Sanksi Administratif untuk Pemilik atau Pengguna Bangunan Tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

Kali ini saya akan membahas mengenai Sanksi Administratif untuk Pemilik atau Pengguna Bangunan Tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Seperti kita ketahui sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Istilah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak dikenal lagi, melainkan menjadi PBG alias Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Apa sanksinya tidak memiliki PBG?

Pasal 39 ayat 1 huruf c, Bangunan Gedung dapat dibongkar jika tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung. Hal ini menunjukkan seriusnya hukuman yang dapat dijatuhkan pada pemilik atau pengguna bangunan yang melanggar aturan ini.

Namun jika ditilik dari peraturan sebelumnya yang sampai saat ini masih berlaku yakni Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, setiap pemilik atau pengguna yang melanggar kewajiban pemenuhan fungsi, persyaratan, atau penyelenggaraan bangunan gedung dapat dikenakan sanksi administratif. Undang-Undang ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menegakkan standar bangunan dan memastikan keamanan dan kesejahteraan publik.

Sanksi yang dapat dikenakan antara lain adalah:

  1. Peringatan tertulis: Ini adalah langkah awal yang diambil oleh pemerintah untuk menginformasikan pemilik atau pengguna tentang pelanggaran yang telah mereka lakukan.
  2. Pembatasan kegiatan pembangunan: Ini berarti bahwa pemilik atau pengguna mungkin tidak diizinkan untuk melanjutkan kegiatan pembangunan mereka sampai mereka memenuhi semua persyaratan.
  3. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan: Sanksi ini bertujuan untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut.
  4. Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung: Hal ini berarti bahwa bangunan mungkin tidak dapat digunakan sampai pemilik atau pengguna mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.
  5. Pembekuan izin mendirikan bangunan gedung: Ini dapat mencegah pemilik atau pengguna mendirikan bangunan baru sampai mereka mematuhi semua persyaratan.
  6. Pencabutan izin mendirikan bangunan gedung: Langkah ekstrem ini dapat diambil jika pemilik atau pengguna terus melanggar peraturan.
  7. Pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung: Ini berarti bahwa bangunan tidak boleh digunakan sampai sertifikat laik fungsi bangunan gedung diterbitkan kembali.
  8. Pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung: Sanksi ini dapat diterapkan jika bangunan tidak memenuhi standar keamanan atau kesejahteraan yang diperlukan.
  9. Perintah pembongkaran bangunan gedung: Ini adalah langkah paling ekstrem yang dapat diambil, dan biasanya dilakukan jika semua langkah lainnya gagal.

Pemahaman dan kepatuhan terhadap peraturan ini sangat penting bagi semua pemilik dan pengguna bangunan. Tindakan tersebut tidak hanya menjaga keamanan dan kesejahteraan publik, tetapi juga menghindari sanksi hukum yang berpotensi merugikan.

Apakah Sanksi Ini Bisa Efektif?

Analisis kritis terhadap sanksi administratif yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 bisa ditinjau dari beberapa aspek.

Pertama, sanksi administratif yang diberikan sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan. Dari peringatan tertulis hingga perintah pembongkaran bangunan, hierarki sanksi mencerminkan proporsi respons yang sesuai dengan tingkat pelanggaran. Hal ini mengindikasikan pemerintah tidak serta merta memberikan sanksi berat tanpa melalui proses penegakan hukum yang adil.

Namun, efektivitas sanksi ini dalam prakteknya sangat bergantung pada penerapannya. Meskipun undang-undang dan peraturan ada, jika tidak ada penegakan hukum yang tegas dan konsisten, sanksi tersebut menjadi kurang efektif. Diperlukan sistem pemantauan dan penegakan yang kuat untuk memastikan bahwa semua bangunan gedung mematuhi peraturan.

Kedua, adanya sanksi pembongkaran bangunan gedung menegaskan komitmen pemerintah dalam melindungi kepentingan publik dan menjaga kesejahteraan masyarakat. Namun, pembongkaran bangunan dapat menimbulkan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa proses ini dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan adil, dengan memberikan kompensasi yang layak dan alternatif pemukiman yang layak jika diperlukan.

Ketiga, undang-undang dan peraturan tersebut mengharuskan pemilik dan pengguna bangunan memperoleh persetujuan bangunan gedung. Hal ini membuka peluang untuk peningkatan birokrasi dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang. Diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian izin untuk mencegah hal ini.

Secara keseluruhan, sementara sanksi administratif ini penting untuk menegakkan peraturan dan melindungi kepentingan publik, efektivitasnya sangat tergantung pada penegakan hukum yang konsisten dan adil, serta sistem yang transparan dan akuntabel.

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini