Jurnalisme Gotcha Praktik Kotor Media Partisan

Ahok dipandang sangat bagus. Anies Baswedan dipandang sangat buruk. Ganjar Pranowo terlihat sangat hebat. Sandiaga Uno digambarkan sangat bodoh. Joko Widodo tampak santun dan merakyat. Prabowo Subianto diperlihatkan elit dan jauh dari kesan merakyat. Kris Dayanti tampak sebagai ibu yang abai. Agnes Monica dipandang tidak nasionalis.

Mereka semua dipersepsikan demikian oleh media. Tepatnya melalui trik yang dikenal sebagai Jurnalisme Gotcha. Arti dari Gotcha, merupakan istilah peyoratif dari Got Yea, atau Got You (kena kau), yakni pada saat media bersikap partisan dan ingin membentuk suatu tokoh seperti yang mereka inginkan, dengan pertanyaan menjebak.

Tendensi Media Penjebak

Apa hal itu bisa dilakukan? Sangat bisa. Oleh media besar? Bahkan bisa dikatakan tidak ada media yang tidak dikendalikan oleh pemodal yang memiliki afiliasi politik partisan. Hampir semua media besar memiliki ideologi partisan masing-masing, di mana mereka bersikap ambigu. Oleh karenanya saat bertemu dengan narasumber yang merupakan musuh politik pemilik media, cara-cara Gotcha ini malah dipraktikan.  Dengan sangat banal.

Artinya pada satu sisi media besar mendukung resolusi damai. Mendorong persatuan–kesatuan, serta mengkampanyekan jurnalisme damai demi integrasi nasional, pada sisi lain mereka malah melakukan jurnalisme gotcha, untuk memperkuat posisi politik masing-masing kelompok yang mereka dukung diam-diam.

Sikap ambigu media ini jelas membahayakan serta sangat tidak bertanggungjawab pada masyarakat sipil.

Yanking away at the penis during masturbation or engaging in rough, levitra 20mg uk rambunctious sex can be fun in the moment, but in the long run, it’s just not worth the risk. Erectile dysfunction is very common today and affects around half of world’s male population. cialis cheap generic pdxcommercial.com You can also consume zinc rich foods order generic cialis like banana, eggs, oysters, fish, pumpkin seeds and sesame seeds. Liberation angioplasty is a good way to get rid of any sex buy viagra related issues.

Apa Itu Persisnya Jurnalisme Gotcha?

Praktik Jurnalisme Gotcha dapat ditelusuri kembali dari apa yang disebut “wawancara gotcha” yakni pada tahun 1992 ketika Stone Phillips, koresponden NBC News, bertanya kepada Presiden George H. W. Bush apakah dia pernah berselingkuh? Presiden tidak wajib menjawab pertanyaan kurang ajar itu. Tapi dengan tidak menjawabnya, masyarakat akan berpikir yang tidak-tidak.

Namun, media kena batunya. Yakni pada saat Mary Mapes seorang produser NBC mengajak serta kejatuhan reporter lagendaris Dan Riter, karena melakukan praktik Gotcha. Mapes mendapatkan dokumen Killian yang bisa menjadi batu sandungan pencalonan kembali George W. Bush.

Dokumen tersebut berisikan sikap mangkir Bush junior pada saat perang Vietnam. Namun uniknya keaslian dokumen dipertanyakan, karena hasil pengetikannya seperti pengetikan word processing modern, tidak seperti mesin ketik tahun 1970-an.  Subtansi dokumen boleh jadi asli, tapi praktik menjebak politisi, melalui Gotcha Jurnalistik, sangat tidak elegan.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/a2/Killian_memos_MSWord_animated.gif

Akhirnya Mapes dan timnya, bersama Dan Riter dipecat dari NBC. Namun, tidak serta merta para jurnalis kapok dengan praktik Jurnalisme Gotcha ini. Selama media bersikap merasa di atas semua kelompok, serta merasa bisa mempengaruhi opini publik, menjadikan opini publik sebagai senjata politik demi jual beli pengaruh, maka jurnalisme Gotcha masih marak.

Pada akhirnya masyarakat harus mampu bersikap kritis pada semua penyajian media. Mereka harus melihat politisi dalam kapasitasnya sebagai orang yang tidak sempurna. Jadi pada saat jurnalis mengajukan pertanyaan menjebak yang tidak mampu dijawab oleh politisi, maka masyarakat harus mengabaikan pengkabaran gotcha tersebut.

Praktik Gotcha di Indonesia

Anis Baswedan saat ini boleh jadi menjadi korban paling sering dari praktik jurnalisme Gotcha. Pemilik serta pemodal media sudah jelas sangat tidak menyukai kiprah Anis Baswedan selaku gubernur Jakarta, sehingga mereka mengerahkan para jurnalisnya untuk menguliti ketidakmampuan Anis dalam bersikap terhadap beberapa masalah.

Dalam hal ini khalayak perlu memahami, bahwa politisi yang menjabat dari kontestasi demokrasi adalah politisi, bukan pakar. Sehingga mereka tidak perlu dianggap sangat pakar terhadap banyak hal. Walau kritik perlu, tapi jangan over critisize, hindari terlalu mengkritik agar tidak terjebak praktik Gotcha oleh para jurnalis partisan.  

Hal ini tentunya berlaku untuk semua politisi. Kadangkala ada pejabat yang memaksakan diri menjawab pertanyaan menjebak dari para jurnalis, maka kita patut bersedih untuk upayanya menjadi pakar semua hal. Tetapi jangan jatuh kepada pelecehan individu, apalagi sampai mengungkapkannya di media sosial melalui praktik insulting yang berlebihan.

Jurnalisme Gotcha Melanggar Kode Etik?

Melalui pemahaman terhadap kode etik jurnalistik, maka dapat dipastikan bahwa praktik Jurnalisme Gotcha sama buruknya dengan praktik Jurnalisme Bad Taste karena berangkat dari upaya manipulasi terhadap narasumber. Melakukan manipulasi adalah bagian dari fabrifikasi berita, yang artinya para jurnalis tidak bersikap netral dan jujur.

Namun, kadangkala ada jurnalis yang membela diri menyebut bahwa Gotcha bagian dari tanggungjawab sosial untuk membawa perbaikan pada demokrasi, yakni jangan sampai ada pemimpin buruk yang berulang kali lolos menjabat, karena para jurnalis tidak mampu mengambil sikap menjaga masyarakat.

Maka perlu dijelaskan kembali, akankah mengungkap politisi kotor bisa dilakukan dengan cara yang tidak kalah kotor? Tentunya hal itu sama saja dengan kemalasan. Tidak ada sama sekali upaya mengungkap politisi kotor dan buruk, melalui reportase investigasi/in depth, seperti yang dilakukan Bob Woodward dan Carl Bernstein dalam kasus Watergate

Menjebak nara sumber dengan pertanyaan kritis yang tidak mampu dijawabnya, bukanlah bagian dari jurnalisme yang baik. Karena sekali lagi, nara sumber menjadi nara sumber karena kepakarannya, bukan ketidakpakarannya.  Masyarakat juga membutuhkan pendapat ahli yang bisa menerangi mereka dari ketidaktahuan menjadi pemahaman.

Oleh karena itulah, mendudukan politisi, artis, selebritis sebagai nara sumber di mana dia tidak mampu menjawab segala pertanyaan, malah membuktikan kebodohan sang jurnalis, dalam membuat pertanyaan. Jika memuatnya, maka akan memperlihatkan praktik Sisyphus bagi para publisher yang melakukannya. Praktik sia-sia tanpa juntrungan hanya untuk jadi pemuasan nafsu rendah untuk membuli.***

About the Author

Jurnalis asongan, pengais setiap rizki halal, penitip setiap doa baik di dunia. Politisi yang menunggu dikarbit. Kyai kantong bolong. Lahir di dusun kecil Jalancagak, tinggal di dusun kecil Jalancagak. Berharap menutup hari tua di dusun kecil Jalancagak.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini