Internet masuk kampung terpencil?


Internet masuk kampung terpencil?

“Jangankan internet, listrik aja nggak ada. ” begitu kata Didin yang pernah menjelajah pegunungan tengah di Papua. Sebelum pemekaran disebut wilayah pegunungan Jayawijaya. Ada kemajuan terutama akses transportasi sampai ke pedalaman setelah pemekaran daerah pegunungan itu menjadi beberapa kabupaten.

This can leads to greater control over the urge best prices on viagra to make love. Its important in your early emails to introduce cialis 40 mg yourself well. Will viagra viagra online be given a mild sedative to help you relax down. Super P force found encumbered with two active and significant components called dapoxetine and sildenafil citrate, a one pills with two diverted solution. buy viagra generic


Kampung kampung di lembah lembah gunung terpencil, di perbatasan satu kabupaten dan kabupaten lain, daerah yang jauh dari keramaian kota. “Kalau sudah di kampung kampung itu, mesti siap makan makanan lokal. Tak ada warung di situ. Bermalam di honai, atau di rumah pendeta.

Kehadiran guru, rata rata hanya satu bulan dalam setahun. Bukan daerah yang disukai oleh guru. Kabarnya guru yang ditugaskan ke sana artinya di”buang”. Kata banyak orang Papua daerah “merah” seram berbahaya. Geografisnya, terjal, jalan setapas terbatas, kadang lebih banyak panjat daripada daki. Daerah terisolir. Jalur yang sering dilalui Kelompok Bersenjata. Kelompok yang justru menganggap daerah terisolasi lebih aman dari hadangan tentara.

Membayangkan kampung kampung di lembah terjal, pembelajaran jarak jauh bakalan sulit, kalau tak bisa disebut tak mungkin. Siapa yang akan membimbing dan mengawasi, kalaupun ada listrik dan internet karena guru enggan ke sana.

Di harian kompas di bahas soal pembelajaran jarak jauh yang sulit dilakukan daerah terpencil. Harian itu menampilkan keadaan di kepulauan Aru, yang tak ada internet dan listrik. Para murid di sana lebih beruntung karena guru guru masih bersemangat mengunjungi murid walau harys mendayung. Lebih beruntung dibanding mereka yang bersekolah di pucuk pucuk kampung di lembah pegunungan tengah papua.

Walau arah pendidikan ke pengenalan teknologi informasi internet, namun jelas butuh infrastruktur yang terus menerus mendukung teknologi dunia maya. Infrastruktur bukan cuma jalan dan jembatan, air strip, pelabuhan, perahu kapal, dan yang penting dalam konteks belajar jarak jauh adalah akses wifi yang terus menerus.

Arah dari pendidikan nasional sekarang sudah jelas, yakni untuk mengurangi gap pendidikan daerah pusat dengan pinggiran. Karena itu harus menyediakan fasilitas yang relatif sama antara pusat dan pinggiran. Salah satunya adalah menempatkan guru bermutu di daerah daerah terpencil. Kebijakan itu akan ideal untuk memperkaya pendidikan di daerah terpencil yang tersebar di Indonesia. Tapi siapa guru yang mau begitu? Apakah harus ada kebijakan reward and punishment?

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini