Ketentuan Ganti Kerugian atas Wanprestasi Menurut KUHPerdata Dalam Perjanjian

Pada dasarnya mengenai ketentuan mengenai Ganti Kerugian dalam peraturan perundang-undangan yang menaungi kebebasan berkontrak yang dalam hal ini KUHPerdata terbagi menjadi dua faktor yakni adanya wanprestasi (1246 KUHPerdata) dan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).

Adapun rata-rata dalam perjanjian CSPA ditentukan bahwa kewajiban untuk mengganti kerugian kepada Pihak lainnya dan terhadap Kerugian apapun yang timbul didasarkan atas dua hal yakni pelanggaran atas Jaminan yang diberikan dan pelanggaran atas kewajiban lainnya yang tercantum dalam Perjanjian ini. Sehingga didapatkan pemahaman bahwa ganti kerugian yang dianut dalam suatu perjanjian terkadang hanya dibatasi hanya pada adanya wanprestasi yakni karena adanya pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.

Namun sering kali dalam perjanjian yang memuat persyaratan lebih seperti CSPA, kewajiban dan komitmen tersebut dibatasi pada dua hal yakni kegagalan salah satu Pihak untuk memenuhi Persyaratan Pendahuluan dan kewajiban pelaksanaan komitmen tambahan bukan merupakan pelanggaran atas kewajiban dalam Perjanjian CSPA ini.

Sehubungan dengan hal tersebut klaim kerugian karena adanya wanprestasi mensyaratkan ganti kerugian berupa biaya, nilai kerugian dan bunga (1246 KUHPerdata). Berdasarkan ketentuan tersebut dipahami bahwa:

  1. biaya yakni segala pengeluaran atas pengongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur bisa dimaknai disini sebagai biaya jasa hukum lawyer dan biaya lain yang diperlukan menyelesaikan permasalah ganti rugi ini.
  2. bunga di sini adalah segala kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
  3. Ganti rugi itu akan dihitung berdasarkan nilai uang dan harus berbentuk uang sesuai dengan penghitungan. Jadi ganti rugi yang ditimbulkan adanya wanprestasi itu hanya boleh diperhitungkan berdasar sejumlah uang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesulitan dalam penilaian jika harus diganti dengan cara lain.
The pills help have strong and long overnight cialis tadalafil lasting erection is Mast Mood oil. You can find the same quality at a reasonable price. viagra without prescription Prices There may be viagra price some times when you take the time out to talk and understand what you’re child is going through can be very helpful. How To levitra online uk Prevent Chronic Fatigue Syndrome? Reduce stress.

Sehubungan dengan hal tersebut pengaturan mengenai ganti kerugian dam pembatalan perjanjian jual beli saham tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Selanjutnya, jika ditelusuri mengenai besaran ganti rugi ini dalam best practice dan dihubungankan dengan beberapa putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Yurisprudensi), didapati fakta-fakta berikut:

Pada tahun 2019, PT Pani Bersama Tambang (PBT) berhasil memenangkan tuntutan abritrase ganti kerugian pada Singapore International Arbitration Centre (SIAC) kepada PT J Resources Nusantara (JRN) senilai US$ 500 juta-US$ 600 juta sehubungan dengan perjanjian jual beli saham bersyarat yang gagal dilaksanakan. Pada tuntutan arbitrase tersebut, PBT memandang bahwa JRN telah gagal untuk melakukan kewajibannya dalam memenuhi persyaratan-persyaratan pendahuluan yang diperlukan untuk penyelesaian CSPA (termasuk persetujuan dari para kreditur JRN) dan meminta Singapore International Arbitration Centre (SIAC) memutuskan bahwa JRN harus memenuhi seluruh kewajibannya berdasarkan CSPA atau membayar ganti kerugian kepada PBT dalam jumlah sekitar USD 500 juta – USD 600 juta. Adapun PT JRN menyatakan bahwa dalam CSPA kewajiban JRN terbatas pada penggunaan seluruh upaya yang wajar untuk memastikan bahwa syarat pendahuluan terpenuhi, tetapi, JRN tidak berkewajiban untuk dan tidak dapat secara sepihak memenuhi syarat pendahuluan yang memerlukan tindakan pihak ketiga. Selain itu PT JRN menyatakan bahwa besarnya ganti rugi yang diklaim oleh PBT dalam arbitrase ditentukan secara sepihak dan tidak berdasar. Fakta tersebut memberikan jawaban bahwa dalam kasus ini, CSPA ini tidak mengatur adanya ketentuan batasan ganti kerugian. Sehubungan dengan itu, perkara ini dinyatakan tidak memiliki dampak negatif atau merugikan bagi mereka dan tidak mempengaruhi kelangsungan usaha dan operasional group MDKA dalam Surat No: 013/MDKA-JKT/CORSEC/II/2021.

Selanjutnya, pada Tahun 2015, terdapat Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 217 PK/Pdt/2014 antara PT. SUMALINDO LESTARI JAYA Tbk vs DEDDY HARTAWAN JAMIN, Dkk sehubungan Jual Beli Saham PT Sumalindo kepada Pihak ketiga (PT Twiji Kimia) tanpa adanya pemenuhan persyaratan awal terkait persetujuan pemegang saham minoritas sehubungan dengan tindakan korporasi ini. Tindakan korporatif tersebut dinilai hakim adalah sebuah tindakan merugikan secara material karena hilangnya investasi potensial pemohon. Selanjutnya Hakim memerintahkan untuk dilakukannya pemeriksaan atau special audit terhadap pembukuan dan keuangan, serta pemeriksaan fisik areal lapangan usaha pada anak perusahaan maupun unit-unit kerja dalam 4 periode untuk menentukan nilai kerugian/potensi keuntungan yang mungkin diterima oleh Pemohon yang dalam hal ini pemegang saham minoritas. Dalam posita dan pertimbangan putusan tersebut ditentukan bahwa Pemohon dalam hal ini dikabulkan permintaan ganti kerugiannya meskipun nilai kerugiannya tidak ditentukan baik nilainya maupun mekanisme penghitungannya dalam dokumen transaksi maupun Anggaran Dasar Perseroan serta faktanya pemohon bukan merupakan bagian dari Transaksi Jual Beli saham yang dilakukan oleh PT Sumalindo dan PT Twiji Kimia.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini