Kepuasan Publik Rendah, Butuh Keberanian Jokowi dalam Reshuffle Kabinet

Pemerintahan Jokowi – KH Ma’ruf Amin memang baru berusia satu tahun, namun sejumlah kalangan masyarakat menilai pemerintahan ini justru tak berjalan maksimal. Ada sejumlah keluhan terutama terhadap kinerja para menteri dalam 1 tahun awal pemerintahan Jokowi periode kedua ini. Sejumlah survey yang digelar bahkan menunjukkan tingkat kepuasan yang cukup rendah dari publik terhadap kinerja para menteri Jokowi.

Survei Litbang Kompas (Oktober 2020), misalnya menunjukkan bahwa angka ketidakpuasan publik terhadap pemerintah menembus angka sekitar 52,5 persen, terdiri dari 46,3 persen tidak puas dan 6,2 persen sangat tidak puas. Ini menunjukkan prestasi terendah dari para menteri Jokowi dalam pemerintahan jilid duanya.

Survei Indonesia Political Opinion (IPO) juga menunjukkan gejala yang tak jauh berbeda pada kepuasan publik terhadap kinerja menteri kabinet Indonesia Maju. Praktis hanya, Menteri Keuangan Sri Mulyani yang didapuk sebagai menteri berkinerja terbaik dengan angka 61 persen, posisi kedua ditempati Menteri Pertahanan Prabowo Subianto 57 persen. Kemudian disusul Mendagri Tito Karnavian 49 persen, Menlu Retno Marsudi 43 persen, dan Menteri BUMN Erick Thohir 38 persen. Inilah 5 menteri yang menduduki Top Five Ranking menteri-menteri Jokowi.

Bagaimana dengan menteri-menteri yang dinilai berkinerja kurang baik atau bahkan dinilai buruk? Dari urutan paling bawah adalah Menkominfo Johnny G Plate 0,3 persen, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly 0,4 persen, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto 0,8 persen, Menteri KKP Edhy Prabowo 0,8 persen, dan Mentan Syahrul Yasin Limpo 0,9 persen.

Survei hampir mirip dirilis Indonesia Political Review (IPR). Lembaga Survey ini menyatakan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja para menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin pada setahun ini secara umum masih di bawah 50 persen. Terkait kinerja keseluruhan, hasil survei IPR mengungkap 51,3 persen publik mengatakan tidak puas puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin dan 43,7 persen menyatakan puas, sisanya 5,0 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab.

IPR menyebutkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai menteri berkinerja paling memuaskan yakni 45,2 persen, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di posisi dua dengan meraih 44,9 persen, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali (44,8 persen) di posisi 3, Jaksa Agung ST Burhanuddin (44,0 persen), Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (43,7 persen) dan Menteri Dalam Negeri, Jenderal (Purnawirawan) Tito Karnavian (43,0 persen).

Sementara Menteri yang paling kecil mendapatkan kepuasan publik terkait kinerjanya adalah Menteri PPPA Sofyan Djalil (34,8 persen), Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro (34,5 persen), Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purnawirawan)
Moeldoko (34,0 persen), Sekretaris Kabinet Pramono Anung (33,6 persen), dan terakhir Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah (33,3 persen).

Buruknya survey terhadap para menteri ini kemudian mendapat reaksi dari pendukung Jokowi yang menamakan diri Jokowi Mania atau yang biasa disebut “Joman”. Lewat Ketuanya, Imanuel Ebenezer, Relawan Joman menilai ada sejumlah menteri yang harus dicopot. Sebab mempertahankan menteri-menteri itu hanya akan membuat citra Jokowi semakin buruk di mata publik.

“Harus ada penyegaran agar pemerintahan ini berjalan sebagaimana mestinya. Menteri menteri itu gagal mengeksekusi kebijakan pro rakyat dan nawacita Jokowi,” papar pria yang akrab disapa Noel ini.
Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam juga menilai Presiden Joko Widodo perlu melakukan reshuffle kabinet untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.

“Lakukan perombakan kabinet (cabinet reshuffle) secepatnya untuk melakukan perbaikan di sektor-sektor yang dianggap lemah. Langkah ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahan,” kata Umam seperti dikutip Kompas.com, Rabu (21/10/2020). Ia menambahkan, Presiden Jokowi sebagai nakhoda pemerintahan harus menghentikan trend negatif tersebut.

Apakah kabinet Jokowi memang benar-benar perlu melakukan perombakan?

It sildenafil viagra de pfizer is an amino acid that stimulates the nitric oxide. When a man is aroused, the blood flow increases to his reproductive organ http://amerikabulteni.com/2011/09/05/friends-comes-to-nick-at-nite-are-we-really-that-old/ cialis properien filling up the empty chambers. Low sperm count and SDT diseases affect fertility in human being. viagra 100mg pills find this Operation is an additional solution towards the snorers nonetheless it engrosses risks even though the effectiveness varies according to the cause of the problem. levitra free

Melihat buruknya rapor para menteri, idealnya memang Presiden Joko Widodo perlu mengubah struktur kabinetnya yang dinilai publik kurang memuaskan. Apalagi dukungan perubahan itu tak muncul dari partai oposisi, melainkan dari para pendukungnya sendiri.

Sudah selayaknya Jokowi tak boleh mengecewakan para pendukungnya. Sebab meski dia didukung oleh banyak Parpol dalam memenangkan Pilpres 2019, kalau mau jujur kekuatan Jokowi justru terletak pada relawannya. Relawan-relawan dalam jumlah besar inilah yang memberikan pressure kepada partai politik berpikir ulang ketika tidak mendukung mantan Wali Kota Solo ini kembali maju dalam Pilpres 2019. Jadi jelas kesuksesan Jokowi di pilres lalu, tak melulu disebabkan oleh mesin partai pendukung, tapi juga gerakan masif dari para relawannya.

Lalu seperti apa, formasi ideal bagi menteri-menterinya jika memang orang nomor satu ini ingin memperbaiki citranya hingga 4 tahun mendatang?

Penulis berpendapat di perombakan kabinet ini jelas Jokowi haruslah lebih banyak menggunakan kaum profesional dibandingkan memasang orang yang berasal dari partai pendukung. Sebab seperti yang kita lihat beberapa menteri dari parpol justru adalah biang kerok dari buruknya penilaian publik.

Sebut saja Menkominfo Johnny G Plate (Nasdem), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (PDIP),Menteri KKP Edhy Prabowo (Gerindra) dan Mentan Syahrul Yasin Limpo (Nasdem) justru masuk sebagai menteri dengan kinerja terburuk versi Survey. Bahkan nilai mereka tak sampai 1 persen.

Kalau melihat komposisi menteri Kabinet Indonesia Maju yang terdiri dari 34 orang menteri memang sepertinya komposi ini terasa ideal. Karena Jokowi menyatakan 18 kursi diisi oleh kalangan profesional non-parpol dan 16 kursi diisi berlatar belakang parpol. Tapi kalau kita lihat lebih jauh, pernyataan ini tak tak sepenuhnya benar. Sebab 3 nama disebut ada di kalangan profesioanl, sebelumnya sudah pernah berada di jajaran partai atau paling tidak pernah dekat dengan parpol.

Sebut saja nama Luhut Binsar Panjaitan yang selama ini erat hubungannya dengan Partai Golkar, Mahfud MD yang selama ini dekat dengan PKB di zaman Gus Dur dan Fahrul Razi yang pernah dekat dengan Hanura. Belum lagi Jaksa Agung ST Burhanuddin yang identik dengan Nasdem.

Jumlah orang partai yang ada dalam kabinet juga bertambah dengan masuknya 5 orang wakil menteri yang juga terindikasi dari partai politik. Sebut saja Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi (PPP), Wakil Menteri Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Angela Tanoesoedibjo (Perindo), Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra (PSI), Wakil Menteri PUPR Wempi Wetipo (PDIP), dan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga (Golkar). Belum lagi masuknya sejumlah relawan.

Sehingga sangat terkesan komposisi menteri yang ada tak maksimal karena ada “politik balas budi” di sana. Publik tentu prihatin dengan ini. Apalagi gaji menteri juga dibayar dari uang pajak rakyat.

Mungkin hasilnya akan berbeda jika berani melakukan Reshuffle, Jokowi menggunakan komposisi 60 atau 70 persen kaum profesional dan hanya memakai 30-40 persen saja orang parpol. Toh walau kadang hanya “lip service”, semua parpol yang ditanya soal komposisi menteri, pastilah akan menjawab bahwa iposisi menteri adalah hak preogratif presiden Jadi kapan lagi presiden mau menjalankan kewenangan itu.

Masalahnya, Jokowi sanggup memangkas jumlah orang parpol dalam kabinetnya demi naiknya kinerja para menteri, atau Jokowi tetap akan mempertahankan komposisi orang parpol demi mengurangi “serangan parpol”? Hanya waktu yang bisa menentukan. ()

About the Author

menghabiskan sebagian karirnya sebagai wartawan dan redaktur di sejumlah media massa nasional (Sinar Harapan, MATRA dan Indopos). Konsultan Publik Relation terutama berkaitan dengan kasus lingkungan. Pemerhati dan penggiat sastera Melayu Tionghoa.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini