Ketika Citra KPK Mulai “Meredup” di Mata Publik

Beberapa tahun lalu, yang namanya Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang kerap kita sebut sebagai KPK, mempunyai pamor yang begitu luar biasa di mata publik. Sehingga ketika aparat penegak hukum lain dianggap “melempem” dalam penanganan kasus-kasus korupsi, lembaga satu ini pun menjadi idola baru bagi penegakan masalah hukum di tanah air.

Tapi pekan ini, ibarat petir yang menyambar di siang hari, KPK lagi-lagi dapat raport kurang memuaskan di mata publik berdasarkan Survei Indikator Politik yang dilansir Minggu (20/7/2020).

Dalam survey itu dipaparkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap lembaga pencegah korupsi ini sudah jauh merosot. Jika semula KPK berada di level tingkat kepuasan yang mencapai 84 persen, kini posisinya hanyalah di level tingkat kepuasan publik sebesar 74,7 persen alias melorot hampir 10 persen.

Secara lengkap survey yang digelar 13-16 Juli 2020 lalu ini, menunjukkan bahwa lembaga pimpinan Firli Bahuri ini hanya menempati posisi 4, dimana TNI menduduki posisi teratas dengan tingkat kepuasan mencapai 88 persen, di posisi kedua ada Presiden dengan tingkat kepuasan 79,1 persen, lalu disusul Polri dengan tingkat kepuasan mencapai 75,3 persen dan keempat KPK dengan tingkat kepuasaan 74,7 persen.

Capaian ini cukup menarik untuk kita simak, karena dalam survei yang dilakukan  oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 11-16 Mei 2019 lalu atau persis 1 tahun lalu, lembaga antirusuah ini justru adalah lembaga yang paling dipercaya publik. Kala itu KPK menduduki ranking pertama dengan tingkat kepuasan publik mencapai 84 persen, disusul oleh Presiden (79 persen), Kepolisian (72 persen) dan Pengadilan (71 persen).

Ini artinya dalam kurun waktu satu tahun saja, peringkat kepercayaan publik terhadap KPK sudah “terjun bebas” dari posisi teratas yang paling dipercaya, sekarang turun 3 perinkat ke level 4. Sebuah kenyataan yang sangat ironis sebenarnya.

Meresponi penurunan kepercayaan publik itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengakui bahwa pihaknya mendapatkan masukan soal merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK belakangan ini. Bahkan, dia menyatakan Litbang Kompas telah memberikan masukan kepada KPK tentang 5 faktor yang berpengaruh pada tingkat persepsi publik terhadap lembaga anti korupsi itu. Yaitu kondisi penegakan hukum nasional, independensi dan kemampuan penegak hukum, keterkaitan dengan situasi politik, kemampuan OTT, dan faktor kelembagaan KPK.

Jadi Nawawi menyatakan menghargai hasil penilaian publik terhadap lembaganya dan hasil ini akan dianggap sebagai salah satu peran serta masyarakat dalam mencintai lembaga KPK. Sehingga KPK akan semaksimal mungkin melakukan koreksi intern agar publik kembali memberikan kepercayaan terhadap kinerja KPK.

The medicine provides one to with a minimum 4 hours to canadian cheap viagra max 6 hours. A active routine intake of viagra buy in usa nitrate ingredients also affect the drug consumption as the both drugs can react badly in order to cause very high density reaction. The prices online cialis and the other brand of viagra are made of exactly the same ingredient. As a very efficient drug structure this drug is an approved and safe treatment if in case of a viagra for sale cheap Plus overdoseYou should never take more than 1 levitra in a 24 hour period is 100mg This medicine will become effective 1 hour after taking it and effects may be noticeable after 45mins* Effective treatment time is 4 – 6 hours* Always take this medicine with alcohol and nicotine.

Sebenarnya gejala penurunan tingkat kepercayaan publik ini bukan kali pertama mencuat, sebelumnya Alvara Research Center sudah menyampaikan bahwa tingkat penurunan kepuasan publik terhadap kinerja KPK ini sudah terjadi sejak 100 hari kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam survei tersebut dikatakan, kepuasan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menurun terutama setelah Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK direvisi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sendiri menilai merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jelas sebuah hal yang perlu disesali. Apalagi penilaian yang cenderung menurun itu, bukan kali pertama didapatkan oleh KPK. “Kemerosotan citra KPK di tengah masyarakat tidak bisa dilepaskan dari dua faktor, pertama kepemimpinan Firli Bahuri dan kedua dampak dari revisi UU KPK,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana seperti dikutip Bisnis, Rabu (22/7/2020).

Dalam catatan penulis memang sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 19 tahun 2019 yang merevisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, tak banyak lagi kasus besar yang diungkap oleh lembaga pimpinan Firli Bahuri ini. Hal ini sangat kontras dengan sepak terjang KPK selama beberapa tahun lalu.

Selama empat tahun terakhir, KPK tercatat telah melakukan 498 penyelidikan kasus, 539 penyidikan, 433 penuntutan, 286 putusan berkekuatan hukum tetap, 383 eksekusi dan menangkap 608 tersangka. Bandingkan dengan aktivitas KPK setelah UU KPK direvisi, dimana tersangka yang ditangkap hanyalah beberapa gelintir saja. Sehingga sekarang kita jarang sekali mendengar adanya “Jumat Keramat” bagi para koruptor.

Mungkin juga hal ini karena kini KPK lebih fokus pada program-program pencegahan dibandingkan menangani kasus Operasi Tangkap Tangan alias OTT. Sehingga pada tahun 2020, KPK telah berhasil melakukan penyelamatan uang negara sebesar Rp 61 triliun, berbanding terbalik dengan penangkapan yang hanya memiliki bahan bukti Rp 1 triliun saja.

Tapi tampaknya publik menghendaki lain, mereka lebih suka KPK menangkap kepala daerah ataupun pejabat yang terlibat korupsi, dibandingkan sekadar melakukan pencegahan tindak pidana korupsi.
Faktor lain memburuk citra KPK ternyata juga tak melulu akibat dari minimnya kasus penangkapan yang ditangani. Kehadiran sosok pimpinan yang cenderung kontroversial juga sangat mempengaruhi penilaian publik. Sehingga citra lembaga ini pun berangsur-angsur menurun.

Hanya saja publik sendiri belum mengetahui secara pasti apa sebabnya KPK jadi “melempem” seperti sekarang ini, karena yang tahu semua pastilah “orang dalam” KPK sendiri. Kini biarlah waktu yang akan membuktikan apakah publik masih menganggap KPK sebagai lembaga idola, atau bahkan mereka akan melupakan lembaga ini pada masa-masa mendatang. (WW)

About the Author

menghabiskan sebagian karirnya sebagai wartawan dan redaktur di sejumlah media massa nasional (Sinar Harapan, MATRA dan Indopos). Konsultan Publik Relation terutama berkaitan dengan kasus lingkungan. Pemerhati dan penggiat sastera Melayu Tionghoa.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini