Perizinan dan Framework Kerjasama Dalam Pembangunan Pelabuhan

Perizinan dan Kewajiban Dalam Pembangunan Terminal KhususPada dasarnya Pembangunan pelabuhan laut oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya Izin Pembangunan Pelabuhan.  Adapun Izin Pembangunan Pelabuhan yang dimaksud diajukan oleh penyelenggara pelabuhan (lembaga pemerintah) kepada:

  1. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
  2. Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
  3. Bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan Pembangunan pelabuhan sungai dan danau.

Adapun Dalam mengajukan permohonan di atas harus disertai dengan beberapa dokumen yang terdiri atas:

1. Rencana Induk Pelabuhan;

2. dokumen kelayakan, yang paling sedikit memuat kelayakan teknis dan kelayakan ekonomis dan finansial.

3. dokumen desain teknis, yang  paling sedikit memuat paling sedikit memuat mengenai:

  • kondisi tanah;
  • konstruksi;
  • kondisi hidrooceanografi;
  • topografi; dan
  • penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi
  • Pelayaran, alur-pelayaran, dan kolam pelabuhan
  • Serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan.

Also known as brachytherapy, this treatment has an effective rate of 81 to 93 buy levitra icks.org percent. You will need to be home when buy cheap levitra review the delivery comes, as most reputable companies will require that a person over the age of 21 with identification be present. Therefore as this solution has been purchase levitra no prescription developed to restrict the deformations of penile tissue structures and also acts as an antidepressant. Once cialis cipla 20mg that happens, the medicine will assist giving erection by relaxing relevant corpora cavernosa tissues and muscles.
4. dokumen lingkungan, yaitu studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Selanjutnya dalam proses Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan diperlukan juga beberapa izin dan/atau perjanjian dalam pelaksanaannya. hal tersebut mengacu pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1)  Pembangunan pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan (Lembaga Pemerintah).  Namun Pembangunan Pelabuhan dapat dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan perjanjian konsesi atau bentuk lainnya dengan Otoritas Pelabuhan.  Perjanjian konsesi merupakan perjanjian hak pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu.  Dalam perjanjian konsesi tersebut terdapat kewajiban-kewajiban yang perlu dilaksanakan boleh Badan Usaha Pelabuhan, yang meliputi:

  • melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin pembangunan;
  • melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan;
  • melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pelabuhan secara berkala kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
  • bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang bersangkutan.

2)    Pembangunan pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial, dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan.

3)    Pembangunan fasilitas di sisi darat pelabuhan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan.

4)    Pembangunan fasilitas di sisi perairan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh izin pembangunan dari Menteri.

Selanjutnya setelah memperoleh izin pelaksanaan pembangunan serta selesai dilaksanakan pembangunan pelabuhan, maka harus memperoleh izin Pengembangan Pelabuhan.  Izin tersebut diberikan berdasarkan permohonan dari penyelenggara pelabuhan (lembaga pemerintah) dengan melampirkan kelengkapan dokumen seperti Rencana Induk Pelabuhan, Dokumen Teknis, Dokumen Kelayakan dan dokumen lingkungan.

Selanjutnya dalam hal pengoperasian pelabuhan diperlukan izin Pengoperasian yang permohonannya disampaikan kepada Direktur Jenderal oleh penyelenggara pelabuhan.

Disamping itu suatu  Badan Usaha Pelabuhan juga dapat melakukan kegiatan pengusahaan pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1 (satu) pelabuhan.  Badan Usaha Pelabuhan dalam melakukan kegiatan usahanya wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh:

  • Menteri untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
  • gubernur untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan regional; dan
  • bupati/walikota untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan lokal.

Adapun Penetapan Badan Usaha Pelabuhan yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan pada pelabuhan yang berubah statusnya dari pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilakukan melalui pemberian konsesi dari Otoritas Pelabuhan.

Dalam melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan Badan Usaha Pelabuhan wajib:

  1. menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;
  2. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuha sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
  3. menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada terminal dan fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;
  4. ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan;
  5. memelihara kelestarian lingkungan;
  6. memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan
  7. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional.

Lebih lanjut Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang   dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian paling sedikit memuat:

  1. lingkup pengusahaan;
  2. masa konsesi pengusahaan;
  3. tarif awal dan formula penyesuaian tarif;
  4. hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul para pihak dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian resiko secara efisien dan seimbang;
  5. standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;
  6. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;
  7. penyelesaian sengketa;
  8. pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;
  9. sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum Indonesia;
  10. keadaan kahar; dan
  11. perubahan-perubahan.

Maksimal Kepemilikan Asing

Pada dasarnya terdapat beberapa bidang usaha terkait pembangunan pelabuhan yang masing-masing ditentukan batas kepemilikan Asingnya, penjelasannya sebagai berikut:

  1. Untuk Pekerjaan Konstruksi Pelabuhan yang Menggunakan Teknologi Sederhana dan/atau Risiko Rendah dan/atau Nilai Pekerjaan s/d Rp. 1.000.000.000 (dengan nomor KBLI 42911), adalah tertutup karena bidang usaha ini dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi;
  2. Untuk Pekerjaan Konstruksi Pelabuhan yang Menggunakan Teknologi Sederhana dan/atau Risiko Rendah dan/atau Nilai Pekerjaan s/d Rp. 1.000.000.000 (dengan nomor KBLI 42911), adalah tertutup karena bidang usaha ini dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi;
  3. Untuk Bidang Usaha Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan penyeberangan (dengan nomor KBLI 52223), adalah harus bekerja sama dengan perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah
  4. Untuk Bidang Usaha Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan sungai dan danau (dengan nomor KBLI 52222), adalah harus bekerja sama dengan perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah.
  5. Untuk Penyediaan fasilitas pelabuhan seperti dermaga, gedung, penundaan kapal terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal curah kering dan terminal Ro-Ro (dengan nomor KBLI 52221), batasan kepemilikan asingnya adalah 49%.
  6. Untuk Bidang Usaha Penyediaan fasilitas pelabuhan berupa penampungan limbah (reception facilities)( dengan nomor KBLI 52109), batasan kepemilikan asing adalah 49%.

Persyaratan Khusus

Pada dasarnya selain persyaratan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, dalam pembangunan pelabuhan baik dalam hal penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan harus didasarkan dan tunduk pada Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN).  RIPN ini merupakan kebijakan pengembangan pelabuhan secara nasional untuk jangka panjang yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan setiap 20 tahun.  Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud memuat yaitu meliputi Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Rencana Lokasi dan Hierarki Pelabuhan.

Kesimpulan:

Pada dasarnya pelaksanaan Pembangunan pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan (Lembaga Pemerintah).  Namun pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan  dapat dilakukan oleh suatu Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan perjanjian konsesi atau bentuk lainnya dengan Otoritas Pelabuhan. Yang perlu diperhatikan adalah permohonan Izin Pembangunan hanya dapat dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan (Lembaga Pemerintah), sehingga di sini perjanjian konsesi tersebut hanya sebagai pemberian hak dari Otoritas Pelabuhan kepada suatu badan usaha.

Selain itu suatu badan usaha juga diberikan hak untuk melakukan kegiatan pengusahaan pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1 (satu) pelabuhan yang meliputi kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang dan dituangkan dalam suatu perjanjian dengan Pemerintah. Selain perjanjian konsesi pelabuhan tersebut,

Untuk melakukan kegiatan ini suatu badan usaha harus memperoleh izin usaha dari Pemerintah.
Adapun mengenai  kepemilikan asing untuk pembangunan konstruksi pelabuhan adalah tertutup karena untuk bidang usaha ini dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha selain yang tercantum peraturan perundang-undangan mengenai pelabuhan harus juga tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam masing-masing Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran (“UU No. 17/2008”);
  2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan (“PP No. 61/2009”);
  3. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (“Perpres No.36 / 2010”);
  4. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“Perka BPS No.57/2009”) ;

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini