Omnibus Law, Demontrasi dan Krisis Literasi

Dalam sepekan terakhir, unjuk rasa terhadap penetapan UU Omnibus Law Cipta Kerja terjadi di seluruh Indonesia. Tak sekadar buruh yang berkompeten memprotes kebijakan ini, sejumlah partai politik penolak UU, elemen masyarakat, mahasiswa hingga kaum pelajar turut menyuarakan aspirasinya. Dan ini sah-sah saja karena memang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Sumber : Radioidola.com

Jadi memang tak ada yang istimewa ketika ada sekelompok orang mengeluarkan pendapatnya di muka umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah soal undang-undang ini. Tak ada yang salah ketika sekelompok orang berdemo menentang undang-undang baru tersebut.
Yang patut disayangkan adalah demo massa ini kemudian berujung aksi anarkis berupa pembakaran sejumlah fasilitas umum seperti halte busway yang akhirnya diklaim Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kerugiannya mencapai Rp 55 milyar. Ini belum termasuk kerugian rusaknya fasilitas Polri serta kantor Kementerian ESDM, dan tentu saja harta benda milik masyarakat yang juga hangus terbakar. Kemudian hilangnya pekerjaan bagi beberapa orang karena tempat usaha atau tempat mereka bekerja terbakar.

Sebenarnya apa sih Omnibus Law yang banyak diperdebatkan ini?
Secara etimologis kata omnibus berasal dari bahasa latin “omnis” yang berarti banyak. Sehingga dapat diartikan juga sebagai semua atau “for everything” dalam bahasa Inggris. Jadi Istilah omnibus law ini kurang lebih satu undang-undang untuk beberapa bidang.

Istilah ini mulai akrab di telinga kita, pasca Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu mulai menyinggung Omnibus Law Cipta Kerja ini untuk memangkas banyaknya peraturan birokrasi dalam bidang ekonomi, termasuk ketenagakerjaan.

Jokowi berharap dengan keluarnya Omnibus Law ini, secara otomatis akan mengamandemen beberapa UU atau peraturan sekaligus. Presiden Jokowi sendiri mengidentifikasi sedikitnya ada 74 UU yang terdampak dari Omnibus Law.

Jadi sebenarnya Omnibus Law ini fungsinya untuk mereformasi beberapa kebijakan hukum lama, agar dapat memangkas birokrasi yang selama ini dinilai menimbulkan ekonomi biaya tinggi, termasuk kemungkinan pungutan liar (pungli). Intinya dengan menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum, maka penerapannya akan lebih sederhana.
Dengan pemangkasan ini, pengusaha pun akan mau terpancing berinvestasi yang pada akhirnya akan banyak menyerap tenaga kerja, sesuai nama undang-undang tadi, yakni Cipta Kerja.

Disinformasi dan Hoaks

Tapi mengapa UU baru ini begitu ditentang, bahkan sampai terjadi “perang batu” antara polisi dan pendemo? Terjadi baku pukul, baku keroyok yang sebenarnya tak perlu sama sekali. Karena sarana menolak sebuah undang-undang memang idealnya menggunakan jalur Makamah Konstitusi.
Tapi memang ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hingga demo kemudian berakhir jadi anarkis seperti itu.

Alasan pertama, mungkin benar yang ditudingkan beberapa kalangan bahwa aksi menentang Omnibus Law Cipta Kerja ini hanyalah sebuah media antara untuk menggoyang kekuasaan belaka. Artinya memang ada pihak-pihak yang sengaja bermain di air keruh ini. Para penunggang ini ingin meraih sebuah oportunity dari kencangnya gelombang penentarangan UU ini.

Reduced self confidence, displeased relationship among the couple and mounting further complications in soft cialis mastercard the relationship as a whole. That’s all well and good, but what if you’re a political enthusiast or just a bit more interested than the ordinary individual, USENET politics newsgroups might offer you cialis 40 mg something you’ll truly enjoy. It online viagra uk is an extremely well known, successful and generally acknowledged treatment for erectile brokenness. The GreenLight PVP Laser Procedure is a true treatment solution, not just a step in the buy sildenafil viagra management of BPH.Dr.

Alasan Kedua, tentu saja disebabkan ketidakpiawaian eksekutif maupun legislatif dalam mensosialisasikan sebuah undang-undang baru kepada publik. Sehingga informasi yang sampai ke ranah publik, hanyalah sepotong-potong atau bahkan tidak jarang hal ini sama sekali tidak sampai ke telingga orang-orang yang akan terkoneksi dengan UU tadi. Inilah yang kemudian membuat suasana jadi simpang siur dan akhirnya timbul penolakan dimana-mana.

Alasan ketiga, yang sungguh klasik di negeri ini, tentu saja karena kemalasan publik membaca sebuah informasi dengan benar. Saat ini khalayak lebih suka melihat informasi di media sosial (medsos), dibandingkan melihat informasi yang benar lewat media massa mainstream. Walau terkadang media massa (terutama online) juga lebih cenderung menyiarkan berita sepotong-sepotong demi untuk mendapatkan klik bait. Sehingga informasi-informasi palsu ini begitu leluasa berkibar di dunia maya, mengalahkan informasi dari media massa.

Aksi penolakan UU Cipta Kerja kemarin menjadi buktinya. Dari hasil temuan, sebagian besar pendemo memang hanya mendengar hoaks-hoaks serta disinformasi. Beberapa pendemo bahkan nyata-nyata tak tahu apa yang mereka suarakan dalam demo penolakan tadi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Jumat (9/10/2020) menyatakan sebanyak 1.192 orang pendemo yang telah diamankan pihaknya, rata-rata mereka sama sekali tidak mengerti soal Undang-Undang Cipta Kerja alias asal demo.

Presiden Joko Widodo sendiri menyatakan maraknya aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja lebih banyak dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks. Misalnya soal penghapusan ketentuan soal upah minimun provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK), padahal faktanya upah minimum regional itu tetap ada di UU Cipta Kerja. Kemudian soal penghapusan upah minimum dihitung per jam dan cuti dihilangkan padahal itu juga tak benar.

“Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks mengenai substansi dari UU ini di media sosial,” kata Jokowi.

Mengapa hoaks begitu berpengaruh pada masyarakat kita, ya seperti yang penulis katakan di atas, penyebabnya adalah karena Indonesia memang sedang krisis literasi. Masyarakat kita malas membaca informasi yang benar dan ini diperparah oleh mahalnya tingkat bacaan di tanah air. Sebuah buku, demikian mahal di pasaran karena memang ada beberapa pajak yang membebani buku sebelum terbit. (Pajak kertas, pajak honor pengarang, pajak pertambahan nilai dan lain-lain). Inilah yang membuat dunia literasi di tanah air jadi makin memprihatinkan.

Mana buktinya? UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua terbawah urusan literasi di dunia. Artinya memang minat baca di Indonesia sangat rendah. UNESCO membeberkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Menariknya, Lembaga riset digital marketing Emarketer menyatakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Ironisnya, data Wearesocial per Januari 2017, mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari dan kecerewetan di media sosial jadi juara 5 di dunia. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia “miskin” dalam informasi, tapi “kaya” dalam menyebar informasi. Akhirnya, ya seperti tadi, lebih banyak termakan hoaks daripada mempercayai sebuah berita yang benar.
Karena itu, ke depan, Pemerintah harus benar-benar memberikan perhatian khusus kepada dunia literasi nasional, sehingga kita tak pernah krisis informasi seperti sekarang ini dan berakibat buruk seperti kasus UU KPK dan UU Cipta Kerja ini. ()

*) Penulis adalah wartawan dan pemerhati media massa.

About the Author

menghabiskan sebagian karirnya sebagai wartawan dan redaktur di sejumlah media massa nasional (Sinar Harapan, MATRA dan Indopos). Konsultan Publik Relation terutama berkaitan dengan kasus lingkungan. Pemerhati dan penggiat sastera Melayu Tionghoa.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini