Permasalahan Subsidiary Governance Pada Anak Perusahaan BUMN

Kali ini saya akan membahas mengenai Subsidiary Governance Pada Anak Perusahaan BUMN. Tapi sebelumnya apa sih yang dimaksud dengan subsidiary governance?. Mengutip dari situs PWC, jika pemahaman mengenai Subsidiary Governance adalah:

Kerangka kerja tata kelola anak perusahaan pada dasarnya menghubungkan kembali ke tujuan bisnis utama, yang menampilkan manajemen risiko, serta pengendalian dan pengurangan biaya, dan akan memastikan perusahaan berjalan secara gesit dan seefisien mungkin. Struktur kelompok yang kompleks hanya akan memperberat beban/kewajiban atas peraturan, hukum, dan kepatuhan.

Jadi jelas ya sebenarnya Subsidiary Governance ini adalah konsep tata kelola perusahaan untuk anak perusahaan, yang mana untuk SG ini ditekankan pada hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaannya. Mengapa diperlukan SG? untuk lebih detail menjawab ini Anda bisa membaca postingan mengapa BUMN perlu menerapkan GCG?. Namun mengapa diperlukan SG secara khusus pada Anak Perusahaan? Jadi berdasarkan pengertian yang dikemukan oleh PwC di atas, sebenarnya SG ini menekankan pada pengendalian (control), dan pengurangan biaya sehingga anak perusahaan bisa berjalan seefesien mungkin dan menghubungkan kembali pada tujuan bisnis holding. Selain itu, SG juga menekankan pada upaya manajemen risiko yang berasal dari holding kepada anak perusahaannya.

Their ability to supercharge you will ensure that your next sexual encounter will be a memorable one for all the right reasons! Take some time and read up on the medical unica-web.com generic for viagra or EPharmacy site for comprehensive information on the medication, benefits, use, warnings and more. You can cheap brand viagra use this natural treatment to fight erectile dysfunction. More often than not, viagra sans prescription this is applicable to those with acute TMJ syndrome. Cranberry juice viagra generic cialis has long been believed to alleviate urinary problems.

Namun sayangnya konsep dan hubungan antara holding dan anak perusahaan itu tidak dikenal dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) dan UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Sehingga ada baiknya Konsep Subsidiary Governance ini nantinya harus dikodifikasi dalam suatu produk hukum yang berlaku umum (Peraturan Menteri BUMN misalnya) atau dan juga diratifikasi secara internal oleh Keputusan Direksi Induk dan Anak Perusahaan. Sehingga penerapannya bisa efektif dan terproteksi oleh suatu peraturan tertentu.

Subsidiary Governance Framework apa yang digunakan dalam konsep ini dalam kebiasaan? Dalam praktiknya SG disadur dari best practice Kantor Akuntan Publik Deloitte, namun tidak dijelaskan apakah institusi tersebut memakai konsep best practice framework seperti ini di perusahaan di sektor privat atau publik atau apa? . Namun bagaimana best practice framework Subsidiary Governance Anak Perusahaan BUMN di negara lain? hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut agar penerapannya tepat untuk dilakukan terhadap anak perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh BUMN di Indonesia.

Permasalahan Subsidiary Governance dengan Prinsip Perseroan Terbatas

Doktrin UUPT mengatur bahwa setiap entitas perusahaan adalah entitas hukum terpisah dalam menjalankan kebijakan bisnis berdasarkan Anggaran Dasar, RJPP, dan RKAP suatu Perseroan Terbatas. Ketentuan itu juga dapat dimaknai bahwa dalam suatu grup bisnis, anak perusahaan merupakan entitas yang terpisah dari induk perusahaannya. Sehingga setiap Kebijakan yang dibuat holding kaitannya dengan proses kontrol, pengawasan dan monitoring harus pula selaras dengan dokumen-dokumen tersebut. Jadi konsep draft Subsidiary Governance mempunyai potensi tidak selaras dengan AD, RJPP, dan RKAP masing-masing Anak Perusahaan sehubungan dengan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris. Sehingga diperlukan, proses harmonisasi terhadap keseluruhan dokumen legalitas anak perusahaan tersebut?

Selain itu, juga perlu dikaji lebih mendalam apa dampaknya jika kewenangan organ-organ Anak Perusahaan (RUPS, Dekom dan Direksi) didelegasikan dan fungsi mereka dilaksanakan oleh induk perusahaannya secara langsung. Misalnya jika fungsi RUPS Anak Perusahaan yang didelegasikan kepada RUPS Holding seperti dalam menetapkan persetujuan pembubaran dan pendirian perusahaan. Hal tersebut tidak diatur dalam peraturan manapun. Hal ini berarti peran RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris pada anak perusahaan tidak berfungsi secara normal layaknya Perseroan Terbatas pada umumnya sebagaimana ditentukan dalam UUPT. Ada baiknya karena entitas anak perusahaan itu terpisah (separate entity) dari induk perusahaannya, terkait wewenang dan tanggung jawab organ-organnya harus pula tetap berfungsi. Solusinya, seharusnya Induk Perusahaan tidak bertindak secara langsung untuk pengurusan/kontrol anak perusahaanya melainkan dapat membuat kebijakan atau pedoman untuk diterapkan anak perusahaan dengan syarat sudah disetujui oleh organ-organ anak perusahaan dan ditetapkan dalam suatu aturan internal pada anak perusahaan.

Selain itu, terkait dengan konsep subsidiary governance , bagaimana dengan kontrol Anak Perusahan Tingkatan Kedua (Cucu perusahaan)/perusahaan yang dikontrol oleh anak perusahaan BUMN? Apakah konsep Subsidiary Governance ini juga mencakup/berlaku terhadap entitas tersebut? Jika dilihat dari konsep yang dikembangkan SG pada umumnya sepertinya tidak berlaku. Padahal entitas anak perusahaan tingkatan kedua dapat mempengaruhi tujuan anak perusahaan tingkat pertama dan secara tidak langsung akan menambah nilai dari entitas tersebut karena sifatnya vice versa sebagaimana hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan tingkat pertama.

Sebagai bentuk upaya harmonisasi terkait rencana penerapan konsep pengembangan kebijakan Subsidiary Governance, terhadap SG pada anak perusahaan BUMN harus pula dilakukan sinkronisasi aturan/kajian hukum dengan dengan peraturan terkait dengan penerapan GCG pada BUMN dan anak perusahannya seperti:

  1. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara dan perubahannya. Peraturan ini mengatur terkait dengan fungsi organ perusahaan yang juga berlaku untuk Anak Perusahaan BUMN serta seluruh aspek tata kelola BUMN dan Anak Perusahaan BUMN. Apakah dengan pemberlakuan SG ini , akan berpotensi menimbulkan polemik dengan hal-hal yang diatur dalam peraturan tersebut?
  2. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi Dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara dan perubahannya. Peraturan ini telah mengatur secara lugas terkait dengan Pengangkatan Anggota Direksi dan Dewan Komisaris, yang sememangnya diberikan kewenangan kepada Organ Anak perusahaan. Sedangkan dalam Parameter terdapat peran RUPS holding yang sememangnya tidak diatur dalam Peraturan manapun.
  3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas. Mohon parameter yang dibuat dalam draft SG ini disesuaikan dan diselaraskan dengan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Anak Perusahaan meskipun dikendalikan oleh holding, namun organ-organ perusahaannya harus tetap berfungsi sesuai dengan UUPT.

Disamping itu, perlu juga dikaji risiko mengenai sumber daya manusia yang memiliki kompetensi untuk penugasan penerapan Subsidiary Governance ini karena adanya kekaburan-kekaburan terhadap konsep atau nilai yang dibuat, sehingga perlu digali risiko kompetensi SDM apabila belum memadai untuk menilai kecukupan informasi dalam memahami indikator yang berakibat tidak tepat memberikan skor. Hal ini karena standar yang digunakan pada umumnya merupakan standar yang digunakan oleh Akuntan Publik di sektor privat.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini