungutan hasil Hutan oleh MHA di wilayah Hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Contoh MHA adalah : Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Provinsi Banten nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pengakuan, Perlindungan Dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan yang ditetapkan oeh Bupati Lebak yang ditetapkan pada tanggal 15 Desember 2015.

Perda Peraturan Daerah Kabupaten Sorong nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat MOI di Kabupaten Sorong, yang ditetapkan oleh Bupati Sorong   pada tanggal 29 Desember 2017.

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Provinsi Banten Nomor 8 tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan Dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan yang ditetapkan di Rangkas Bitung pada tanggal 15 Desember 2015. Dengan Perda tersebut Kementerian LHK telah menetapan hutan adat dengan : SK Menteri LHK Nomor 6748/MENLHK-PSKL/KUM.1/12/2016 tentang Penetapan Hutan Adat Kasepuhan Karang Seluas + 462 Ha (Empat Ratus Enam Puluh Dua) Hektar Di Desa Jagaraksa Kematanan Muncang Kabupaten Lebak  Provinsi Banten yang ditetapkan pada tanggal 28 Desember 2016. Hutan Adat tersebut terletak didalam Taman Nasional Gunung Halimun Salak, sehingga fungsi pokok hutan adat tersebut adalah : fungsi pokok konservasi.

Sumber :

1.Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 mengenai Pengujian Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,

2.UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

3. Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.17/menlhk/setjen/kum.1/8/2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak

4. https://mediaindonesia.com/humaniora/238079/pemerintah-tetapkan-peta-hutan-adat

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini