Apakah BUMN Wajib Membentuk Tim TKDN?

Salah satu kondisi yang membuat peningkatan penggunaan produksi dalam negeri tidak bisa ditingkatkan adalah adanya ketidaktahuan oleh sebagian BUMN mengenai kewajiban untuk membentuk TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Tim TKDN ini nantinya mempunyai tugas untuk mengimplementasikan kewajiban TKDN 40 persen dalam setiap pengadaan barang dan jasa yang dibiayai bukan berasal dari APBN.

Jadi Selain Kementerian/Lembaga, atau proyek-proyek yang dibiayai oleh APBN/APBD, beberapa subjek di bawah ini wajib membentuk Tim TKDN dan wajib pula menerapkan TKDN dalam setiap pengadaan barang dan jasanya, yakni antara lain:

Pengadaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang tidak dibiayai dari APBN/APBD berlaku bagi pengadaan barang dan jasa yang mempengaruhi keuangan negara, yang meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah
b. Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan
c. Badan Layanan Umum (BLU)
d. Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
e. Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS)
f. Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau kontrak karya/perjanjian kerja pengusaha pertambangan batubara (PKP3B)
g. Pola Kerjasama pemerintah dan swasta

Sehingga dapat dimaknai untuk setiap pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan swasta juga wajib menerapkan TKDN dengan syarat proyek/pekerjaan atau kegiatan tersebut merupakan pola kerjasama antara pemerintah dan swasta.

Berdasarkan identifikasi dan observasi yang saya lakukan selama ini, beberapa BUMN belum membentuk Tim TKDN dan belum memiliki SK Tim TKDN untuk mengimplementasikan pelaksanaan, pengawasan dan penghitungan TKDN untuk setiap pengadaan barang dan jasa perusahaan.

Padahal kewajiban membentuk Tim TKDN ini merupakan amanat dari pasal 8 Permen BUMN No.8 Tahun 2019 yang mengharuskan adanya Tim TKDN dalam perusahaan yang dibentuk oleh Direksi guna memonitor dan memastikan penggunaan komponen dalam negeri dalam setiap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

Lebih lanjut, keharusan ini juga telah diimbau kembali dalam Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2019, dimana dalam surat edaran tersebut ditentukan bahwa setiap pimpinan Badan Usaha dan Lembaga/Kementerian harus membentuk Tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri yang bertugas di antaranya melakukan koordinasi dan evaluasi pelaksanaan peningkatan penggunaan produk dalam negeri di lingkungan instansi masing-masing dengan berpedoman dan mengacu pada Permenperin No.3 Tahun 2014.

Namun, dalam kenyatannya, beberapa BUMN sudah meletakan fungsi dari Tim TKDN yang salah satunya adalah memonitor dan memastikan penghitungan TKDN dalam pengadaan barang dan jasa, melekat pada unit kerja yang bernama Buying Team atau Tim Pengadaan. Secara prinsip, seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa pada perusahaan termasuk hal terkait dengan TKDN, dilakukan tim ini. Dimana buying team ini dalam setiap pengadaan barang dan jasa juga menerapkan prinsip keterbukaan, transparansi, kehati-hatian dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik lainnya sesuai dengan Permen BUMN No.8 Tahun 2019.

Akan tetapi BUMN tetap berkewajiban untuk membentuk Tim TKDN meskipun fungsinya sudah ada pada tim pengadaan. Karena peraturan perundang-undangan sudah secara spesifik membentuk Tim ini diluar dari Tim Pengadaan yang sememangnya sudah ada pada masing-masing BUMN. Mungkin peraturan mengindikasikan bahwa TKDN merupakan suatu subjek yang sedikit kompleks sehingga wajib ditangani oleh tim tersendiri untuk memaksimalkan usaha penggunaan produk dalam negeri ini.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini