Inilah Bermacam Modus Operandi Para Koruptor Daerah

Modus operandi koruptor makin canggih karena aliran uang adalah sistem, sistem bisa dimatikan (shut it) dapat juga dialihkan (flow it), atau dibuat buntu (culdesac), pemikiran ala hacker ini diterapkan oleh koruptor dari kelas berat hingga kelas teri. Bagaimanapun caranya uang mesti didapat, resiko dikurangi, tidak tercium, terendus pengawasan ketat.

Jika dalam dunia hacker mengambil uang dapat dilakukan dengan lakukan money laundry ke setiap salon back link dengan mengutip berulang kali biaya antar transfer uang yang akhirnya dikembalikan ke akun bank. Sementara hacker dengan orang dalam bank menikmati tiap persenan yang diberikan dari upaya pemindahan aung akun bank ke satu bank hingga berputar kembali uangnya utuh ke akun awal.

Prinsip ini juga terjadi di duna nyata, yang terpenting di sini adalah memahami aturan, lalu membengkokannya (bends the rules).

Koruptor non virtual juga sadar akan aturan-atuan, mereka rajin mengkaji tiap aturan membahas dengan serius sehingga bisa ditemukan celah atau gap kosong yang bisa dimanfaatkan untuk suatu program abal-abal demi mendapatkan kucuran danan pusat yang mendasaknan pada sistem money follow progam dari sebelumnya money follow function. Apa saj yang dilakukan para penggarap dana daerah tersebut? Kita bahas satu-satu.

Program untuk lingkaran sendiri

Program memang berjalan tapi perlibatannya adalah di antara lingkaran koneksi sendiri yang saling memberi rasa aman di antara mereka. Pada akhirnya, pengawasan seolah terkecoh. Modus-modus lkoruptor lama seperti gunakan perusahaan fiktif, atau lewat suap pemenangan tender tidak akan lagi digunakan. Cara bermain aman lebih pada perputaran uang proogam di lingkaran sendiri.

Dengan cara inilah pihak yang terlibat dengan aparat yang berikan persetujuan bisa saling cincai satu sama lain. Targetnya tidak lagi jangka pendek uang tunai langsung dibayr di depan, tapi jangka panjang dlam bentuk bantuan kampanye dari pengusaha yang dapatkan tender. Kaena bantuan kampanye tidak digolongkan sebagai gratifikasi

Rekening Pribadi

Sebagai orang yang terlibat politik daerah kami juga mengamati ada beberapa modus yang umumnya digunakan para aparatur “nakal” terkait keberadaan rekening yang disimpan  liar. Modus pertama adalah dengan memanfaakan bunga bank. Kucuran dana dari pemerintah pusat tidak langsung masuk ke kas daerah, tetapi lebih dahulu masuk ke rekening pribadi agar bisa mendapatkan bunga.

Modus lain adalah dengan membuat memo (disposisi) dinas untuk mentransfer uang dari pusat ke rekening pribadi. Selain itu, pada jabatan tertentu hingga pejabat kepala daerah bisa saja menggunakan surat keputusan (SK) tentang suatu kegiatan sebagai modus. SK akhirnya dimanfaatkan untuk mendapat insentif besar terkait kegiatan tertentu. Melalui pat gulipat moneter.

Faktanya, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditunjukkan peningkatan jumlah rekening liar. Ambil contoh, temuan yang didasarkan dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2005,di mana rekening liar terus meningkat jumlahnya dua kali lipat dibandingkan dengan  dengan laporan pada tahun tahun sebelumnya.

Rekening Yang Ditinggalkan

Pada tahun 2004  di mana pilkada pertama kali hendak digulirkan, BPK sudah emenelusuri 277 rekening pemerintah daerah yang ada pada Bank Indonesia dengan nilai fantastas Rp 3,5 triliun. Rekening itu anehnya tidak ikut disajikan dalam LKPP. Melalui penelusuran lanjutan BPK menemukan jumlah bervariasi yang ditemukan di bank umum pemerintah lainnya.

Terhitung Sebanyak 29 rekening pemerintah di bank umum pemerintah senilai Rp 3,4 triliun juga tidak ikut dilaporkan dalam LKPP. Apatah lagi masuk ke dalam laporan keuangan yang disajikan kepada BPK. Sehingga BPK  menggarisbawahi bahwa sebelum pilkada berlangung ssemua laporan keuangan daerah sejatinya tidak PERNAH mewakili keadaan keuangan pemerintah daerah yang sebenarnya.

Rekening itu ditinggalkan begitu saja, dan entah siapa yang mereguk untung dari keberadaan abandoned account itu selama ini. Tentunya ini menimbulkan banyak pertanyaan besar.

Apakah itu bagian dari suap daerah kepada pusat? Apakah uang itu sengaja jadi gratifikasi untuk plot lebih besar lagi, apakah uang tersebut suatu waktu akan ada yang mengaksesnya? Demi kepentingan klik atau suatu perencanaan yang lebih besar lagi?

Apakah Rekening Liar Melanggar hukum

Jawabannya secara definitif ya. Adanya rekening liar yang dimiliki pemda bertentangan dengan peraturan penganggaran. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Pasal 29, tentang Perbendaharaan Negara. Karena keberadaaan rekening itu tanpa sepengetahuan Departemen Keuangan.

Rekening abal abal itu juga bertentangan dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 3 di mana sgela jenis keuangan negara harus masuk laporannya dengan jelas secaa berjenjang dan bertingkat hingga dpat dibahas kembali ke APBN.

Artinya pada posisi rekening liar atau yang ditinggalkan pelaporannya tidak pernah masuk ke APBN. Hal itulah yang jelas-jelas sangat melanggar prinsip akuntabilitas yang ditekankan pada setiap aparat baik pusat dan daerah. Artinya ini meupakan sekandal besar yang sejatinya tidak bisa dimaafkan. Karena rakyat harus bisa mendapatkan manfaat dari segala tranfer keuangan sebagai line of life bagi pemerataan pembangunan.

Mengulur waktu

Ada pula modus lainnya yakni menunda-nunda penyetoran uang ke kas negara/daerah. Alasan Penundaan penyetoran disebutkan terjadi karena dana kas digunakan untuk kepentingan lainnya. Umumnya pemegang kas biasanya menggunakan sisa kas untuk pembiayaan kegiatan tahun berikutnya atau kegiatan yang memang tidak ada pagu anggarannya. Penundaan bagaimanapun tidak terlaporkan dan sangat membahayakan kas daerah.

Akan halnya, Penundaan penyetoran ke kas negara bahkan juga terjadi di tingkat pemerintah pusat. Contoh terkenal adalah yang melibatkan Dicky Iskandar dalam kasus Bank Duta di mana anggaran yang mestinya disetor ke Kejaksaan Agung pada tahun 1980-an baru disetorkan pada tahun 200,7..

BPK lalu menelusuri giat aneh ini dan menemukan bahwa uang yang belum disetor ke kas negara bisa mencapai Rp 24,51 triliun yang terjadi di tujuh kementerian dan lembaga non-kementerian. Alasan besar mengapa tertunda karena peraturan “tidak mengatur jelas kapan mesti kembai” namun dalam hal ini yang jelas ada yang diuntungkan dari idle nya anggaran tersebut.

Sementara negara lagi-lagi dirugikan karena membutuhkan dana-dana dalam bentuk apapun untuk bisa dianggarkan kembali lewt apbn dan akhirnya apbd. Modus operandikoruptor dari titik ini saja begitu dashyat.***

About the Author

Jurnalis asongan, pengais setiap rizki halal, penitip setiap doa baik di dunia. Politisi yang menunggu dikarbit. Kyai kantong bolong. Lahir di dusun kecil Jalancagak, tinggal di dusun kecil Jalancagak. Berharap menutup hari tua di dusun kecil Jalancagak.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini