KOALISI POLITIK KAKEK-NENEK YANG INGIN TERUS MENDIKTE GEN-X

Berdirinya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) konon digambarkan sebagai angin baru dalam dunia politik. Tapi sayang bagi saya bukan angin segar menyegarkan penuh aroma bunga. Tapi lebih tampak sebagai aroma angin kemenyan mengandung mistis, serta keinginan untuk menyelesaikan isu lewat jalan belakang.

Apa pasal? Karena tidak jelas para orang tua yang berkumpul di dalamnya mewakili siapa? Untuk apa? Dan mau kemana?

Betapa tidak, selama ini negara yang tengah di drive oleh kaum muda generasi X (kelahiran 70-80), kini sedang baik-baik saja. Ada masalah ekonomi, tapi siklikal. Ada masalah politik di daerah, tapi dalam proges perbaikan. Tidak ada yang serius saat ini kecuali pandemi Covid-19.

Mau Kemenong?

Secara politik kebangsaan pun, tidak ada masalah besar. Tidak perlu kiranya digelarnya show of force suatu kelompok atau himpunan orang-orang yang sering masuk TV itu. Tidak ada masalah yang idiil, apalagi konstitusional terkait nasib bangsa ini.

Sehingga saya tengarai bahwa berdirinya kelompok ini, sebagai gimmick, stunt show. Tujuannya apa belum jelas. Apakah ada romantisme sejarah masa lalu seperti Petisi 50? Atau merasa bahwa ke’aku’an itu adalah hal penting? Bisa jadi toh?

Bisa jadi ini merupakan narsisme feodalistik gaya baru. Senioritas yang kurang dapat sorotan apatah lagi potongan kekuasaan agar bisa merasa penting, demi tujuan ekonomi-koneksi.

Memang. Politik di Indonesia dapat digambarkan sebagai melting pot feodalisme. Tempat bertemunya majikan dan hamba, majikan dan majikan, hamba dan hamba. Bagi para majikan, kekuasaan akan selalu kembali pada dirinya sendiri demi puja puji.

Ekonomi Koneksi Saat Saldo Menipis

Bagi para hamba, kekuasaan adalah demi periuk nasi lebih besar untuk dirinya, juga jalan pintas menjadi majikan berikutnya. Semua ini melahirkan apa yang dinamakan sebagai ekonomi koneksi. Ada manfaat ekonomi besar berdekat-dekatan dengan para cukong.

Ada manfaat ekonomi besar, dekat dengan kepala proyek. Ada keuntungan besar, bersandar pada orang-orang yang tengah memegang jabatan penting. Walau jabatan itu didapatkan seseorang dengan leadership yang baik, karir yang cemerlang.

Tapi sebagian besar orang ada yang merasa bahwa jabatan partikular yang dipegang orang lain adalah warisan nenek moyangnya sendiri. Sehingga dirinya berhak dapat cipratan kontannya. Walau begitu, ekonomi koneksi jamak terjadi dimanapun.

Lapar Ngamuk Kenyang Bego

Politisi bermental hamba adalah entitas purba di tanah air ini. Mereka muncul di setiap zaman. Mereka bisa mengintil tiap kekuasaan, bisa mengambil alih kekuasaan. Kadang mereka tersingkir lalu jadi penyamun di hutan. Saat nilai ekonomis hutan naik. Mereka jadi penyamun bagi kertas-kertas dokumen hutan.

Saat para politisi mental hamba ini saba kota, mereka jadi penyamun dari tingkat gang, jalan, terminal, hingga akhirnya naik kasta ke terminal bandara, atau memegang kontrak-kontrak upeti yang tidak tentu arah. Yang para politisi miliki ini, untuk jadi senjata bargain adalah massa.

Politisi mental hamba ini cenderung bermanifes pada perwujudan sikap naluriah yang aneh, Laper ngamuk kenyang bego. Faktanya memang itu yang terjadi. Saat mereka lepas jabatan, mereka akan bersuara paling tajam mengkritisi orang yang menjabat.

Sebaliknya saat menjabat mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Selalu keluarkan kebijakan atau komentar tidak produktif, tidak ilmiah, tidak terukur, tidak sistemis, tidak mengandung upaya ciptakan benchmark. Tetiba jadi Duryudana yang tidak mengerti bahwa dirinya tidak mengerti.

BUKAN PETISI 50

Jika tiba-tiba mereka bergabung dalam satu kumpulan. Maka memang baiknya seperti itu. Biarkanlah begitu. Jika niat kumpulan tersebut meraih massa, maka massa yang akan mereka dapatkan. Tapi massa yang sama hopeless dan julidnya pada kemenangan orang lain.

Ada yang menyamakan dengan Petisi 50 di era 80-an. Akan halnya Petisi 50 juga lahir karena gagasan partikular Pancasila yang dikooptasi oleh penguasa Orba. Sementara penguasa saat ini malah meminta RUU HIP yang identik dengan kooptasi Pancasila di hentikan.

Juga belum tentu RUU HIP benar-benar mengkooptasi Pancasila. Belum ada bukti sehingga perlu dikritisi dengan segera. Semua in ibaru postulat serta teori belaka.

Jadi. Jika bukan seperti gerakan Petisi 50. Lalu gerakan KAMI ini -kembali lagi- mau apa? Nyelamatkan siapa?

Gimmick Tak Berkesudahan

Jadi, ini semata gimmick (main olah watak). Bahkan jujurnya melihat komposisi gerakan ini yang berisikan kelompok baby boomers dari era 50-60-an, malah membuat Gen Y sebagai calon penerus estafet dari Gen X makin kebingungan.

Penulis sendiri berada dipertengahan Gen-X dan Gen –Y, merasa bahwa para kakek ini sudah tidak tepat lagi merasa mewarisi permasalahan yang diderita di Indonesia, apatah lagi menyelesaikannya. Realm politik sedang berubah kearah progres yang belum dikenal sebelumnya. Praktik politik bolehlah masih ada rasa lama, tapi juga dengan varian baru yang penuh adaptasi.

Gen-X makin mengerti bahwa masalah Indonesia ada pada masih menipisnya peluang kelas menengah meraih pasar luar negeri dengan menjual barang jadi. Pemahaman strategis pada ekonomi 5G juga belum difloorkan merata. Sementara pasar dalam negeri dibiarkan “diasuh” produk cina,  Gen-Y berupaya untuk melakukan akselerasi agar produk jadi serupa dengan buatan RRCm bisa juga dibuat di tanah air.

Hal yang dibutuhkan adalah mengentaskan kendala politik terutama di daerah yang masih merusak iklm investasi.  Kendala lain juga pada masalah pajak yang mestinya lebih berkesinambungan, dilindungi UU lebih tegas lagi untuk memindahkan kekayaan dari si kaya kepada si miskin. Omnibus law harus bisa diejawantah sebagai bagian dari upaya itu.

Sudah cukup padat concern Gen-X dan Gen-Y mengupayakan masa depan lebih baik bagi para milenialis yang 10 tahun lagi akan pegang kendali. Jadi cukup para kakek KAMI diam di rumah saja ngemong cucu dan bicara tentang hebatnya perang masing-masing pada cucunya saja.

About the Author

Jurnalis asongan, pengais setiap rizki halal, penitip setiap doa baik di dunia. Politisi yang menunggu dikarbit. Kyai kantong bolong. Lahir di dusun kecil Jalancagak, tinggal di dusun kecil Jalancagak. Berharap menutup hari tua di dusun kecil Jalancagak.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini