Yakinkan bantuan bagi pekerja di bawah 5 juta tepat sasaran?

Angin segar buat para pegawai yang bergaji di bawah 5 juta rupiah per bulan. Pemberian bantuan ini akan diberikan kepada 13 juta pekerja di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku pemerintah sedang mengkaji pemberian bantuan kepada para pegawai yang bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan melalui video conference, Detik.com Jakarta, Rabu (5/8/2020).

Menteri Keuangan memberi ancer ancer menyiapkan anggaran anggaran yang 31, 2 triliun rupiah untuk program bantuan yang disiapkan pemerintah. Langkah kedepannya, Menteri Keuangan berharap bantuan dana stimulus baru ini bisa mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional. Penyerapan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai agustus ini masih perlu ditingkatkan,” ungkapnya.

Sumber tersebut menghembuskan pemerintah akan memberikan bantuan kepada pegawai yang gajinya di bawah Rp 5 juta. Bantuannya mencapai Rp 600 ribu per bulan selama 5 bulan.

Kalau dari keterangan menteri keuangan, jelas bahwa bantuan itu diberikan kepada pekerja yang bergaji di bawah 5 juta rupiah. Jelas pula bahwa pekerja yang dimaksud adalah pegawai negeri? 

Soal pembelajaran bantuan dana buat rakyat dari tahun ke tahun mengalami hal yang sama. Secara teori di atas kertas. Sudah jelas siapa saja yang akan dapat. Usulan dari bawah sampai atas dan persetujuan yang berwenang juga sudah jelas. Siapa warga yang dapat dan yang tak dapat juga sudah jelas. Lalu ketika pelaksanaan menjadi tidak jelas. Ada kasus yang mengatakan dana yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jumlahnya kurang dari yang dijanjikan. 

Panitia di tingkat pelaksana lapangan mengatakan bahwa terjadi pemotongan itu untuk dana pemerataan. Tidak terlalu paham kenapa demikian, yang saya pahami adalah ada warga yang protes tidak mendapat bantuan, karena itu mereka yang dapat harus dipotong dananya supaya bisa memberi dana kepada yang tidak dapat. 

Ada pula karena capeknya mengurus soal bantuan dana di tingkat yang paling rendah, maka ada dana yang dipotong untuk membayar kompensasi pada panitia yang bekerja. Walau sudah ada indikasi penyelewengan, tetapi tentu memerlukan investigasi yang sungguh sungguh sampai ada kejelasan. Kalangan LSM greget minta supaya bansos itu diganti dengan BLT. Bansos dinilai sarat penyelewengan.

VigRx plus pill is one of buy cheap cialis the causes of prostatitis. Erectile dysfunction is when a person is not able to have a penile erection without the help of artificial methods including medicines or buy levitra medical devices. The current treatment for chronic hepatitis C is a natural antioxidant that appears cialis generic uk in stable and unstable forms. This attitude predominates in couples who cling to each other but slowly libido dies down and flicker of romance starts to fade away. appalachianmagazine.com viagra generika

Lalu apa yang akan terjadi dengan bantuan bagi masyarakat yang penghasilannya di bawah lima juta per bulan, bantuan itu sebesar 600 ribu rupiah selama lima bulan untuk 13 juta pekerja. 

Ada hal yang patut menjadi perhatian dan pertimbangan dengan mengacu dari pengalaman bantuan sosial yang belum lama terjadi dan dilaksanakannya. Pertama  soal penyelewengan bantuan. Kemungkinan besar kejadian bansos akan terjadi pada bantuan dana. Walau siapa saja sudah jelas, tetapi bisa jadi akan mengalami kerumitan di lapangan. Bisa jadi sampai tingkat pengumpulan data berjalan lancar. Semua warga sudah tahu, siapa yang dapat dan yang tidak dapat, dengan alasan yang telah dijelaskan oleh pihak kelurahan, jajarannya dan bawahannya. Namun ketika pelaksanaan dilakukan, warga yang tidak dapat bansos protes. “Kok dia dapat, kok saya nggak dapat.” begitu reaksinya. “Dia lebih kaya dari saya mendapat bansos, sementara saya nggak dapat.” Ada lagi yang mengatakan “saya janda kok tidak dapat.” adalah “dia janda dapat padahal anak anaknya orang kaya, dia sendiri tinggal bersama anak anaknya.” Tampaknya sulit sekali untuk menentukan kriteria mereka yang mendapat bansos. Ini soal apa?

 Merasa kurang senang melihat keberuntungan orang lain, ada rasa cemburu; sirik; barangkali dengki karena kenapa bukan dia yang diberi bantuan, kepada tetangga sebelah rumah, atau tetangganya yang satu RT, atau tetangganya yang beda RT tapi satu RW. Tetangga yang satu pemukiman saling bertemu dan merasa saling tahu satu dengan lainnya. Kalau soal demikian, bukan fenomena kekurangan dan kelebihan dengan indikator ekonomi. Ini soal mentalitas. 

Orang yang merasa mentalitasnya perlu atau tidak perlu dibantu, bergantung pada dirinya sendiri. Seorang merasa berhak dan tidak berhak menerima bantuan bukan ditentukan oleh kriteria dari petugas. Saya temukan kasus ini di kampung sebelah, dan merasa bahwa temuan ini penting artinya. Ketika sedang sibuk sibuknya pembagian bansos, seorang nenek, janda, usia sudah 70 tahun, bekerja sebagai pengumpul sampah di kompleks perumahan. Dia mengatakan kepada Pak RT demikian: 

“ Pak RT, saya kembalikan bantuan sosial. Saya merasa tidak berhak menerima. Benar, bahwa janda mendapat prioritas bantuan, tetapi saya adalah janda yang tinggal di rumah anak anak saya. Saya mendapat makanan yang cukup. Sandang pangan dan papan sudah berlebihan dari bantuan anak anak saya yang berkecukupan. Sebaiknya jatah saya diberikan kepada warga yang lain.”

Dari perspektif saya, memberi bantuan dana itu untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Jadi harus dipastikan bahwa yang menerima adalah orang yang berpenghasilan di bawah 5 juta rupiah. Jangan sampai terjadi dana bantuan salah sasaran. Mereka yang berpenghasilan di bawah 5 juta tidak mendapat, yang ujungnya tidak mendongkrak daya beli masyarakat. Jangan lagi menggunakan istilah pemerataan untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Ini bukan pemerataan, program ini jelas untuk mendongkrak kegiatan ekonomi supaya stimulan itu bisa menggeliatkan ekonomi yang lesu akibat pandemi Covid 19. Kasus ini bukan khas Indonesia, di mana kebijakan menggelontorkan dana segar ke masyarakat untuk menstimulasi ekonomi. 

Mungkin ada baiknya mereka yang berpenghasilan di atas 5 juta rupiah mengakui dan menganggap bukan hak nya menerima bantuan. Sama halnya seperti nenek janda yang menyerahkan haknya kepada orang lain yang jauh membutuhkan. Dengan tidak mengambil yang bukan haknya sama dengan menguatkan ikatan solidaritas bergotong royong sebagai satu bangsa. 

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini