Bukti Ilmiah Dalam Sengketa Tata Usaha Negara Bidang Lingkungan Hidup.

Klausula-Klausula Mengenai Sengketa Tata Usaha di Bidang Lingkungan

1.Pasal 53 ayat (1) UU Tata Usaha Negara.  

Republik Indonesia merupakan negara hukumyang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Salah satu ciri khas negara hukum adalah adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dalam bidang Hukum Lingkungan, maka perlindungan  akan hak asasi manusia berupa lingkungan hidup yang baik dan sehat telah dirumuskan dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, yang mengatakan : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan

Sungai Tercemar
Pencemaran Sungai
Many erection problems are psychological, with fear, nervousness, all being buy cialis in canada thought to be to blame. One ought to have a courageous focus to concur too that he has gotten to be feeble and a most courageous focus to hunt down restorative backing for the viagra tablets uk weight they are enduring aggravating about their prized one. For the most part in the wake cheapest price on viagra of utilizing the medicine for sex before long, Kamagra patients may have asthma. All the pills start working after an hour of planned sex and in most cases it helps you to get an erection in about 30 minutes that will last for around 4 hours, provided you are sexually levitra side effects https://www.unica-web.com/archive/2006/2006.html aroused.

Terjadinya sengketa lingkungan hidup akibat di terbitkannya Putusan Tata Usaha Negara mengenai Lingkungan Hidup  oleh Badan atau  Pejabat Tata Usaha Negara, dapat diselesaikan pada Peradilan Tata Usaha Negara. Pengajuan Gugatan di PTUN tersebut harus memenui syarat formil  dan materiil, khusus syarat formil salah satu aturannya terdapat dalam  Pasal  53  ayat (1) Undang – Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang mengatakan :  “Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”.

   Norma hukum tersebut dapat dijelaskan bahwa :  hanya orang atau badan hukum perdata yang berkedudukan sebagai subyek hukum saja yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan TUN untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara. Selanjutnya hanya orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya terkena  oleh akibat hukum Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dan karenanya yang bersangkutan merasa di rugikan dibolehkan menggugat Keputusan Tata Usaha Negara.

    Penggugat harus dapat membuktikan dalam memori gugatannya bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek gugatanya itu merugikan kepentingan penggugat secara langsung. Ada kepentingan penggugat secara langsung atas terbitnya objek sengketa.

   Dengan demikian agar suatu gugatan dapat diterima oleh Majelis Hakim dan berkenan untuk memeriksa dan mengadili sampai dengan putusan Majelis Hakim  dengan putusan yang seadil – adilnya, maka  gugatan tersebut harus memenuhi persyaratan formil gugatan yaitu : tidak mengandung cacat formil. Jika terjadi, akan mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima.

   Dalam bidang Lingkungan Hidup, bukti adanya kerugian Penggugat harus berdasarkan pada ada bukti  ilmiah (scientific evidence) dari ahli tentang potensi pencemaran, sebagaimana diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup tanggal 22 februari 2013. Huruf D. Pembuktian 2. Alat Bukti : e. Bukti ilmiah harus didukung dengan keterangan ahli di persidangan untuk menjadikan sebagai bukti hukum.

2.Kasus PTUN bidang Lingkungan Hidup

   Gugatan masyarakat terhadap Pemerintah dalam bidang lingkungan hidup yang dimohonkan oleh Penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara,contoh : adanya  Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar dengan Nomor register 2/G/LH/2018/PTUN.DPS yang dibacakan dalam Persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 16 Agustus 2018,  perkara antara :

–  Anggota Masyarakat yang terdiri dari Penggugat I, II dan III

–  Perkumpulan Masyarakat Indonesia Pencinta Lingkungan dan Perdamaian sebagai Tergugat IV, Melawan

– Gubernur Bali sebagai Tergugat I

– PT.PLTU CB sebagai  Tergugat II Intervensi

   Gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan formil gugatan berupa Penggugat tidak   dapat membuktikan dalil – dalilnya secara ilmiah (scientific evidence ) mengenai kerugian yang di alami Penggugat sebagai akibat dikeluarkannya objek Gugatannya tersebut. Cacat  formil surat gugatan tersebut disampaikan oleh lawan Penggugat yaitu : Tergugat II Intervensi dalam  eksepsi dan Jawaban Tergugat dan diterima Majelis Hakim.

3.Kedudukan dan Kepentingan Hukum Para Penggugat

   Dalam memori gugatan perkara Nomor 2/G/LH/2018/PTUN.DPS Penggugat telah menguraikan mengenai Kedudukan dan Kepentingan Hukum Para Penggugat  sebagai berikut : Penggugat I, II dan III yang merupakan anggota masyarakat yang dipekirakan akan terkena dampak lingkungan hidup dari pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang 2 x 330 MW yang pembangunan dan operasinya didasari oleh Objek Gugatan.

   Selain itu Tergugat I,II dan  III juga memiliki hubungan hukum dimana sumber penghidupan dan mata pencahariannya terpengaruh atas bentuk keputusan dalam proses Amdal,dan telah mengakibatkan kepentingan hukum Penggugat I, II dan III dirugikan, atau setidak-tidaknya berpotensi dirugikan.

   Sedangkan Penggugat IV dalam memori gugatannya menguraiakan : bahwa berdarkan Pasal 92 UU PPLH mengatur mengenai hak gugat organisasi untuk “pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” dimana “organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup,” sepanjang memenuhi persyaratan.

   bahwa dalam kapasitasnya sebagai organisasi lingkungan hidup, Penggugat IV juga mengalami kerugian atas hilangnya hak partisipasi Penggugat IV maupun organisasi lingkungan hidup lainnya yakni dalam proses penerbitan Objek Gugatan.

   bahwa dengan demikian, Para Penggugat adalah subjek hukum yang kepentingannya dirugikan atau berpotensi dirugikan akibat diterbitkannya Objek Gugatan, dan oleh karena itu Para Penggugat memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ;

4.Analisa Objek Gugatan Penggugat. 

   Objek gugatannya berupa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) : Gubernur  Bali Nomor: 660.3/3985/IV-A/DISPMPT tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Pltu) Pt. Pltu Celukan Bawang Di Desa Celukan Bawang Kecamatan Gerogak. Kabupaten Buleleng, tertanggal 28 April 2017 yang ditandatangani oleh  Ida Bagus Made Parawat, S.E, M.SI. selaku Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Propinsi Bali.

   Penggugat mempunyai landasan berpikir  bahwa penerbitan objek gugatan tersebut telah  bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain :  

 1).Ketentuan Pasal 5, 7 dan Pasal 9 UU No. 1 tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil karena objek gugatan tidak didasarkan pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).

2).Penerbitan Objek Gugatan bertentangan dengan UU PPLH dan PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Permen LH Nomor 17 tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.

3).Objek gugatan Bertentangan Dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik  (AAUPB).

   Dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim, mengatakan antara lain  :

    “Menimbang bahwa adanya “kepentingan” merupakan syarat mutlak untuk adanya standing to the sue, yaitu kedudukan minimal yang harus dipunyai seseorang atau badan hukum untuk mempunyai kapasitas mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sehingga bisa dikatakan bahwa tanpa adanya “kepentingan” maka tidak akan ada gugatan “point d’interest, point d’action”.

   “ Menimbang, bahwa perihal kepentingan diatur dalam Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi : “Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan batal atau tidak sah, dengan/atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”.

    “Menimbang, bahwa terkait dengan gugatan Para Penggugat tentang Lingkungan Hidup, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 25 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan Sengketa Lingkungan Hidup adalah Perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup”.

    “Menimbang, bahwa terbitnya suatu keputusan Tata Usaha Negara dikatakan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang apabila telah ada kerugian nyata yang di derita sebagai akibat langsung dari keluarnya obyek sengketa tersebut, karenanya kerugian merupakan hal yang essensial dari suatu akibat hukum, seperti dimaksud ketentuan Pasal 53 Ayat (1) UndangUndang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang pada pokoknya menentukan bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan batal atau tidak sah, dengan/atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”.

    “Menimbang, bahwa dalam dalil gugatan Para Penggugat dimana Penggugat I mendalilkan yang pada pokoknya dengan adanya pembangunan PLTU Celukan Bawang 2×330 MW telah merugikan Penggugat I karena mengalami penurunan hasil perkebunan kelapa dari semula 10.000 sampai dengan 12.000 butir setiap 2 bulan secara total turun menjadi 4.200 butir sampai dengan 5.000 butir per 2 bulan juga menimbulkan perubahan dan kerusakan lingkungan. Penggugat II dan Penggugat III mendalilkan dalam gugatan Para Penggugat menyatakan bahwa Penggugat II dan III merupakan nelayan yang wilayah tangkapan ikannya akan hilang akibat pembangunan dermaga (dermaga tipe jetty) dan TUKS sebagai penghubung dermaga dengan panjang 360 m serta kelompok nelayan juga akan kehilangan mata pencahariannya sebagai nelayan juga menimbulkan perubahan dan kerusakan lingkungan, sedangkan Penggugat IV mendalilkan bahwa obyek sengketa akan mempengaruhi iklim, udara, laut, flora dan fauna, serta ekosistemnya yang akan mengalami dampak turunan dari dampak perubahan iklim berupa penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas air laut yang diprakirakan berpotensi tercemar dan atau rusak”.

    “Menimbang, bahwa dari fakta persidangan terungkap bahwa dari Bukti-Bukti Surat dan keterangan Saksi-Saksi tidak terbukti Objek Sengketa telah menimbulkan kerugian yang langsung dan nyata bagi Para Penggugat, karena memang sama sekali belum ada kegiatan/usaha dari PLTU Celukan Bawang 2×330 MW dan kondisi di lapangan adalah hamparan tanah kosong tanpa ada kegiatan dan bangunan apapun …….sehingga belum ada pencemaran atau kerusakan lingkungan yang ditakutkan oleh Para Penggugat”.

    “Menimbang, bahwa belum ada kegiatan apapun dilokasi yang rencananya akan dibangun PLTU Celukan Bawang 2x330MW disebabkan karena pengertian dari Izin Lingkungan Hidup itu sendiri yang diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 35 UUPPLH yang berbunyi sebagai berikut: “Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan”, sehingga jika kegiatannya saja belum ada maka tidak akan ada dampak pencemarannya pada lingkungan hidup”.

   Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat, terkait dampak atau potensi adanya pencemaran terhadap lingkungan hidup seperti yang didalilkan Para Penggugat, hanyalah perkiraan atau asumsi (kemungkinan) tanpa adanya bukti ilmiah (scientific evidence) dari Para Ahli dan potensi kerugian tersebut sangat mungkin untuk dicegah, karena sesuai dengan pendapat Saksi Ahli Ir. WIDIATMOKO, M.Sc., yang mempunyai keahlian di bidang pengembangan proyek kelistrikan dan energi tersebut dalam keterangannya dibawah sumpah di depan Persidangan pada pokoknya berpendapat “bahwa saat ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan terkait dengan penggunaan batu bara untuk PLTU yaitu : dengan menaikan temperatur pembangkit, dengan tehnologi ultra super dengan kenaikan 1% terjadi efesiensi emisi gas rumah kaca turun 37 hingga 38 atau dengan menambah alat-alat untuk mencegah dampak, misalnya untuk mengurangi debu dipasang alat-alat sebagai filter namanya ESP (Electrostatic Precipitator), mengurangi emisi sulfur oksida (SOx) dipasang alat namanya FGD (Flue Gas Desulfurization) dapat mengurangi hingga 98%, dan mengurangi kandungan emisi nitrogen dipasang alat namanya SCR (Selective Catalytic Reduction) yang bisa menghilangkan hampir semua emisi nitogen”.

        “Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum di Persidangan dimana ditemukan belum ada kerugian langsung dan nyata yang diderita oleh Para Penggugat juga belum ada bukti ilmiah (scientific evidence) dari ahli tentang potensi pencemaran, sehingga dengan demikian secara yuridis tidak ada kepentingan Para Penggugat yang dirugikan akibat diterbitkannya Obyek Sengketa a quo, oleh karenanya Eksepsi Tergugat II Intervensi mengenai Para Penggugat tidak memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan beralasan hukum dan dinyatakan diterima.”

   Majelis Hakim telah menjatuhkan putusannya : Dalam Eksepsi: Menerima Eksepsi Tergugat II Intervensi tentang Para Penggugat tidak memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan; Dalam Pokok Sengketa: 1.Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima; 2.Menghukum Para Penggugat  untuk  membayar  biaya  perkara  yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 354.500,-

      Dalam Putusan Peninjauan Kembali MA No.67 PK/TUN/LH/2020 : Mengadili  : 1.Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali Para Penggugat; 2.Menghukum Para Pemohon Peninjauan Kembali membayar biaya perkara pada peninjauan kembali sejumlah Rp2.500.000,00.

Sumber :

1. UUD 1945

2. UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

3. https://www.hukumonline.com ,Rabu, 08 January 2014 “ Menggugat Keputusan Presiden ke PTUN Tri Jata Ayu Pramesti, S.H’;

4. Putusan PTUN Bali Nomor 2/G/LH/2018/PTUN.DPS. yang diucapkan pada hari Kamis, tanggal 16 Agustus 2018;

5. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 67 PK/TUN/LH/2020 yang diucapkan pada hari pada hari Kamis, tanggal 16 April 2020

6. Putusan3.mahkamah agung.go.id.

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini