Kewajiban Pemberi Kerja Mendaftarkan Pekerjanya ke BPJS Kesehatan

Saya bekerja sebagai staff HRD di salah satu Perusahaan Swasta bergerak di bidang konstruksi, namun perusahaan tempat saya bekerja ini bukan perusahaan konvensional melainkan hanya perusahaan borongan, yang berarti para pekerja yang diperkerjakan adalah para freelancer (atau pekerja musiman), dan mereka hanya bekerja jika sememangnya perusahaan mendapatkan order pekerjaan dari para customer, oleh karena itu tidak ada perjanjian kerja antara perusahaan dengan karyawan. Namun akhir-akhir ini Dinas Ketenagakerjaan mendatangi Perusahaan kami dan mengatakan bahwa kami tidak mendaftarkan para pekerjanya ke BPJS Kesehatan dan oleh karenanya kami harus membayar denda yang jumlahnya fantastis kepada mereka? apakah itu sesuai dengan peraturan? dan bagaimanakah solusi mengatasinya?

RF – Medan

Jawaban

Salah satu polemik yang sering dijumpai khususnya oleh para staff Human Resources Development (HRD) dalam suatu Perusahaan salah satunya adalah terkait dengan pendaftaran BPJS atas para karyawan perusahaan mereka. Berkat adanya perubahan khususnya di bidang ketenagakerjaan berimpak pada banyak pengurusan dokumen-dokumen baru sebagai tindak lanjut dari perubahan peraturan-peraturan tersebut. Salah satunya adalah pengurusan BPJS kesehatan sebagai perubahan dari jaminan sosial tenaga kerja atau yang dulunya dikenal sebagai Jamsostek.

Berdasarkan praktek dilapangan masih banyak perusahaan-perusahaan yang belum tahu mengenai perubahan ini, alhasil mereka tidak mendaftarkan para karyawannya ke BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yaitu sebagai lembaga yang berwenang menyelenggarakan hak-hak para karyawan seperti kesehatan dan dana pensiun. Jikalau seperti itu maka yang patut dipersalahkan adalah para legal officer dan HRD staff karena tidak aware terhadap perubahan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan sebagai salah satu tugas dan kewajibannya di suatu perusahaan.

Namun dalam kasus Anda, diketahui bahwa perusahaan Anda adalah perusahaan borongan, dimana hanya memperkerjakan karyawan-karyawan lepas dengan tidak berdasarkan perjanjian kerja. Pada dasarnya peraturan di bidang jaminan sosial khususnya berkaitan dengan Jaminan kesehatan tidak membedakan kualifikasi pemberi kerja yang wajib mendaftarkan pekerjanya baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Kondisi ini tampak dalam Pasal 14 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Adapun yang dimaksud dengan program Jaminan sosial ini tentunya adalah Jaminan Ketenagakerjaan dan Jaminan Kesehatan.

Namun yang menjadi pertanyaannya adalah apakah seluruh pemberi kerja dalam hal ini Perusahaan wajib mendaftarkan setiap pekerjanya untuk Jaminan Kesehatan?. Terus bagaimanakah solusinya apabila terjadi hal yang demikian?

Untuk mengetahui kewajiban pendaftaran Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan maka harus dilihat di spesifik peraturan yang mengatur mengenai Jaminan Kesehatan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Perpres No.12 Tahun 2013 ditentukan bahwa Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Hal ini mengandung makna jika seorang baik itu WNI maupun WNA telah bekerja dan menerima upah selama 6 (enam) bulan di Indonesia wajib menjadi peserta. Namun peraturan ini menjelaskan apakah rentang waktu persyaratan 6 bulan tersebut harus berturut-turut atau akumulasi.

Berkenaan dengan hal tersebut perlu diketahui bahwa yang berhak mendaftar sebagai Peserta BPJS, berdasarkan Pasal 4 Perpres No.12 Tahun 2013  digolongkan menjadi  menjadi 2 jenis peserta yaitu:

1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan

Adapun jenis peserta ini terdiri dari orang yang tergolong miskin dan orang yang tidak mampu beserta keluarganya. Golongan inilah yang akan menerima bantuan pembayaran iuran dari pemerintah.

2. Peserta Bukan Jaminan Kesehatan
The more bed bug bites you have means the more time in the penis by blocking the arteries that allow blood cialis generic usa check out over here to be in high volume and get flown in the penile body. For such disorder there are varied medical solutions including kamagra, viagra 100mg generika Check Prices, Eriacta, Aurogra,Apcalis, Verdanafil. Certain medicines that treat high blood pressure also cause short-term purchase of levitra impotence issues. buy viagra buy http://cute-n-tiny.com/cute-animals/ducklins-in-a-sink/ Within this situation the blood provide is irregular that also impacts the sperm production.
Peserta ini adalah golongan yang termasuk bukan fakir miskin atau orang yang tidak mampu. Namun dalam Perpres No.12 Tahun 2013 peserta ini dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu:

  1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya;
  2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya; dan
  3. bukan Pekerja dan anggota keluarganya

Untuk pegawai swasta termasuk dalam golongan nomor 1 yaitu Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya. Namun penggolongan ini belumlah cukup membuktikan apakah perusahaan swasta berkewajiban mendaftarkan para pekerjanya atas Jaminan Kesehatan ke BPJS Kesehatan.

Nah, sebelumnya telah ditentukan dalam Pasal 11 Peraturan BPJS No.1 Tahun 2014 bahwa sebenarnya pendaftaran BPJS Kesehatan ini dapat dilakukan secara sendiri-sendiri maupun kelompok.

Namun dalam Pasal 15 Peraturan BPJS No.1 Tahun 2014 Jo Pasal 11 ayat 1 Perpres No.12 Tahun 2013 ditekankan kembali bahwa Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah  harus dilakukan oleh pemberi kerja yang dalam hal ini tentu saja Perusahaan yang bersangkutan, dilakukan secara berkelompok melalui entitasnya kepada BPJS Kesehatan.

Akan tetapi sebagai penawar ketentuan tersebut, penting diperhatikan bahwa Pasal 15 di atas bukanlah suatu kewajiban karena dalam Pasal 16 ditentukan bahwa dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai peserta Jaminan Kesehatan. Nah hal ini berarti jika Pemberi Kerja tidak mendaftarkan para pekerjanya, maka kewajiban  bagi para pekerja-pekerja tersebut mendaftarkan dirinya sendiri. Dengan kata lain Peraturan tidak mewajibkan para pemberi kerja untuk mendaftarkan para pekerjanya atas Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan. Anda dapat menunjukan dasar hukum ini untuk membantah klaim denda yang diajukan oleh Dinas Ketenagakerjaan.

Berkenaan dengan denda yang Anda sebutkan, perlu diperhatikan bahwa denda yang dimaksud tersebut adalah denda keterlambatan pembayaran iuran yang besarnya 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja (Pasal 35 ayat 4 Peraturan BPJS No.1 Tahun 2014), sehingga bukan merupakan denda karena belum mendaftar BPJS Kesehatan. Namun Anda perlu check terlebih dahulu apakah memang benar Perusahaan Anda sebelumnya belum mendaftar atau belum. Karena tidak ada sanksi atau denda spesifik yang diatur dalam peraturan mengenai Jaminan Kesehatan apabila pemberi kerja (Perusahaan) tidak mendaftarkan karyawannya ke BPJS Kesehatan.

Sekian dan semoga bermanfaat.

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU No.24/2011”)
  2. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (“Perpres No.12/2013”)
  3. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan (“Peraturan BPJS No.1/2014”)

About the Author

Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants", now a part of Gading and Co, a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

Author Archive Page

Comments

Post a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mohon Perhatiannya

Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini