Apa Itu SGIE? Apa benar istilah itu digunakan untuk mengacu Peringkat?

Dalam sebuah debat yang melibatkan kontestasi politik, terjadi sebuah momen yang menarik ketika topik tentang peningkatan peringkat SGIE (State of the Global Islamic Economy) Indonesia muncul. Salah satu calon mempertanyakan strategi untuk meningkatkan peringkat SGIE Indonesia, namun tampaknya ada kesulitan dalam menjawab apa itu SGIE dan bagaimana strategi untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam konteks tersebut.

Ketidakjelasan ini mungkin berasal dari fakta bahwa SGIE, sebagai sebuah laporan atau indeks, belum terlalu dikenal secara luas. Berdasarkan penelusuran saya, informasi tentang SGIE memang masih terbatas di internet, dan belum ada halaman Wikipedia yang secara khusus membahas tentang SGIE. Ini menunjukkan bahwa SGIE, meskipun penting, belum sepenuhnya masuk ke dalam diskusi umum atau akademis secara luas.

Lebih lanjut, istilah “peringkat SGIE” mungkin memerlukan klarifikasi lebih dalam. SGIE adalah laporan yang memberikan gambaran tentang ekonomi Islam global, tetapi tidak secara langsung memberikan ‘peringkat’ kepada negara-negara.

Tapi apa sebenarnya SGIE ini?

“State of the Global Islamic Economy” atau yang disebut dengan SGIE adalah sebuah laporan tahunan yang menyediakan analisis mendalam dan komprehensif tentang ekonomi Islam global. Laporan ini diproduksi oleh DinarStandard dan didukung oleh Departemen Ekonomi dan Pariwisata di Dubai, memberikan analisis komprehensif tentang pemulihan ekonomi Islam pasca-COVID-19. Edisi kesembilan dari laporan ini mencakup berbagai sektor, termasuk keuangan Islam, makanan dan minuman halal, kosmetik halal, farmasi halal, perjalanan ramah Muslim, fashion sederhana, dan media serta rekreasi bertema Islam. Berikut adalah beberapa aspek penting dari laporan ini:

Tujuan dan Isi Laporan

  • Analisis Sektor: Laporan ini menganalisis sektor-sektor utama dalam ekonomi Islam, memberikan data tentang ukuran pasar, tren, dan perkembangan terbaru.
  • Wawasan Industri: Menyediakan wawasan industri dan analisis tentang bagaimana berbagai sektor berkembang dan beradaptasi dengan perubahan ekonomi dan sosial global.
  • Pemetaan Peluang: Mengidentifikasi peluang investasi dan pertumbuhan dalam ekonomi Islam, serta tantangan yang dihadapi oleh sektor-sektor ini.

Pentingnya Laporan

  • Pemangku Kepentingan: Laporan ini berguna bagi investor, pengusaha, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya yang tertarik atau terlibat dalam ekonomi Islam.
  • Pemahaman Pasar: Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika pasar dan konsumen Muslim, yang merupakan segmen pasar yang berkembang pesat di seluruh dunia.
  • Tren Global: Menyoroti bagaimana tren global, seperti digitalisasi dan keberlanjutan, mempengaruhi ekonomi Islam.

Cakupan Geografis

  • Laporan ini tidak hanya fokus pada negara-negara mayoritas Muslim, tetapi juga pada bagaimana ekonomi Islam berkembang di negara-negara non-Muslim, mencerminkan sifat global dari sektor ini.

Edisi Terbaru

  • Edisi terbaru laporan, seperti “State of the Global Islamic Economy Report 2022,” biasanya mencakup data terbaru, analisis tren saat ini, dan proyeksi masa depan.

Secara keseluruhan, “State of the Global Islamic Economy” adalah sumber daya penting yang membantu memahami kompleksitas dan potensi ekonomi Islam, serta memberikan panduan strategis bagi mereka yang ingin terlibat lebih dalam di sektor ini.

Bagaimana Metode Penilaian SGIE?

Metode penilaian Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dirancang untuk menilai dan membandingkan ekosistem nasional yang mendukung pengembangan aktivitas bisnis ekonomi Islam relatif terhadap ukurannya. Dalam tahun kesembilannya, GIEI menggunakan pendekatan komposit yang terstruktur untuk mengukur perkembangan keseluruhan sektor ekonomi Islam dengan menilai kinerja komponen-komponennya sejalan dengan kewajiban sosial yang lebih luas. Berikut adalah rincian metodologi penilaian GIEI:

Komponen Penilaian

GIEI terdiri dari 52 metrik yang diorganisir ke dalam lima komponen untuk masing-masing dari tujuh sektor ekonomi Islam (keuangan Islam, makanan halal, perjalanan ramah Muslim, fashion sederhana, media/rekreasi, dan farmasi/kosmetik halal). Komponen-komponen tersebut adalah:

  1. Sub-indikator Keuangan: Metrik yang mengukur ukuran sektor.
  2. Sub-indikator Tata Kelola: Metrik untuk mengukur lanskap sertifikasi halal dan regulasi syariah (jika berlaku).
  3. Sub-indikator Kesadaran: Metrik untuk memahami sejauh mana kesadaran yang dibangun sektor melalui media dan acara terkait.
  4. Sub-indikator Sosial: Metrik untuk memahami dampak sosial dari sektor.
  5. Sub-indikator Inovasi: Metrik untuk memahami lanskap inovasi sektor.

Perubahan Metodologi

Untuk meningkatkan indikator saat memasuki dekade keduanya, beberapa perubahan diperkenalkan dalam metodologi:

  • Penilaian Skor Sektor: Setiap sub-indikator diberikan bobot tetap. Sebelumnya, skor sektor adalah jumlah dari sub-indikator.
  • Penilaian Skor GIEI Keseluruhan: Setiap sektor diberikan bobot tetap. Sebelumnya, bobot didasarkan pada proporsi pengeluaran konsumen sektor dibandingkan dengan pengeluaran ekonomi Islam secara keseluruhan. Ini memungkinkan sektor yang lebih kecil memiliki dampak yang lebih nyata pada skor GIEI secara keseluruhan.
  • Sub-indikator Inovasi: Sub-indikator ini juga ditambahkan untuk pertama kalinya tahun ini. Ini mempertimbangkan lanskap inovasi untuk sektor dengan metrik terkait eCommerce dan lingkungan untuk startup.

Apakah sudah tepat penggunaan Istilah SGIE untuk menunjukan Peringkat?

Dalam konteks peningkatan peringkat dalam ekonomi Islam global, memang lebih tepat untuk merujuk pada “Peringkat GIEI” (Global Islamic Economy Indicator) daripada “Peringkat SGIE” (State of the Global Islamic Economy). Berikut adalah beberapa argumen yang mendukung pandangan ini:

1. Fokus dan Cakupan

  • GIEI: Merupakan indikator yang secara khusus dirancang untuk mengukur dan membandingkan ekosistem nasional dalam mendukung pengembangan aktivitas bisnis ekonomi Islam. GIEI memberikan gambaran yang lebih spesifik dan terukur mengenai kinerja suatu negara dalam berbagai aspek ekonomi Islam.
  • SGIE: Lebih bersifat sebagai laporan yang memberikan gambaran umum dan analisis tentang berbagai sektor dalam ekonomi Islam. SGIE lebih bersifat deskriptif dan informatif, bukan sebagai alat ukur kinerja.

2. Metrik dan Penilaian

  • GIEI: Menggunakan serangkaian metrik yang terstruktur dan bobot yang ditetapkan untuk menilai kinerja negara dalam sektor-sektor ekonomi Islam. Ini termasuk sub-indikator keuangan, tata kelola, kesadaran, sosial, dan inovasi.
  • SGIE: Tidak dirancang sebagai alat penilaian atau peringkat. SGIE lebih fokus pada penyajian data dan tren terkini, serta wawasan industri.

3. Kegunaan untuk Stakeholder

  • GIEI: Memberikan nilai tambah bagi investor, pengusaha, dan pembuat kebijakan dalam mengidentifikasi peluang dan membandingkan ekosistem ekonomi Islam antar negara. Peringkat GIEI dapat digunakan sebagai referensi untuk strategi investasi dan pengembangan.
  • SGIE: Berguna sebagai sumber informasi dan analisis untuk memahami dinamika pasar dan perkembangan terbaru dalam ekonomi Islam, tetapi tidak secara langsung menyediakan peringkat kinerja.

4. Respons terhadap Perubahan dan Tantangan

  • GIEI: Dengan memperhitungkan dampak dari peristiwa global seperti pandemi COVID-19, GIEI memberikan penilaian yang lebih dinamis dan responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi dan sosial.
  • SGIE: Meskipun mencakup analisis dampak peristiwa global, SGIE tidak secara langsung menyesuaikan peringkat atau penilaian berdasarkan perubahan tersebut.

Jadi jelas ya, seharusnya istilah yang tepat untuk menjelaskan “menaikan peringkat” itu adalah GIEI bukan SGIE yang merupakan bentuk laporannya.

Peringkat GIEI Indonesia

Memang benar bahwa peringkat GIEI Indonesia dalam konteks dunia Islam cukup mengesankan. Pada tahun 2022, Indonesia berhasil menempati posisi keempat, berada di bawah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Posisi ini mencerminkan keberhasilan dan potensi yang signifikan dalam ekonomi Islam, namun juga menunjukkan area yang memerlukan peningkatan.

Area untuk Peningkatan: Muslim-Friendly Travel

Skor rendah Indonesia dalam komponen Muslim-Friendly Travel dalam peringkat Global Islamic Economy Indicator (GIEI) menimbulkan pertanyaan kritis mengenai pemanfaatan sektor ini. Meskipun Indonesia dianugerahi keindahan alam dan keragaman budaya yang luas, tampaknya potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik wisatawan Muslim. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara sumber daya yang tersedia dan pemanfaatannya dalam konteks pariwisata halal.

Untuk mengatasi masalah ini, strategi peningkatan yang komprehensif diperlukan. Pertama, pengembangan infrastruktur yang ramah Muslim, termasuk tempat ibadah, restoran halal, dan akomodasi yang sesuai dengan prinsip halal, perlu ditingkatkan. Ini bukan hanya tentang menyediakan fasilitas, tetapi juga tentang memastikan kualitas dan kenyamanan yang sesuai dengan standar halal.

Selanjutnya, pemasaran dan promosi yang ditargetkan sangat penting. Indonesia harus lebih proaktif dalam mempromosikan keunikan dan keindahan destinasi wisatanya kepada komunitas Muslim global. Kampanye pemasaran harus dirancang untuk menonjolkan aspek-aspek unik yang membuat Indonesia menjadi tujuan wisata halal yang menarik.

Sertifikasi dan standarisasi juga menjadi kunci. Harus ada upaya yang konsisten untuk mengembangkan dan menerapkan standar halal dalam layanan pariwisata. Ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan wisatawan tetapi juga menetapkan Indonesia sebagai destinasi yang mematuhi prinsip-prinsip halal secara ketat.

Terakhir, kerjasama regional dan internasional harus diperkuat. Indonesia bisa belajar dari praktik terbaik negara lain dan menerapkannya dalam konteks lokal. Kerjasama ini juga dapat membuka peluang untuk promosi bersama dan pertukaran wisatawan antar negara.

Secara keseluruhan, meskipun Indonesia memiliki potensi yang besar, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan sektor Muslim-Friendly Travel. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan skornya dalam GIEI tetapi juga memposisikan dirinya sebagai tujuan wisata halal kelas dunia.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini