Covid 19 Memukul Pedagang Kecil Selalu Antisipasi

Sungguhan! Ternyata memang sungguh. Kios kios di beberapa tempat di pasar baru tutup. Salah satunya adalah kios bakmi ayam, atau lebih enak disebut warung penjual bakmi ayam, pangsit dan bakmi di Pasar Baru. 

Soleman, pedagang bakmi ayam, pangsit bakso di pasar baru sudah empat bulan tak berjualan. Wabah ini yang menyebabkan dia tak berani berjualan lagi di pasar Baru. Pengakuannya campur aduk. Suatu kali dia menuturkan bahwa dia tak berani berjualan. Ada perasaan takut ketularan. Lain kesempatan, dia mengatakan, Jika dia berani berjualan,  tapi tidak ada pelanggan yang datang ke warungnya, maka buka warung jadi percuma saja. Dua alasan Soleman itu ada benarnya, Dia berani kalau tak ada yang membeli juga percuma. Dia takut untuk selamat dari marabahaya penularan juga ada benarnya. 

Sejak tutup empat bulan lalu, pikiran Soleman berkecamuk, mau terus saja berdagang,sampai tak sanggup lagi, dan itu yang memang dilakukannya. Selama bertahan berdagang semenjak ada PSBB warung bakmi Soleman bukannya tidak ada konsumen. Tapi jumlah konsumennya tidak seperti jaman normal. Yang datang hanya satu dua saja. Kalau pun  belanja di warungnya, hanya beli sebungkus dan dua bungkus saja. Beda dengan waktu normal, pesanan pegawai dari toko toko banyak, jadi kalau ada pesanan tak heran sekali pesan 10 bungkus 15 bungkus. Karena pemesan hanya satu dua saja, maka semakin hari semakin menurun omzetnya, sampai akhirnya biaya produksi lebih besar daripada pemasukan. Kesudahannya, setelah bertahan beberapa bulan, dia menutup warungnya. 

Soleman bukan kaleng kaleng, kalau menjelaskan bisa di level teori ekonomi, bisa juga di level praktisi. Berkat banyak bergaul dengan pelanggan yang eksekutif perusahaan di sekitar pasar baru bicara soal fluktuasi, pasar modal sudah bukan hal yang aneh bagi Soleman. Penjelasan Soleman kadang berteori ekonomi, kalau lawan bicaranya dikira kira level tinggi. Kadang Soleman juga bicara sesuai dengan pengalaman berjualan, kalau tak perlu penjelasan teoritis. Tapi intinya tak mungkin lagi bertahan berjualan di pasar baru dengan kondisi seperti ini.

Saya salah satu dari banyaknya pelanggan bakmi Soleman. Bakminya enak, atau tepatnya enak sekali. Sebab semua orang yang jadi pelanggannya bilang puas makan di warung Soleman. Murah meriah, dengan sepuluh ribu rupiah, dapat bakmi ayam, dua pangsit goreng, teh tawar hangat. Topping ayamnya meluber, atau banyak. Dia juga menyediakan bakmi pangsit dan bakmi bakso. Untuk dua jenis bakmi itu harganya dua belas ribu rupiah, plus teh tawar hangat.. .

“Terakhir makan bakmi ayam di tempatnya bulan juni.” Kata kawanku yang sering mondar mandir Pasar Baru. Setelah itu tidak ada lagi Soleman. 

“Kabarnya dia tetap buka warung bakmi, tetapi tidak di sini, melainkan di di rumahnya di belakang Gunung Sahari. Bisa masuk dari jalan Industri, katanya sekitar gang lilin.“ lanjut kawanku itu. “Saya belum pernah kesana, jadi paling ancer ancer saja.”

“Jauh juga makan bakmi harus ke sana.”, kataku kepada kawan yang sering mondar mandir pasar baru. 

If you are scouting cheap cialis find now around for a surefire way to outfox impotence when it approaches (especially during the time you are ready for the act), the better move you could take is to take a medicine. It contains supreme viagra sample online chemical Sildenafil citrate that treats impotence in males. It viagra no prescription leads to sexual disorders like weak erection, semen leakage, sexual weakness and quick ejaculation. It’s the age-old tadalafil discount chicken and egg scenario.

“ Ia tak terlalu jauh dari pasar baru, hanya memang kalau hanya makan bakmi jadi males. di daerah industry nggak ada yang bisa ditonton, kalau pasar baru rame, banyak toko toko.” kataku.

Saya sih percaya, Soleman di sana nggak bakalan kehilangan konsumen, sekali orang di sana nyobain bakminya, bakalan ketagihan. Cuma memang kalau kita ke sana sekedar mau makan bakmi, lebih baik di Sawah Besar. Ada beberapa warung bakmi yang masih buka . Memang kalau soal warung bakmi daerah pasar baru sawah besar dan sekitar nya, tidak pernah ada habisnya. Rata rata penampilan warung bakminya berupa gerobak dengan tenda, tetapi kualitas cita rasanya selevel bakmi Gajah Mada yang sangat termasyhur itu.

Kawanku bilang, sekali sekali makan di daerah industri, katanya warung itu dekat dengan halte transjakarta. “hanya jalan sekitar lima menit dari halte.” Jadi kepengen bakmi ayamnya. Bakmi ayam Soleman enaknya jangan kebanyakan tuang kuahnya. Biarin kuahnya terpisah,

Ini baru cerita Soleman yang terpaksa harus tutup warung jualan bakmi yang sudah terkenal enak sekali. 

Ada printilan kisah kisah pedagang pasar baru yang lainnya. Si engkoh, yang sudah puluhan tahun buka servis jam tangan, dinding dan segala yang berhubungan dengan itu harus tutup kiosnya. Si Engkoh sekarang lebih sering dirumah, datang ke Pasar Baru hanya ketika dipanggil atau di telpon untuk menservis jam. Biasanya telpon berasal dari toko jam besar di pasar baru yang kesulitan memperbaiki jam pelanggan. 

.“Bisnis sepi” kata pedagang pakaian dalam basement. “normal saja dagangan kembang kempis, apalagi gara gara covid. Saya terpaksa buka orderan dari rumah saja. Pelanggan saya bisa kontak melalui Whatsapp atau telepon, saya akan antar atau ketemu di suatu tempat. Kios penjahit, vermak dan lainnya juga melakukan hal yang sama. Kios kios mereka tutup tetapi transaksi tetap buka. 

Pedagang memang tak kenal kata menyerah. Fisiknya tutup, tapi transaksi dan interaksi berlangsung terus melalui online. Makanya biaya online sebaiknya menjadi lebih murah. Atau istilahnya pulsanya disesuaikan dengan kondisi new normal. 

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini