Permasalahan Implementasi Evaluasi Jabatan berdasarkan Permenpan 34 Tahun 2011

Permasalahan Implementasi Evaluasi Jabatan berdasarkan Permenpan 34 Tahun 2011

Pada dasarnya terdapat beberapa peraturan yang menjadi dasar hukum dilaksanakannya evaluasi jabatan yakni antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Perpres Nomor 38 Tahun 2020 tentang Jabatan yang Dapat Diisi PPPK, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pengusulan,Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pembinaan PPPK yang Menduduki Jabatan Fungsional.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil mengatur salah satunya mewajibkan Instansi pembina melakukan evaluasi jabatan. Untuk selanjutnya hasil evaluasi tersebut harus mendapatkan persetujuan Kemenpan untuk divalidasi, yang lalu hasil penetapan dari validasi tersebut dilegitimasi oleh Kepala Instansi yang bersangkutan melalui keputusan dan keberlakuannya bersifat nasional sehingga tidak hanya di lingkungan instansi tersebut.

Evaluasi jabatan penting karena formasi jabatan akan disusun pada jabatan yang sudah dievaluasi sebelumnjya, yang diikuti dengan penetapan kelas jabatan akan terstandar secara nasional. Kondisi ini akan memberikan kejelasan mengenai arah karier JF dan struktural. 5. Selain kelas jabatan, evaluasi jabatan akan menghasilkan peta jabatan serta analisis harga jabatan. Hasil evaluasi jabatan ini juga dapat dimanfaatkan secara luas, mulai dari penyusunan dan penetapan kebutuhan pegawai, hingga pemberhentian. Sehingga nantinya, formasi jabatan yang dibuka dalam rekrutmen ASN akan betul-betul spesifik dan jabatan-jabatan yang mempunyai keahlian sesuai dengan hasil evaluasi jabatan.

Evaluasi jabatan tidak hanya dilakukan sekali saja, namun juga dilakukan dalam kondisi yang mengharuskan pelaksanaan evaluasi jabatan kembali. Kondisi tersebut antara lain perubahan organisasi yang mengakibatkan perubahan nomenklatur, tugas, dan fungsi jabatan, serta penambahan atau penghapusan kewenangan pada jabatan. Intinya, jika evaluasi jabatan telah dilakukan hingga selesai, maka strategi manajemen ASN dapat dijalankan dengan baik.

Adapun alur penetapan Evaluasi Jabatan meliputi beberapa tahapan. Tahapan pertama, Tim Instansi menyusun Peta Jabatan (sesuai Anjab dan ABK) dan Informasi Faktor Jabatan (sesuai Permenpan No.34 Tahun 2011). Selanjutnya, Tim Instansi menyusun Lampiran I-V sebagaimana dimaksud dalam Permenpan No.39 Tahun 2013. Setelah seluruh lampiran berhasil diselesaikan, PPK instansi pembina mengusulkan hasil evaluasi jabatan kepada Menteri PANRB (Tim Instansi Melakukan Pembahasan/Asistensi Bersama perwakilan Tim Menpan). Selain itu PPK Instansi Pembina juga harus mengirimkan Surat Rekomendasi Jabatan Fungsional dalam bentuk softcopy kepada Menpan. Atas pengajuan tersebut, Tim Menpan selanjutnya melakukan validasi terhadap usulan hasil evaluasi jabatan Surat Penetapan Menteri.

Evaluasi Jabatan Struktural

Penyusunan informasi faktor jabatan (IFJ) struktural harus diambil dari nama Jabatan hasil analisis jabatan. Selanjutnya, harus dilakukan penulisan Peran Jabatan yang diambil dari Peran Jabatan hasil analisis jabatan. Informasi yang lain penting yang harus dimuat yakni Uraian Tugas dan Tanggung Jawab yang diambil dari Uraian Tugas dan Tanggung Jawab hasil analisis jabatan. Selanjutnya harus ditulis Hasil Kerja Jabatan yang diambil dari Hasil Kerja pada hasil analisis jabatan.

Penulisan tingkat faktor jabatan (IFJ) struktural harus meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a) Ruang lingkup dan dampak program;
b) Pengaturan organisasi;
c) Wewenang penyeliaan dan manajerial;
d) Hubungan personal;
e) Kesulitan dalam pengarahan pekerjaan dasar;
f) Kondisi lain berdasarkan tingkat kesulitan dan kerumitan dalam melaksanakan kewajiban, wewenang, dan tanggung-jawab penyeliaan.

Tingkat faktor Jabatan struktural terdiri dari 6 (enam) klasifikasi penilaian, dimana masing-masing tingkat faktor tersebut mempunyai range nilai yang berbeda sebagai berikut:

  1. Ruang Lingkup dan Dampak Program (Tingkat faktor 1-5), yakni digunakan untuk Mengukur tingkat kerumitan dan kedalaman lingkup dan dampak umum bidang program dan pekerjaan yang diarahkan oleh pejabat struktural, termasuk dampak pekerjaan di dalam maupun di luar organisasi;
  2. Pengaturan Organisasi (Tingkat faktor 1-3), yakni digunakan untuk menilai tanggung jawab suatu jabatan dengan mempertimbangkan situasi organisasi dalam beberapa tingkat jabatan penyeliaan.
  3. Wewenang Penyeliaan dan Manajerial (Tingkat faktor 1-3), yakni digunakan untuk menilai wewenang penyeliaan dan manajerial dalam pengarahan program khusus, fungsi lini, fungsi staf, dan kegiatan operasional yang dijalankan secara berulang dan penunjang;
  4. Hubungan Personal yang dibagi lagi menjadi dua faktor yakni Faktor 4-A Sifat Hubungan (Tingkat faktor 1-4), yakni untuk menilai tingkat hubungan organisasi, wewenang, atau pengaruh, dan kesulitan dalam melakukan hubungan. Faktor kedua yakni Faktor 4-B Tujuan Hubungan (Tingkat faktor 1-4), yakni untuk menilai tujuan hubungan yang meliputi pengarahan, perwakilan, negosiasi, dan komitmen, yang berhubungan dengan tanggung jawab penyeliaan dan manajemen;
  5. Kesulitan Dalam Pengarahan Pekerjaan (Tingkat faktor 1-8), yakni untuk mengukur kesulitan dan kerumitan pengarahan pekerjaan dasar dalam organisasi yang menjadi tanggung-jawab penyelia dalam hal teknis atau pengawasan baik secara langsung atau melalui penyelia bawahan, pemimpin tim, atau pihak lain;
  6. Kondisi Lain (Tingkat faktor 1-6), yakni untuk mengukur berbagai kondisi yang mempengaruhi tingkat kesulitan dan kerumitan dalam melaksanakan kewajiban wewenang dan tanggung jabat penyeliaan.

Evaluasi Jabatan Fungsional dan Jabatan Pelaksana

Penyusunan informasi faktor jabatan fungsional, dilakukan dengan mencantumkan Nama Jabatan yang diambil dari Nama Jabatan hasil analisis jabatan. Selanjutnya harus pula ditulis Peran Jabatan yang diambil dari Peran Jabatan hasil analisis jabatan. Berdasarkan hasil analisis jabatan harus ditentukan pula Uraian Tugas dan Tanggung Jawab jabatan. Selanjutnya terakhir adalah menuliskan Hasil Kerja Jabatan yang diambil dari Hasil Kerja pada hasil analisis jabatan.

Adapun Penulisan tingkat faktor jabatan (IFJ) fungsional harus meliputi beberapa hal sebagai berikut:

  1. Pengetahuan yang dibutuhkan jabatan;
  2. Pengawasan penyelia;
  3. Pedoman;
  4. Kompleksitas pekerjaan;
  5. Ruang lingkup dan dampak pekerjaan;
  6. Hubungan personal;
  7. Tujuan hubungan;
  8. Persyaratan fisik;
  9. Lingkungan pekerjaan

Tingkat faktor Jabatan fungsional dan jabatan pelaksana terdiri dari 9 (sembilan) klasifikasi penilaian, dimana masing-masing tingkat faktor tersebut mempunyai range nilai dan kegunaan/tujuan yang berbeda sebagai berikut:

  1. Pengetahuan (Tingkat faktor 1-9), yakni untuk mengukur sifat dan tingkat informasi atau fakta yang harus diketahui pegawai untuk melaksanakan pekerjaan.
  2. Pengawasan Penyelia (Tingkat faktor 1-5), untuk mengukur sifat dan tingkat pengawasan penyelia secara langsung atau tidak langsung, tanggungjawab pegawai, dan evaluasi hasil pekerjaan.
  3. Pedoman (Tingkat faktor 1-5), mencakup sifat pedoman dan pertimbangan yang dibutuhkan untuk menerapkan pedoman tersebut;
  4. Kompleksitas (Tingkat faktor 1-6), yang mencakup
  5. sifat, jumlah, variasi, dan seluk-beluk tugas, langkah, proses, atau metode, dalam pekerjaan yang dilaksanakan;
  6. kesulitan mengidentifikasi apa yang harus dilakukan; dan
  7. kesulitan dasar pelaksanaan pekerjaan
  8. Ruang lingkup dan dampak (Tingkat faktor 1-6), yang mencakup hubungan antara cakupan pekerjaan, antara lain: tujuan, keluasan, dan kedalaman tugas, dan dampak dari hasil kerja atau jasa di dalam dan di luar organisasi;
  9. Hubungan Personal (Tingkat faktor 1-4), adapun faktor ini meliputi pertemuan langsung, melalui telepon dan dialog melalui radio dengan orang yang tidak berada dalam rantai penyeliaan;
  10. Tujuan Hubungan (Tingkat faktor 1-4), yang mencakup pertukaran informasi, isu yang signifikan atau kontroversial dan berbeda pandangan, tujuan, dan sasaran;
  11. Persyaratan Fisik (Tingkat faktor 1-3), yang mencakup persyaratan dan tuntutan fisik yang diperlukan pegawai. Hal ini termasuk kemampuan dan karakteristik fisik
  12. Persyaratan Risiko (Tingkat faktor 1-3), adapun ini untuk mempertimbangkan resiko dan ketidaknyamanan dalam lingkungan pekerjaan, atau sifat dari pekerjaan dan peraturan keamanan yang dibutuhkan.

Pengajuan Validasi kelas Jabatan fungsional pada instansi pembina dilaksanakan dengan Berdasarkan Permenpan Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penetapan Kelas Jabatan di Lingkungan Instansi Pemerintah dan Permenpan Nomor 34 Tahun 2011 tetang Pedoman Evaluasi Jabatan, yang mempersyaratkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Pembina mengusulkan hasil evaluasi jabatan untuk divalidasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
  2. Dokumen yang perlu disampaikan dalam usulan evaluasi jabatan fungsional terdiri dari Informasi Faktor Jabatan Fungsiona dan Tabel Hasil Evaluasi Jabatan Fungsional.

Sedangkan Pengajuan Validasi kelas Jabatan fungsional bukan instansi pembina dilakukan berdasarkan Permenpan Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penetapan Kelas Jabatan di Lingkungan Instansi Pemerintah dan SE Menteri PANRB Nomor B/528/M.SM.01.00/2018 tentang Mekanisme Pengangkatan PNS dalam Jabatan Fungsional, dengan mengindahkan syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan hasil evaluasi jabatan untuk divalidasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
  2. Dokumen yang perlu disampaikan dalam usulan evaluasi jabatan fungsional terdiri dari:
  • Lampiran I – Rekapitulasi Kelas Jabatan dan Persediaan Pegawai;
  • Lampiran III –
  • Daftar Nama Jabatan Fungsional dan Jabatan Lainnya, Kelas Jabatan, dan Persediaan Pegawai;
  • Lampiran V – Tabel Hasil Evaluasi Jabatan Fungsional dan Jabatan Lainnya;
  • Peta Jabatan; dan
  • Surat Rekomendasi Jabatan Fungsional dari Instansi Pembina Jabatan Fungsional.
Effervescent form also tastes cialis price raindogscine.com good like other soft drugs of the market. A cemented joint technique is used more often in aged people who have issues with generic levitra online mobility and possess ‘weak’ bones. I have no association with InLife so you can be sure of it if you read raindogscine.com cialis 40 mg. They effectively treat pill viagra this condition without damage your health.

Tanya Jawab

1.Terkait penerapan kelas jabatan yang berlaku nasional, apakah dimungkinkan untuk adanya klaster dalam suatu Jabatan Fungsional? Aturannya dimana?

Tanggapan:

Pada Permenpan 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja PNS tidak memungkinkan pembagian tentang sistem clustering. Sehingga hal ini tidak memungkinkan karena tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Misalnya: Hanya ada kelas jabatan 17, tidak ada akelas jabatan 17 A, B, C, dll)

2. Terkait adanya pemberlakuan jabatan fungsional secara nasional, Fungsional Utama kelas jabatannya adalah 14, tetapi kalau di daerah tidak di mungkinkan karena kelas jabatan Inspektur 14, apakah tersebut nanti tidak menuai polemik kedepannya

Tanggapan:

Solusinya ada dua langkah yakni langkah pertama adalah Grade Tunjangan Inspektur dinaikan atau kalaupun tetap, maka inspektur diperankan sebagai AuditorFungsional Utama. Langkah kedua adalah Fungsional Madya yang ada di Pemerintah Daerah diberikan kompetensi tambahan sebagaimana dibutuhkan pada Fungsional Utama. Namun yang perlu diperhatikan adalah, Kompensasi terkait dengan penambahkan tunjangan tertentu tidak bisa asal dinaikkan dengan menaikan upgrade kelas. Karena nantinya hal tersebut akan bermasalah dengan aturan permenpan, sehingga solusinya adalah menaikkan tunjangan sesuai kompetensi tanpa harus mengupgrade kelas jabatan.

3. Apakah dimungkinkan Pejabat Struktural membawahi Jabatan Fungsional yang lebih tinggi?

Tanggapan:

Tidak dimungkinkan hal itu terjadi, karena akan menimbulkan konflik apabila Jabatan Fungsional yang dibawah pejabat struktural lebih tinggi. Maka dari itu pada PP No 11 Tahun 2017 membuka ruang bahwa tidak ada lagi pemberhentian sementara akibat tidak dapat mengumpulkan angka kredit atau tidak dapat naik pangkat dalam waktu 4 tahun.

4. Apakah Instansi Pembina menentukan sendiri faktor-faktor jabatan atau kelas jabatannya?

Tanggapan:

Iya benar, Instansi pembinan menentukan faktor jabatan dan kelas jabatan tersebut. Namun yang harus diperhatikan adalah dapat dimungkinkan faktor-faktor kelas jabatan yang berbeda sesuai dengan hitungan masing-masing instansi. Kalau ternyata ditemukan kompetensinya berbeda, maka kelas jabatan boleh dibedakan

5. Apakah dimungkinkan Kelas Jabatan fungsional yang sama berbeda dengan jabatan serupa di instansi lainnya? Hal ini dikarenakan jika melihat jenis, kompleksitas, dan ruang lingkup tugas pokok dan fungsi di instansi pembina jauh lebih kompleks di banding yang ada diinstansi pendukung lainnya?

Tanggapan:

Harus diteliti terlebih dahulu terkait kompleksitas dan kompetensi yang di butuhkan. Jika memang ditemukan terdapat perbedaan, dan di instansi pembina tugasnya lebih kompleks maka di mungkinkan terjadi perbedaan kelas jabatan/level kelas jabatannya.

6. Kalau dilihat pada info jabatan kan ada unsur terkait Pendidikan, bagaimana jika ternyata ditemukan bahwa ada pegawai/pejabat yang dari sisi Pendidikan kurang memenuhi jabatannya?

Tanggapan:

Pada dasarnya hal itu dapat dikategorikan salah kamar, artinya jabatannya tidak memenuhi persyaratan pendidikan. Langkah yang dapat diambil selanjutnya adalah mencarikan jabatan lain yang sesuai dengan persyaratan pendidikan yang dimiliki yang bersangkutan. Apabila pekerjaan yang lama masih bisa dibebankan pada pegawai tersebut silahkan. Namun kondisi tersebut mendapatkan pengecualian apabila terdapat kondisi yang tidak normal, misalnya seperti di Papua sekarang ini yang banyak staff-nya masih berpendidikan setara SMP dan SMA, maka kebijakannya adalah ada jabatan yang masih dihidupkan tetapi tidak untuk diisi oleh orang yang baru.

7. Bagaimana bentuk verifikasi dan validasi Kemenpan-RB atas evaluasi Jabatan yang dilakukan oleh Instansi Pembina?

Tanggapan:

Langkah pertama adalah adanya verifikasi kelembagaan dari Deputi Kelembagaan KemenPANRB.  Selanjutnya, Instansi Pembina mengeluarkan Peraturan Pelaksana soal Informasi Jabatan Fungsional masing-masing. Sehingga apabila ada Instansi yang mengusulkan Jabatan Fungsional, maka terlebih dahulu MenPANRB meminta hasil surat rekomendasi dari masing-masing instansi pembina. Kemudian MenPANRB mintakan peta jabatan pada KL/Pemda bersangkutan, apakah jabatan tersebut ada di peta jabatannya.

8. Apakah Instansi Pembina diberikan kewenangan untuk mengatur terkait range Kelas Jabatan pada suatu Jabatan Fungsional dengan nilai pagu tertinggi?

Tanggapan:

Sangat dimungkinkan. Instansi Pembina dapat mengatur terkait range Kelas Jabatan, dan itu bisa pagu tertinggi yang dapat diikuti Jabatan Fungsional pada K/L/Pemda lain,

9.Jika dalam kondisi dimana suatu jabatan Fungsional Madya di Instansi Pembina sudah “mentok” di golongan 4C, bagaimana caranya agar tidak terjadi demotivasi bekerja?

Tanggapan:

Jabatan Fungsional itu nasional, jadi kalau tidak ada jabatan di instansi pembina, seseorang yang sudah berada pada golongan dan pangkat terttinggi bisa pindah ke Instansi Lain untuk mencegah demotivasi kerja. Faktanya, banyak Pegawai instansi pembina menjadi jabatan tingkat Utama atau Sekretaris Utama di Kementerian Lain. Atau bisa dengan cara lain yakni dengan memberikan Kenaikan Gaji Berkala.

10. Apa yang harus diperhatikan secara khusus dalam pelaksanaan evaluasi jabatan agar dapat dilakukan dengan efektif/cepat mengingat batas waktu evaluasi sangat terbatas?

Tanggapan:

Pada prinsipnya pengusulan evaluasi jabatan yang sudah ada bisa diajukan dari analisis jabatan yang telah dilakukan selama ini, namun apabila terdapat perubahan kelas jabatan yang diakibatkanya adanya perubahan SOTK, Fungsi, Kompetensi, dll, maka jabatan-jabatan tersebut harus diusulkan kembali melalui proses evaluasi jabatan dan disampaikan kepada Kemenpan-RB. Sehingga yang diusulkan adalah Jabatan-Jabatan yang mengalami perubahan. Sehingga kalau tidak ada yang berubah, maka bisa pakai informasi jabatan yang lama/sebelumnya.

11. Terkait adanya kegiatan penyederhanaan organisasi, terdapat 11 jabatan fungsional yang baru di berbagai instansi pembina. Apakah evaluasi jabatan terhadap beberapa jabatan ini menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan oleh instansi pembina?

Tanggapan:

Harus dibedakan antara pengusulan jabatan dalam kondisi normal dan kahar. Dalam penyerataan/penyederhanaan organisasi: penyetaraan bukan mengekelaskan jabatan yang baru, tapi memberlakukan kelas jabatan sekarang pada jabatan fungsional baru. Sehingga kalau pegawai yang dimaksud pindah atau naik pangkat maka tidak berlaku lagi. Dan untuk penyetaraan tidak perlu dapat rekomendasi instansi pembina dan juga tidak memperhatikan peta jabatan.

12. Apakah objek evaluasi jabatan yang diajukan adalah untuk jabatan yang faktor-faktor jabatannya berubah saja?

Tanggapan:

Benar sekali, apabila tidak ada perubahan dasar hukum, SOTK dan informasi hasil jabatan yang terkait, maka tidak perlu dilakukan evaluasi jabatan, namun dengan syarat apabila terdapat perubahan informasi jabatan seperti perubahan nomenklatur dan sebagainya, maka evaluasi jabatan tetap harus diajukan kepada Kemenpan-RB. Sedangkan mengenai informasi jabatannya bisa mengacu pada dokumen analisis jabatan sebelumnya.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini